Kupiah Meukutop, Simpul Adat yang Jadi Tren di Aceh
Beberapa tumpuk peci dan kopiah dengan beragam ukuran memenuhi meja kayu. Penutup kepala itu menggantung di langit-langit beratap terpal biru bersama sejumlah aksesori, seperti tasbih, bros maupun perlengkapan lainnya.
Jika diamati, ada beragam motif peci maupun kopiah yang dijajakan pedagang di kawasan Pasar Aceh, Banda Aceh itu. Mulai dari yang polos, bermotif Pinto Aceh, rencong hingga beragam corak lainnya. Begitu juga dengan warnanya, ada hitam, putih keemasan, perak, perpaduan hitam putih, serta perpaduan merah, kuning, dan hijau.
Dari beragam peci dan songkok, ada satu peci yang warna maupun motifnya terlihat berbeda dan terbilang menarik. Peci tersebut dikenal dengan kupiah meukutop.
Kupiah meukutop merupakan peci khas aceh yang dibubuhkan perpaduan warna merah, kuning, hijau, dan hitam. Sisinya bermotif empat anak tangga menyerupai segitiga siku-siku.
Belakang penutup kepala tersebut memang sedang tren di tengah masyarakat Aceh. Tak heran jika hampir semua pedagang peci yang ada menjajakan kupiah meukutop di setiap lapak dagangan mereka.
"Jenis peci yang paling banyak diburu selama dua tahun ini, itu peci aceh atau kupiah meukutop selain peci hitam polos," kata Syarifah, salah seorang pedagang peci di Pasar Aceh.
Peci yang identik dengan empat warna dan memiliki motif layaknya hasil anyaman tersebut biasanya dibandrol dengan harga mulai Rp65 ribu per satuannya.
Namun jika anda ingin memiliki kupiah meukutop asli hasil rajutan, harga per satuannya bisa mencapai Rp500 ribu.
"Peci yang rajut lebih mahal karena produksinya seminggu mungkin hanya satu yang jadi," ujar Syarifah.
Walau bisa dibilang baru dua tahun kupiah meukutop tren di masyarakat, namun penutup kepala tersebut dulunya sering digunakan oleh para raja, kaum uleebalang maupun ulama Aceh.
"Peci ini, selain dipakai saat ibadah shalat juga sebagai identitas ke Acehan ada di dalamnya," kata pemerhati sejarah, Tarmizi Abdul Hamid, saat dihubungi terpisah.
Ia menjelaskan, kupiah meukutop mempunyai makna dan filosofi tersendiri. Mulai dari empat warna digunakan, maupun motif yang tersemat.
Warna merah melambangkan keberanian dan jiwa kepahlawanan orang Aceh. Kuning mengisyaratkan kemegahan dan keistimewaan bangsa dan negara.
Hijau bermakna keilmuan agama Islam sebagai modal negara dan mencintai alam dan lingkungannya. Sedangkan hitam diartikan hukum yang kuat dalam negeri Aceh Darussalam.
Begitu juga dengan empat anak tangga menyerupai segitiga siku-siku di sisi peci, juga memiliki arti tersendiri. Bagian pertama bermakna hukum, bagian kedua bermakna adat, ketiga bermakna qanun dan bagian keempat bermakna reusam.
Latar belakang, kegunaan, dan berbagai makna yang tersirat dalam kupiah meukutop sarat dengan nilai sejarah dan adat istiadat.
"Oleh karena itu, ketika orang memakai --kupiah mengkutop-- ini sangat gagah dan berwibawa," ujar pemerhati sejarah yang akrab disapa Cek Midi ini.
Pemakaian kupiah meukutop yang banyak dikenakan oleh masyarakat saat ini, kata dia, merupakan bentuk penghormatan kepada orang-orang terdahulu.
Karena itu pula, pemerhati sejarah Aceh ini berharap, pemerintah mau membantu para perajin kupiah meukutop agar tetap memproduksi terus peci-peci tersebut.
"Mari kita galakkan pemakaian ciri khas budaya kita sendiri," ajaknya.[]