Wisata Sejarah

Bangunan Tua dan Ekspansi Belanda Ekspor Kopi ke Eropa

Meskipun sudah tua namun lumbung ini dinilai sebagai penunjuk arah awal ekspor kopi Arabika Gayo pertama ke Eropa oleh pemerintah Belanda.

Bangunan pabrik kopi bekas Belanda tampak dari belakang. (Junaidi/Readers.ID) (Junaidi/Readers.ID)
Penulis:

Sementara di Bener Meriah, kita masih bisa memastikan bahwa pabrik kopi bekas Belanda ini tampak masih sempurna. Untuk menemukannya, jika dari Bireuen menuju desa Bandar Lampahan, Kecamatan Wih Pesam, di sana kita dapat menoleh ke sebelah kanan.

Pada Selasa (22/2) lalu dari Bener Meriah menuju Banda Aceh, tampak bangunan tua ini tak terawat sama sekali, dan masih belum tahu apakah dimanfaatkan oleh pemiliknya. atau sebaliknya.

Bangunan inilah salah satu bangunan sejarah. Pabrik yang memproses kopi Arabika Gayo peninggalan Belanda masa berkuasa di Aceh sebelum Indonesia merdeka 1945.

Pabrik Kopi (tampak dari depan) bekas Belanda di Bandar Lampahan Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah. (Junaidi/Readers.ID)

Bangunan ini tampak kusam dan tidak besar seperti yang terbayangkan layaknya pabrik-pabrik kopi terkenal lainnya. Jauh dari besar, mewah dan megah. Sekilas mengenai pabrik ini, meskipun sudah tua namun lumbung ini dinilai sebagai penunjuk arah awal ekspor kopi Arabika Gayo pertama ke Eropa oleh pemerintah Belanda. 

Kopi-kopi yang diproses di lumbung ini, merupakan kopi yang dipetik oleh masyarakat dataran tinggi Gayodari seluruh wilayah yang memiliki kopi. Belanda memanfaatkan masyarakat setempat untuk membantu memetik kopi dibawah penguasaan Belanda. Selesai pemetikan, selanjutnya diolah dan diproses di pabrik ini.

Rongka belakang pabrik kopi. (Junaidi/Readers.ID)

Usai melakukan pemrosesan sesuai kebutuhan dan kriteria Belanda, selanjutnya dikirim ke Eropa untuk diperdagangkan. Dari referensi yang didapatkan Readers.ID, hasil penjualan tersebut rupanya sebagai sumber utama untuk melunasi hutang-hutang Hindia Belanda kepada Amerika Serikat. Diketahui, Belanda berhutang kepada Amerika Serikat atas bantuan alat perang.

Pasca Belanda Hengkang dari Indonesia

Pasca Belanda pamit dan hengkang dari Indonesia, pabrik ini dipegang kendali oleh Tgk Ilyas Leube. Salah seorang tokoh panglima perang DII/TII dari Aceh Tengah. Masa itu pabrik ini dialihkan menjadi lumbung padi untuk keperluan masyarakat dan keperluan perjuangan (perang) hingga tahun 1976. 

Pemanfaatan lumbung padi ini hanya berlangsung sekitar 12 tahun saja. Setelah itu hingga kini, pabrik padi ini tidak lagi berjalan dan bahkan tidak lagi dirawat hingga satu persatu bangunan dimakan rayap.

Roda pada pabrik kopi bekas Belanda. (Junaidi/Readers.ID)

Pun demikian, bekas bangunan ini memang masih meninggalkan sisa. Terdapat roda tua dan alat-alat lainnya yang sudah berkarat tidak terawat.

Beberapa tahun lalu, pemilik tanah disekitar bangunan lumbung padi ini memanfaatkan wilayah lainnya sebagai wisata pemandian air panas masyarakat setempat (air panas Bandar Lampahan). Namun sayang, wisata inipun tidak lagi dibuka dan ditutup oleh pemilik. Hingga saat ini, air pemandian tersebut belum juga berfungsi.

Ekspor Kopi Ke Mancanegara

Meskipun pabrik kopi Bandar Lampahan ini tidak lagi ada sejak hengkangnya Belanda dari tanah air, proses selanjutnya mulai dimanfaatkan oleh generasi bangsa khususnya masyarakat Gayo untuk melakukan pengiriman kopi ditingkat nasional dan mancanegara.

Bangunan dari belakang. (Junaidi/Readers.ID)

Untuk keluar daerah, pengiriman kopi dilakukan oleh toke-toke besar atau pengumpul di Aceh Tengah dan Bener Meriah kemudian dijual ke Medan Sumatera Utara. Sementara untuk porsi besar ke mancanegara, sebagian besar dilakukan oleh koperasi kopi yang ada di Bener Meriah dan Aceh Tengah.

Pada abad 21 ini, perubahan kian merambahi masyarakat dataran tinggi Gayo untuk maju dan berkembang secara mapan. Ada sebagian mengolahnya menjadi bubuk kemasan, ekspor hingga sampai ke kancah Internasional. 

Pasar global dinilai ruang besar bagi masyarakat Aceh dan dataran tinggi Gayo khususnya untuk meningkatkan pendapatan ekonomi. Pasar global inipun dimanfaatkan oleh generasi emas anak bangsa untuk membangun koperasi dan mengekspor kopi Gayo keluar negeri. Ketika ekspor ini dilakukan ke beberapa negara di dunia, kopi Gayo dinilai menjadi salah satu kopi terbaik.

Kopi Arabika Gayo. (Junaidi/Readers.ID)

Dari fakta diatas kita bisa melihat bahwa Indonesia telah melakukan ekspor kopi (khususnya kopi di Gayo) sejak Belanda menguasai wilayah dataran tinggi Gayo. Belanda memanfaatkan masyarakat setempat untuk memetik, kemudian mengolah dan mejual kopi ke Eropa.

Editor: Hendra Syahputra