50 Persen Dana di Baitul Mal untuk Pengentasan Kemiskinan

Foto by baitulmal.acehprov.go.id/
Penulis:

Dana untuk pengentasan kemiskinan yang tersedia di Baitul Mal Aceh setiap tahunnya sebanyak 50 persen dari jumlah zakat yang diterima setiap tahunnya.

Pada 2020 lalu Baitul Mal Aceh menerima zakat sebanyak 57 miliar. Dana tersebut dipergunakan selain 50 persen untuk pengentasan kemiskinan, selebihnya beasiswa hingga modal usaha.

Ketua Badan Baitul Mal Aceh, Prof Nazaruddin A Wahid melalui Kepala Bagian Pemberdayaan, Arif Arham mengatakan, secara garis besar, program pengentasan kemiskinan di Baitul Mal Aceh terdiri atas kegiatan kelompok usaha bersama, program gampong produktif, pemberian bantuan alat kerja, beasiswa hingga santunan untuk orang-orang miskin.

"Khusus untuk pengentasan kemiskinan saja, alokasi anggaran mencapai 50 persen dari penerimaan zakat setiap tahunnya ke Baitul Mal Provinsi Aceh (tahun 2020 Rp 57 miliar)," kata Arif saat dihubungi readers.ID, Senin (10/5/2021).

Ia melanjutkan, Baitul Mal Aceh bisa membantu modal bagi individu atau kelompok dalam kategori usaha mikro yang sedang merintis usahanya dan tergantung kelayakan verifikasi oleh tim di lapangan nantinya.

Ada 2 mekanisme penyaluran bantuan, pertama; melalui kerjasama dengan Baitul Mal Gampong, kedua; langsung bantuan diberikan kepada kelompok usaha bersama.

"Selain dibantu modal usaha, kita juga memberikan pendampingan dan bimbingan, biasa sifatnya tahunan, termasuk evaluasi apakah usaha yang dibantu meningkat atau malah stagnan," jelas Arif.

Bantuan modal usaha dari Baitul Mal Aceh ini berbentuk dana hibah (tidak dikembalikan). Setiap tahunnya Baitul Mal Aceh mampu membantu sekitar 8 s/d 10 titik lokasi Gampong Zakat Produktif (GZP) dan 20 Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dengan realisasi bantuan 10 juta s/d 90 juta.

Secara umum kriteria penerima bantuan modal usaha dari Baitul Mal Aceh ini haruslah mustahik zakat yang sedang menjalankan usaha skala mikro.

Untuk program GZP bekerjasama dengan BMG setempat dengan memakai prinsip “One Village One Product” yaitu Baitul Mal membantu mengembangkan usaha masyarakat dengan mempertimbangkan kearifan lokal setempat dan usaha yang menjadi sumber utama penghasilan di lokasi tersebut.

Sedangkan untuk program KUBE menyasar kelompok usaha tradisional yang selama ini kesulitan mengakses modal tetapi memiliki produk yang potensial.

Untuk bantuan alat kerja misalnya, kata Arif, diberikan kepada mustahik pelaku usaha mikro yang sudah punya usaha sendiri, kemudian butuh bantuan berupa alat kerja. Misalnya penjual mi butuh gerobak untuk jualannya, bisa mengajukan permohonan ke Baitul Mal Aceh untuk dibantu alat kerja yang besarannya berada di bawah Rp10 juta.

Selain peralatan kerja, Baitul Mal Aceh juga menyediakan beragam beasiswa yang diperuntukan kepada masyarakat miskin, di antaranya: Beasiswa Penuh Tahfidz Quran, Beasiswa Penuh Satu Keluarga Satu Sarjana (SKSS), Beasiswa Anak Berkebutuhan Khusus, Beasiswa Anak Berprestasi hingga Beasiswa Pendidikan Tugas Akhir (Skripsi).

Setiap tahunnya, Baitul Mal mampu membantu hampir 5000 orang untuk penerima beasiswa.

"Pengurusan untuk semua program pengentasan kemiskinan, kalau untuk insidentil, bisa datang langsung ke Baitul Mal, kemudian menyampaikan persoalannya. Jika nanti ada program yang cocok bisa dibantu, kita akan bantu. Hal lain sebagai syarat administratif seperti membawa KTP, KK dan buku rekening Bank Aceh Syariah," jelas Arif.

"Dana insyaallah setiap tahun ada. Tetapi mengajak orang-orang yang lemah secara ekonomi mau bangkit dari statusnya saat ini, butuh kerja keras, perbaikan pendidikan, keterampilan dan ada banyak hal yang harus dibenahi, tapi yang paling penting sebenarnya mengubah mental (mindset) masyarakat," tambahnya.

Makanya, lanjut Arif, Baitul Mal Aceh mencoba melahirkan program yang langsung menyasar anak-anak yang bisa dididik sejak awal melalui program beasiswa, agar sedapat mungkin setiap keluarga ada yang sekolah, kemudian mendapatkan pendidikan yang nantinya meningkatkan taraf hidup masyarakat.

"Karena salah satu faktor kemiskinan yakni rendahnya tingkat pendidikan. Kalau sudah selesai dengan pendidikan, baru kemudian bagi yang sudah berusaha dan mulai menunjukkan kemauannya untuk mengubah nasib, nah kita bantu dengan modal usaha," jelasnya.

Kemudian sisa anggaran dari 50 persen pengentasan kemiskinan itu digunakan untuk pencegahan stunting, perbaikan sanitasi, santunan fakir uzur, bantuan penderita penyakit kronis (kanker/thalasemia), bantuan bencana alam, santunan ramadhan dan bantuan isidentil lainnya.

Dengan zakat ini, Arif mengharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui program peningkatan kapasitas seperti beasiswa dan modal usaha khususnya bagi pelaku usaha mikro di Aceh ke depan.

"Selain kewajiban agama, zakat adalah nilai syariat Islam yang paling kita butuhkan saat ini ketimbang bicara yang lain, lebih baik memang kita tingkatkan dulu ekonomi masyarakat, karena kita termasuk daerah miskin," kata Arif.

Dengan demikian, pihaknya mengimbau bagi masyarakat terutama yang memiliki penghasilan di atas Rp 6,9 juta per bulan agar menunaikan zakat penghasilannya melalui amil resmi sehingga program yang dilaksanakan lebih masif, terukur, dan melibatkan banyak orang.

"Kita juga punya jaringan hingga ke tingkat gampong (desa) melalui Baitul Mal kabupaten/kota. Ke depan memang kita perlu lebih intens lagi untuk perkenalkan Baitul Mal ke gampong-gampong, agar peningkatan taraf hidup masyarakat dan program pengentasan kemiskinan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan," pungkasnya.[acl]