Aceh Miliki Suaka Badak Sumatra
Sumatran Rhino Sanctusry (SRS) atau Suaka Badak Sumatra dibangun di Gampong Rantau Panjang, Kecamatan Simpang Jernih, Aceh Timur.
Peletakan batu pertama pembangunan yang dilakukan oleh pihak Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KSDAE KLHK) bersama konsorsium konservasi Badak Sumatra, pada Kamis (11/11/2021), menandai dimulainya pembangunan tempat tersebut
Pembangunan SRS ini sebagai tahap awal proses pembangunan sarana prasarana pendukung untuk penyelamatan Badak Sumatra yang terancam punah. Ini juga bagian tindak lanjut rencana aksi darurat untuk populasi Badak Sumatra yang masih tersisa di Aceh.
Direktur Kawasan Konservasi KLHK, Jefri Susyafrianto mengatakan, pembangunan SRS ini untuk menghindari bahaya kepunahan, menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis serta memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem.
"Ini merupakan rencana aksi darurat konservasi badak, karena hewan ini hampir punah, perlu dijaga ekosistem, habitat dan kemurnian, genetik," kata Jefri.
Untuk populasi Badak Sumatra saat ini di Indonesia hanya berkisar 100 ekor. Sedangkan populasi di Aceh berdasarkan jejak yang ditemukan sekitar 30 ekor. Kondisi ini tentu, sebut Jefri, perlu keterlibatan semua pihak agar penyelamatan satwa dilindungi bisa sukses.
"Ini menjadi keberhasilan dan bisa melahirkan badak kecil di sini. Yang penting kita menjaga, melindungi agar Badak tidak punah. Tapi harus ada keterlibatan semua pihak," ungkapnya.
Bupati Aceh Timur, Hasballah Bin HM Thaib menyampaikan, menyambut baik pembangunan SRS ini. Tujuannya untuk menyelamatkan semua, manusia, satwa termasuk hutan.
Maka butuh semua pihak terlibat, termasuk harus adanya pemberdayaan ekonomi masyarakat yang hidup berdampingan dengan hutan dan satwa dilindungi itu.
"Apa lagi hanya satu-satunya ada di Aceh, gak ada di daerah lain," jelasnya.
Dia menyebutkan, kehadiran SRS ini bisa bermanfaat untuk semua pihak. Baik itu untuk konservasi Badak Sumatra, maupun harus adanya pemberdayaan ekonomi yang tinggal di sekitar kawasan konservasi Badak Sumatra.
Koordinator Program Forum Konservasi Leuser (FKL), Dedi Yansyah menjelaskan, kelancaran dan keberhasilan proses pembangunan SRS didasarkan atas konsistensi komitmen serta dukungan dari semua pihak.
Baik pemerintah pusat, daerah dan berbagai komponen lainnya yang terlibat dalam melakukan penyelamatan Badak.
"Kendala-kendala dalam proses pembangunan SRS ke depan diharapkan dapat diatasi dengan kebersamaan dan musyawarah semua pihak," ungkapnya.
Menurutnya, hasil monitoring terhadap kantung-kantung populasi Badak Sumatra di Sumatra menunjukan bahwa ekosistem hutan di Aceh merupakan satu-satunya habitat yang terbukti masih menjadi habitat
"Diharapkan pelaksanaan pengelolaan SRS atau Suaka Badak Sumatra ke depan dapat menjadi wahana kebersamaan semua pihak dalam upaya pelestarian Badak Sumatra sebagai asset hayati kebanggaan masyarakat Aceh pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya," tutupnya.
Hadir dalam acara peletakan batu pertama ini Bupati Aceh Timur, Direktur Pengelolaan Kawasan Konservasi-Direktorat Jenderal KSDAE, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Aceh Timur, Konsorsium Badak Utara, Direktur Tropical Forest Conservation Action (TFCA) - Sumatra dan beberapa tokoh masyarakat.[mu]