Semiloka Banda Aceh Kota Parfum

Dorong Potensi Aroma Nusantara

Banda Aceh memiliki kekayaan aroma yang belum tergali maksimal. Semiloka ini adalah langkah awal untuk menjadikan parfum sebagai identitas baru Banda Aceh

Penulis:

BANDA ACEH, READERS —Kota Banda Aceh mulai menebarkan "aroma" baru dalam strategi pengembangan ekonomi kreatif. Dalam semiloka bertajuk “Banda Aceh Kota Parfum Indonesia” yang digelar di Aula Perpustakaan USK, Sabtu (6/9/2025), para pelaku industri, akademisi, dan pemerintah daerah berkumpul untuk membahas potensi Banda Aceh sebagai pusat produksi parfum berbasis kekayaan alam lokal.

Acara ini dilaksanakan oleh Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala, dan menjadi rangkaian kegiatan konferensi internasional The 3rd International Conference on Patchouli and Essential Oil Research Innovation (IconPEORI) 2025.

ARC mendukung Banda Aceh sebagai pionir dalam industri parfum berbahan dasar rempah, bunga tropis, dan tanaman aromatik khas Aceh, dan tentu saja nilam Aceh.

Wali Kota Banda Aceh, Illiza Saadudin Djamal, yang menjadi pemateri utama dalam semiloka tersebut mengatakan, pemanfaatan tanaman lokal seperti nilam, serai wangi, dan bunga kenanga disebut sebagai bahan baku unggulan yang memiliki daya saing global. Ia berharap semakin masyarakat dan pengusaha industri kreatif, mengambil peran nyata.  

“Banda Aceh memiliki kekayaan aroma yang belum tergali maksimal. Semiloka ini adalah langkah awal untuk menjadikan parfum sebagai identitas baru Banda Aceh,” ujarnya.

Antusias Warga

Sementara itu, salah satu peserta, Dewi, yang juga pengusaha parfum lokal mengungkapkan antusiasmenya dalam mengikutii semiloka tersebut.  

“Saya baru tahu bahwa aroma khas Aceh bisa dikembangkan menjadi produk premium. Ini membuka peluang besar bagi kami,” ungkap Dewi.

Semiloka ini juga menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan lingkungan dalam proses produksi parfum. Penggunaan bahan alami dan metode ramah lingkungan menjadi prinsip utama dalam pengembangan industri ini.

Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, Banda Aceh kini mulai menata langkah sebagai “Kota Parfum Indonesia”—sebuah identitas baru yang menggabungkan warisan budaya, kekayaan alam, dan semangat kewirausahaan.

Sementara itu Ketua ARC USK, Syaifullah Muhammad, mengatakan, Aceh dikenal sebagai salah satu daerah penghasil tanaman aromatik seperti nilam, kenanga, cendana, dan serai wangi.

Namun, selama ini komoditas tersebut lebih banyak dijual dalam bentuk mentah tanpa nilai tambah. Semiloka ini bertujuan mengubah paradigma tersebut dengan mendorong hilirisasi produk melalui industri parfum.

“Nilam Aceh memiliki kadar patchouli alcohol yang tinggi, menjadikannya salah satu bahan parfum paling dicari di dunia. Sayangnya, kita belum memanfaatkan potensi ini secara optimal,” ujar Syaifullah, yang baru mendapatkan Indonesia Innovator Award dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

“iConPEORI 2025 juga menghadirkan sesi pelatihan formulasi parfum yang dipandu oleh perfumer berprestasi dari USK, Nadia Isnaini, yang telah melahirkan berbagai merek. Peserta diajak memahami proses ekstraksi aroma, pencampuran top-middle-base notes, hingga teknik branding dan pemasaran,” kata Syaiful.

“Parfum bukan sekadar wangi. Ia adalah identitas, budaya, dan emosi yang dikemas dalam botol. Aceh punya semua bahan untuk menciptakan parfum yang khas dan berkelas dunia,” katanya.

Semangat Banda Aceh Kota Parfum Indonesia

Sementara itu, Team Leader Banda Aceh Kota Parfum Indonesia dari ARC-USK Dr. Ratna Mulyani, menyampaikan kegembiraannya atas terlaksananya semiloka ini.

Menurut Ratna, dia dan tim ARC USK telah membuat Roadmap Banda Aceh Kota Parfum Indonesia untuk sepuluh tahun mendatang. Kegiatan semiloka hari ini merupakan rangkaian tahapan awal pelaksanaan roadmap atau peta jalan berupa konsolidasi dan inisiasi keterlibatan berbagai stakehokders dalam program ini.

"Kami sudah menyusun Roadmap Banda Aceh Kota Parfum Indonesia hingga sepuluh tahun mendatang dengan pendekatan kolaborasi pentahelix dari perguruan tinggi, pemerintah, dunia usaha, media dan masyarakat," jelas Ratna.

"Melalui semiloka ini kami mengajak berbagai pihak untuk bekerja sama menyukseskan program Wali Kota yakni Banda Aceh Kota Parfum sebagai bagian pengembangam ekonomi kreatif melalui anak muda dan UMKM Banda Aceh," pungkas Ratna yang juga merupakan dosen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK ini.

Dr. Ratna Mulyani, Ketua Banda Aceh kota Parfum Indonesia dari Universitas Syiah Kuala

Selain edukasi teknis, semiloka juga menyoroti pentingnya dukungan terhadap pelaku UMKM agar mampu bersaing di pasar nasional dan global.

Pemerintah Kota Banda Aceh berkomitmen menyediakan fasilitas inkubasi bisnis, akses pembiayaan, dan pelatihan berkelanjutan.

Semiloka ini juga menekankan prinsip keberlanjutan dalam industri parfum. Penggunaan bahan alami, metode produksi ramah lingkungan, dan pelestarian tanaman aromatik lokal menjadi bagian dari visi jangka panjang.

Acara ini dihadiri lebih dari 150 peserta dari kalangan pelaku usaha, mahasiswa, peneliti, dan komunitas kreatif.[]

Editor: Redaksi