Kesalahan saat Perumusan UUPA Jadi Penyebab Keterhambatan Fungsi LWN
“Bahkan pihak akademisi yang turut merumuskan draf UUPA baik dari kalangan kampus dan masyarakat sipil tidak ada yg mengerti tentang Lembaga Wali Nanggroe.”
BANDA ACEH, READERS — Juru Bicara Partai Aceh (PA), Nurzahri mengatakan, keterhambatan jalannya tugas dan fungsi Lembaga Wali Nanggroe (LWN) selama ini disebabkan karena kesalahan yang terjadi saat perumusan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) 2005 silam.
Menurutnya, hal itu terjadi karena pihak-pihak yang terlibat dalam perancangan draf UUPA hingga lahirnya Lembaga Wali Nanggroe saat itu masih kurang memahami dengan yang namanya LWN.
"Bahkan pihak akademisi yang turut merumuskan draf UUPA baik dari kalangan akademisi kampus dan masyarakat sipil tidak ada yg mengerti tentang Lembaga Wali Nanggroe," kata Nurzahri pada acara FGD yang digelar oleh Aceh Resource Development (ARD), di Banda Aceh, Sabtu (15/10/2022).
Kesalahan itu, kata Nurzahri, juga menyebabkan pasal yang mengatur tentang Lembaga Wali Nanggroe di UUPA menjadi sangat mentah dan kabur. Terlebih proses perumusan draf UUPA pada tahun 2005-2006 tersebut juga tidak menyertakan para perunding, baik dari kalangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) maupun dari pihak Pemerintah Republik Indonesia (RI).
Alhasil, lanjutnya, dalam perancangan dan pembahasan qanun tentang Lembaga Wali Nanggroe, pihak Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) terpaksa harus berjibaku dengan konsep ideal Wali Nanggroe yang diinginkan oleh pihak GAM dengan terbatasnya regulasi yang ada dalam UUPA.
"Dan akhirnya banyak mendapatkan penolakan dari pihak Jakarta karena dianggap tidak sesuai dengan peraturan yang ada di Indonesia," jelasnya.
Tidak hanya itu, imbas dari kesalahan perumusan UUPA juga berdampak pada keengganan Kementrian Keuangan RI yang tidak mau memberikan nomenklatur rekening bagi kekhususan Lembaga Wali Nanggroe. Terutama terkait tugas-tugas Wali Nanggroe untuk meninggikan harkat dan martabat rakyat Aceh.
Kemudian, permasalahan lainnya juga terjadi pada keengganan lembaga-lembaga istimewa yang sudah terlebih dahulu terbentuk untuk bernaung di bawah Lembaga Wali Nanggroe.
"Lembaga-lembaga tersebut seperti Majelis permusyawaratan Ulama (MPU), Majelis Adat Aceh (MAA) dan Majelis Pendidikan Daerah (MPD), mereka menolak bergabung dalam Lembaga Wali Nanggroe dengan alasan mereka punya dasar tersendiri di dalam UUPA dan telah duluan ada sebelum lahirnya Lembaga Wali Nanggroe," ujarnya.
Oleh karena itu, Nurzahri berharap, dengan adanya peluang revisi UUPA, Lembaga Wali Nanggroe dapat diberi penguatan dan kewenangan yang lebih besar. Sehingga dapat menjalankan tugas dan fungsi dengan semestinya.
"Diharapkan adanya penguatan Lembaga Wali Nanggroe dengan pemberian kewenangan yang lebih besar dan dengan menyatukan semua lembaga keistimewaan dan kekhususan ke dalam Lembaga Wali Nanggroe melalui penguatan pasal pasal UUPA yang mengatur tentang Lembaga Wali Nanggroe," ujar Nurzahri.
Editor: Redaksi