KPK Ditagih Soal Perkembangan Penyelidikan Terbuka di Aceh

Konferensi Pers Menagih Komitmen KPK Terhadap Penanganan Kasus Korupsi di Aceh, di Kantor MaTA Aceh, Senin (10/10/2022). Foto: readers/Rianza Alfandi.
Penulis:

BANDA ACEH, READERS - Koalisi Masyarakat Antikorupsi Aceh menagih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal perkembangan penyelidikan terbuka terhadap dugaan kasus korupsi di Aceh. Sebab, sudah 494 hari sejak penyelidikan dimulai pada Juni 2021 hingga hari ini, Senin 10 Oktober 2022, belum ada kejelasan lanjutan terkait penyelidikan itu.

"Publik Aceh tentunya bertanya-tanya sudah sampai sejauh mana prosesnya. Kalaupun tidak terbukti bersalah, KPK juga harus mengumumkan ke publik. Karena KPK sudah menggunakan uang negara saat melakuka penyelidikan," kata Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian dalam konferensi pers di Banda Aceh, Senin (10/10/2022).

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Aceh, kata Alfian, sudah mengirim surat dengan Nomor: 016/B/MaTA/X/2022 perihal perkembangan penyelidikan terbuka di Aceh kepada KPK pada Selasa (4/10/2022) dan telah di terima oleh KPK pada Kamis (6/10) lalu.

Alfian menuturkan, ada lima dugaan kasus korupsi yang diselidiki KPK secara terbuka pada Juni 2021 lalu. Adapun lima kasus yang ditangani yaitu, Pertama kasus pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 3 dan 4 di Nagan Raya, pengadaan Kapal Aceh Hebat 1, 2 dan 3, Proyek Multi Yers (MYC), Apendiks dan dana refocusing.

"Pertama kasus PLTU 3 dan 4 di Kabupaten Nagan Raya, di mana proses perizinan dari pembangkit listrik tenaga uap tersebut dinilai bermasalah dan berpotensi terjadinya konflik kepentingan dalam partai yang sama antara kepala daerah kabupaten dengan gubernur yang menjabat pada saat itu," ujar Alfian.

Kasus kedua yaitu penyelidikan terkait pengadaan Kapal Penyeberangan Aceh Hebat 1, 2 dan 3. Di mana kapal Aceh Hebat 1 untuk lintas Pantai Barat-Pulau Simeulue dengan nilai kontrak sebesar Rp73,9 miliar.

"Kemudian Kapal Aceh Hebat 2 lintas Ulee Lheue-Balohan dengan nilai kontrak sebesar Rp59,7 miliar. Serta pengadaan Kapal Aceh Hebat 3 untuk lintas Singkil-Pulau Banyak dengan nilai kontrak sebesar Rp38 miliar," katanya.

Alfian menilai Pengadaan kapal Aceh Hebat 1, 2 dan 3 tersebut dinilai bermasalah karena kondisi kapal banyak kerusakan padahal kapal tersebut merupakan kapal baru. MaTA menilai terjadinya tindak pidana kasus korupsi pada pengadaan Kapal ketiga Penyeberangan tersebut.

Selanjutnya, kasus ketiga adalah proyek Multi Yers (MYC) dengan 14 paket paket pembangunan jalan dan 1 paket berupa pembangunan bendungan. Prosesnya dinilai terjadi tanpa ada persetujuan melalui paripurna DPR Aceh. Melainkan hanya melalui penandatanganan berupa MoU antara Pimpinan DPR dengan Gubernur Aceh saat itu. 

"Proyek itu bernilai Rp2,7 triliun sejak 2020-2022. Akan tetapi, ada sedikit catatan di mana DPRA pada Jum’at (18/9/2020) melalui Pimpinajuga telah melaporkan kasus multiyear kepada KPK," katanya.

Kasus keempat yaitu adanya mata anggaran berkode AP/Apendiks dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2021 sebesar Rp256 miliar.

Kode AP/Apendiks, menurut Alfian, satu nomenklatur yang sama sekali tidak diketahui dalam sistem perencanaan dan penganggaran
daerah.

"kasus ini juga menjadi salah satu kasus dari penyelidikan terbuka yang dilakukan oleh KPK," ujar Alfian.

Kasus kelima yaitu penggunaan dana refocusing, di mana alokasi refocusing di Aceh Rp2,3 triliun dan masuk ke dalam lima besar alokasi anggaran penanganan Covid-19 di Indonesia. Akan tetapi sampai sekarang transparansi dan akuntabilitas dari penggunaan dana tersebut masih dipertanyakan.

"DPRA pada Jum’at (18/9/2020) melalui pimpinan juga telah melaporkan kasus penggunaan dana refocusing kepada KPK," sebutnya.

Alfian menambahkan, berdasarkan pengalaman di Aceh, KPK baru kali ini melakukan penyelidikan secara terbuka. Dan kasus yang diperiksa lebih dari satu, sedangkan selama ini hanya memeriksa satu kasus saja.

Editor: Redaksi