Caleg DPRK Aceh Tamiang S Diduga Gunakan Uang Sabu Untuk Kampanye
JAKARTA, READERS – Calon anggota legislatif terpilih DPRK Aceh Tamiang, S, diduga manfaatkan uang jual sabu untuk pendanaan atau biaya kampanye. Hal itu disampaikan langsung oleh Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mukti Juharsa.
"Sepengetahuan kami dari hasil interogasi, dia (pelaku) menggunakan sebagian dari hasil penjualan sabu untuk kebutuhannya sebagai caleg," kata Brigjen Pol Mukti Juharsa, Senin (27/5/2024).
Saat ini, kata Juharsa, Bareskrim Polri juga tengah memburu satu pelaku lain berinisial A, yang terlibat dalam kasus peredaran 70 Kilogram sabu yang dikendalikan dan dimodali oleh caleg terpilih tersebut, yang kini dilaporkan tengah bersembunyi di Malaysia.
Pelaku S diketahui memiliki jaringan di Malaysia. Setelah tiga kaki tangannya tertangkap di Pelabuhan Bakauheni, Lampung, pada awal Maret lalu, Bareskrim Polri kini tengah memburu pelaku lainnya di Malaysia.
Ketiga jaringan S itu yakni S alias G, RAF alias F dan IA yang bertugas membawa narkoba dari Malaysia melalui Aceh, dengan tujuan akhir Jakarta.
"S sudah tertangkap. Tinggal A, dia di Malaysia. Nanti kita kirim penyidik ke Malaysia,” ujar Mukti.
Untuk menangkap pelaku A, Bareskrim Polri juga akan berkoordinasi dengan kepolisian Malaysia. Diyakini A akan segera tertangkap.
"Dengan kerjasama dengan polisi Malaysia, insha Allah dapat, karena nama sudah dikantongi. Enggak perlu red notice, Insha Allah dengan dua direktur ini bergabung, bisa lah (tertangkap)," pungkasnya.
Kini Polri juga mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), mengingat tersangka S selain politikus juga seorang pengusaha.
“Kami akan usut dia TPPU ya,” kata Mukti, mengutip Antara.
Sebelumnya, S ditangkap di Aceh Tamiang, tepatnya di kawasan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Sabtu, 25 Mei 2024.
Atas perbuatannya, S dijerat Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) subsider Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman enam tahun penjara dan maksimal hukuman mati serta denda Rp 1 miliar atau maksimal Rp10 miliar.[]
Editor: M. Nur