Fenomena El Nino dan La Nina

El Nino merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Sementara La Nina merupakan fenomena yang berkebalikan dengan El Nino. Ketika La Nina terjadi, Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya. 

Fenomena El Nino dan La Nina (Roboguru-ruangguru)
Penulis:

El Nino dan La Nina adalah dua istilah dari bahasa alam. Pun demikian, bahasa ini sering menjadi kajian dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Lalu, apa arti dari kedua kata tersebut?

EL Nino

Dilansir dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. 

Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.

La Nina
La Nina adalah fenomena yang berkebalikan dengan El Nino. Ketika La Nina terjadi, Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya. 

Pendinginan SML ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.

Sementara itu untuk tahun 2022 ini, dari kedua kata tersebut La Nina yang tengah sedang gencar diperbincangkan. Dilansir dari Kompas.com pada Jumat (3/6/2022), BMKG menyebut bahwa 2022 merupakan tahun ke-3 dari episode fenomena La Nina berantai. 

Hal itu disampaikan Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Supari mengatakan, pantauan dari kondisi fenomena La Nina yang saat ini masih terpantau menguat di semester kedua tahun 2022. 

“Ada indikasi La Nina kembali menguat ke intensitas sedang, kami masih terus melakukan updating hasil monitoring per 10 harian,” kata Supari kepada Kompas.com, Senin (30/5/2022). 

Ia menyebutkan, awal 2022 tepatnya pada Januari-Februari hasil pantauan indeks BMKG menunjukkan bahwa La Nina sudah berkurang intensitasnya menuju intensitas lemah (indeks sekitar -0.9 hingga -0.8). 

Namun pada perkembangan selanjutnya yaitu di dua bulan kemudian pada Maret-April, indeks La Nina kembali menguat dengan indeks berkisar -1.1 (intensitas sedang). 

"Sejak april hingga Mei ini justru indeks ENSO menunjukkan bahwa terjadi penguatan intensitas La Nina," ujarnya. 

Fenomena La Nina yang menguat, katanya, menjelang periode pergantian musim hujan ke musim kemarau tahun ini menjadi tahun ketiga berturut-turut. Supari menyebut fenomena yang terjadi tersebut secara berturut-turut dikenal dengan La Nina berantai. 

“Beberapa analisis menunjukkan potensi untuk berlanjut ke winter 2022/23 yang artinya ini akan menjadi tahun ke-3 dari episode La Nina berantai (2020-2021-2022),” ujar dia.

Sumber: BMKG, Kompas.com