Komnas HAM RI Minta Kampus USK Pulihkan Nama dan Hak Saiful Mahdi
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia, Beka Ulung Hapsara menyampaikan, pihak Universitas Syiah Kuala (USK) harus memulihkan nama serta hak Saiful Mahdi di kampus.
Pernyataan itu disampaikannya saat mengunjungi dosen Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USK tersebut di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Banda Aceh, di Aceh Besar, pada Rabu (13/10/2021).
“Soal pemulihan. Setelah ini, ada proses administrasi yang tentu saja Pak Saiful Mahdi harus dipulihkan sebagai pengajar di Syiah Kuala dan juga berbagai aktivitas lainnya,” kata Beka.
Langkah tersebut harus dilakukan pihak kampus sebagai tindak lanjut dari pemberian amnesti kepada Saiful Mahdi. Sebab, amnesti yang didapatkan suami dari Dian Rubianty dikatakannya, bukanlah pengampunan hukum melainkan tidak adanya terjadi tindak pidana.
“Itu dikarenakan amnesti ini bukanlah pengampunan, namun ini menjadi penanda bahwa tidak ada pidana yang dilakukan oleh Saiful Mahdi,” ucap Beka.
“Jadi karena itulah Komnas HAM dalam posisi mendorong hak-hak Dari Pak Saiful Mahdi dipulihkan oleh siapapun termasuk dari pihak Universitas Syiah Kuala,” imbuhnya.
Dalam kunjungan tersebut, Komnas HAM Republik Indonesia turut didampingi kuasa hukum Saiful Mahdi yakni Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul Putra Mutia dan Direktur SAFEnet, Damar Juniarto.
Seperti diketahui, Saiful Mahdi divonis bersalah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) oleh majelis hakim PN Banda Aceh atas tindakannya yang dianggap telah mencemarkan nama baik melalui media sosial.
Tindakan berujung vonis tiga bulan penjara dan denda Rp10 juta tersebut, berupa kritikan hasil tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2018, untuk dosen Fakultas Teknik (FT) USK yang disampaikan oleh Saiful Mahdi.
Kritikan itu disampaikannya dalam grup WhatsApp, ‘Unsyiah KITA’ yang beranggotakan akademisi di kampus berjulukan Jantong Hatee Rakyat Aceh tersebut, pada Maret 2019.
Adapun kritikan yang ditulis oleh Saiful Mahdi, yakni sebagai berikut:
“Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat “hutang” yang takut meritokrasi.”
Tidak terima dengan apa yang disampaikan oleh dosen Jurusan Statistika FMIPA dalam tulisan itu, Dekan Fakultas Teknik Unsyiah saat itu, Taufik Saidi, kemudian melaporkan hal tersebut ke pihak kepolisian.
Ditahap persidangan di PN Banda Aceh, Saiful Mahdi divonis majelis hakim bersalah atas pencemaran nama baik sehingga dijerat dengan UU ITE. Putusan itu ditetapkan pada April 2021 lalu.
Merasa tidak bersalah atas tindakannya tersebut, dosen USK itu lalu mengajukan banding hingga Mahkamah Agung, namun hasilnya tetap sama.
Proses eksekusi terhadap Saiful Mahdi dilakukan secara mandiri. Kedatangannya ke Kejari Banda Aceh, diantar langsung oleh istri, para pendukung, serta kuasa hukumnya, yakni LBH Banda Aceh, pada Kamis (2/9/2021) lalu.
Belakangan Saiful Mahdi mendapatkan amnesti dari Pemerintah Indonesia yang diajukan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), pada Kamis (7/10/2021).