LBH: Perlindungan Terhadap Anak Penyintas Rudapaksa Minim

Ilustrasi: perkosaan. (ANTARA News / Insan Faizin Mub) (1)
Penulis:

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh menilai perlindungan serta pengawasan terhadap anak penyintas rudapaksa ayah dan paman kandung di Aceh Besar, minim. Sehingga sekarang penyintas kerap mendapat perundungan dari lingkungannya.

Hal itu diakui Kepala Program dan Internal LBH Banda Aceh, Aulianda Wafisa, usai pihaknya memantau kasus yang dialami korban.

Korban dikatakan, selama ini tinggal bersama neneknya tanpa adanya pendampingan maupun pengawasan dari pihak manapun.

"Yang kami tahu, anak korban itu tinggal bersama neneknya. Nah, bersama neneknya ini juga timbul masalah," ujar Aulianda.

Masalah yang dimaksud Aulianda, yakni korban dapat dengan mudah diakses oleh orang-orang pihak terdakwa.

Itu terbukti ketika korban dihadirkan diproses persidangan kedua di Mahkamah Syariah Jantho, di Aceh Besar.

Aulianda menyampaikan, kehadiran korban pada waktu itu yang kemudian mempengaruhi putusan hakim terhadap terdakwa MAR, ayah korban.

"Buktinya dia dihadirkan ke persidangan untuk diberikan keterangan yang kedua kalinya, itu justru oleh perwakilan terdakwa. Di saat itulah dia mencabut keterangan untuk ayahnya, makanya ayahnya bebas," jelasnya.

Seharusnya dalam persidangan kedua tersebut, korban yang dihadirkan harus didampingi pekerja sosial (peksos).

Selain itu, materi yang ditanyakan kepada korban tidak diperbolehkan sama dengan pertanyaan di persidangan sebelumnya.

"Seharusnya ketika dihadirkan untuk kedua kalinya dan dengan materi pertanyaan yang sama, menurut kami jaksa harus menolak," ungkap Aulianda.

"Pertama, menolak karena keterangan yang pertama sudah dianggap cukup. Kedua, dia harus ditolak keterangannya karena dia tidak didampingi oleh peksos," tambahnya.

LBH Banda Aceh menilai ada kekeliruan yang terjadi dalam persidangan kedua tersebut. Dalam hal ini, jaksa dan hakim seharusnya bisa menolak, tetapi malah sebaliknya.

"Hakim memilih tetap mendengar kesaksiannya. Di situlah dicabut keterangannya. Itu yang kita sayangkan," kata Aulianda.

Sehubungan dengan itu, LBH Banda Aceh juga telah mendapatkan kabar bahwa Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) kini telah menyurati Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melakukan pengawasan terhadap korban.

Akan tetapi pihaknya belum mengetahui secara pasti bagaimana proses pengawasan yang dijalankan saat ini.

"Rumah Aman itu bisa di rumah neneknya, tetapi dengan pengawasan yang melekat ke dia --korban-- dan membuat anak ini semakin nyaman," tutupnya.[acl]