"Lepat", Makanan Khas Gayo Tampil Di PKA

Lepat Gayo (Foto: Instagram @exploregayo)
Penulis:

Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 2023 tampil meriah. Hal ini bagian dari harapan Pemerintah Aceh sebagai ajang Kebudayaan Aceh.

Dalam ajang ini, sesuai tema Rempahkan Bumi Pulihkan Dunia mengajak seluruh kabupaten/kota untuk memamerkan semua rempah-rempah yang ada di di daerah masing-masing, salah satunya lepat dari dataran tinggi Gayo.

Kaitannya dengan rempah, lepat terbuat dari kumpulan rempah-rempah. Memiliki bahan seperti tepung ketan, kelapa yang digongseng dengan gula merah atau aren, adanya daun pisang, minyak, garam dan bahan-bahan pelengkap lainnya.

Untuk membuatnya, tepung beras mulanya diaduk rata. Akan tetapi, pastikan adonan tepung tidak terlalu lembek agar mudah dalam mengolahnya. Kemudian, tambahkan gula pasir secukupnya.

Proses selanjutnya mencampurkan gula aren yang telah dihaluskan dan menaburkan adonan menggunakan kelapa yang sudah diparut sebelumnya. Kemudian, sisakan sedikit kelapa parut yang nantinya juga dipakai sebagai isian lepat atau intinya.

Setelah bahan siap, adonan ditaruh di atas daun pisang muda yang telah dipotong sesuai kebutuhan. Jangan lupa oleskan minyak makan di daun agar adonan tidak lengket.

Proses terakhir adalah mengukusnya selama 45 menit. Setelah itu diangkat dan lepat siap untuk dinikmati.

Penjaga Stand Kuliner Aceh Tengah, Saiful Hamid mengatakan bahwa biasanya lepat disajikan saat bulan puasa.

“Biasanya lepat ini disajikan saat meugang puasa, meugang lebaran, acara pernikahan atau momen-momen lainnya,” katanya.

Ia juga mengatakan, lepat sangat mirip dengan timpan, penganan khas Aceh yang juga kerap disajikan saat lebaran. Namun, kuliner lepat memiliki ukuran lebih besar dan bahan yang digunakan juga sedikit berbeda.

“Rasanya juga berbeda,” jelas Saiful.

Lepat tahan selama sebulan usai dibuat. Sementara timpan hanya tahan beberapa hari. Pada zaman dulu, masyarakat Gayo menggantung lepat di atas dapur tempat memasak.

Saat hendak memakannya, lepat yang telah disimpan lama kembali dipanaskan atau dibakar. Rasanya menjadi lebih nikmat dan renyah.

Seiring perkembangan zaman, lepat mulai dijual di pasar-pasar tradisional atau pusat kuliner di Gayo. Penganan itu pun saat ini menjadi cemilan saat menikmati kopi di Tanah Gayo.

“Sekarang pagi-pagi di warung kopi sudah ada yang jual lepat,” ujar Saiful. 

Sementara itu salah seorang masyarakat Gayo lainnya, Johari menyampaikan sekilas soal kenapa masyarakat Gayo membuat lepat.

Ia berujar, kehadiran lepat di tengah masyarakat Gayo selain dihadirkan jelang lebaran dan agenda sakeral lainnya, ternyata ada hal yang dipertimbangkan dari lepat ini.

Masyarakat Gayo yang mendomuniasi sebagai petani dan pekebun di dataran tinggi Gayo, membutuhkan ada makanan yang tahan lama untuk dibawa dan dikonsumsi di kebun untuk stok makanan. 

“Dari itu, dibuatlah lepat,” kata Johari disela-sela diskusi di Banda Aceh.

Artinya, kata Johari, masyarakat kita saat pergi ke kebun butuh stok makanan yang tahan lama. 

“Salah satu upaya untuk stok makanan yang banyak dan tahan lama, maka dibuatlah lepat. Semakin hari, semakin nikmat,” pungkas Johari.

Lepat dapat bertahan hingga satu bulan bahkan lebih. Dari itu, panganan khas Gayo ini menjadi salah satu makanan yang penting untuk keberlangsungan hidup.

Pekan Kebudayaan Aceh ke-8 tahun ini mengupas jalur rempah tiga lini masa, masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Sejumlah kegiatan dilakukan dalam meramaikan agenda lima tahunan ini.

PKA ke-8 ini berlangsung sejak 4-12 November 2023. Pada penutupan kegiatan ini akan diisi dengan hiburan-hiburan seperti Nabila Taqiyyah, Ervan Ceh Kul, Viza Maviza, Lea Amalia, Safira Amalia dan pertunjukan atraksi budaya serta seniman Aceh lainnya.[]