Lonjakan Positif Covid-19 Kian Mengkhawatirkan

Polisi dan Tim Satgas penanganan COVID-19 Kabupaten Aceh Besar sedang melakukan razia prokes. Foto: Hotli Simanjuntak/readers.ID
Penulis:

Laju pasien terinfeksi Covid-19 di Indonesia kian mengkhawatirkan karena pertambahan angka positif terus melonjak semenjak paska libur lebaran Idul Fitri lalu.

Kasus positif tidak hanya menyasar orang dewasa. Semakin memicu perasaan campur aduk, anak-anak juga mulai banyak terpapar di nusantara ini, hingga Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah mengingatkan pemerintah bahwa anak juga kelompok rentan saat ini selain kelompok Lanjut Usia (Lansia).

Berdasarkan data yang ditilis IDAI cukup mengejutkan, satu dari delapan pasien Covd-19 di Indonesia adalah anak-anak dan balita. Begitu juga angka kematian anak usia 0-18 tahun pun ikut meningkat seiring lonjakan kasus secara umum.

Ketua IDAI, Aman Bhakti Pulungan menyebutkan, tingkat kematian atau case fatality rate pada anak terkonfirmasi Covid-19 tergolong tinggi yakni mencapai 3-5 persen. Ia membandingkan kondisi anak di Indonesia dengan negara lain seperti Malaysia dan Singapura.

Menurut Aman, kematian anak di Indonesia lebih banyak karena sistem dan penanganan yang terlambat. Tidak hanya sistem pelayanan kesehatan yang buruk, tetapi banyak juga orang tua menolak anaknya di-swab, sehingga semakin memperparah penyebaran virus corona di tanah air.

Tingginya angka penyintas Covid-19 menimpa balita dan anak juga terjadi di Aceh. Laporan dari IDAI Aceh, ada 1.831 anak terkonfirmasi positif Covid-19, bahkan 21 orang di antaranya meninggal dunia.

Data tersebut disampaikan Ketua IDAI Aceh, Dr dr Herlina Dimianti Sp.A (K) merupakan akumulatif selama pandemi Covid-19 mewabah di Serambi Makkah, yang dikumpulkan melalui laporan IDAI seluruh kabupaten/kota terkait perkembangan virus corona setiap pekan.

“Sampai Minggu (20/6/2021) malam, ada total 1.831 anak di Aceh yang konfirmasi positif Covid-19. Dan yang meninggal dunia ada 21 orang, artinya angka kematian anak memang tinggi,” katanya dikutip dari Antara.

Dia menambahkan kasus Covid-19 pada anak tersebut tersebar di seluruh kabupaten/kota di Aceh, namun paling banyak asal Kota Banda Aceh yang mencapai 829 anak, Kabupaten Aceh Besar 186 anak dan Kabupaten Bireuen 154 anak.

Dari 1.831 anak itu, 1.284 orang di antaranya positif terinfeksi Covid-19 tetapi tidak memiliki bergejala sehingga hanya membutuhkan isolasi mandiri di rumah agar tidak menularkan ke warga lainnya.

Sedangkan 547 anak yang positif Covid-19 lainnya memiliki gejala sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit rujukan.

“Itu data secara akumulatif yang kita kumpulkan sejak Mei 2020. Artinya sekarang sudah banyak juga yang selesai isolasi dan perawatan sehingga sudah dinyatakan sembuh,” katanya.

Menurut IDAI Aceh penerapan protokol kesehatan di Aceh masih renggang. Sebab itu dia mengimbau agar masyarakat setempat terus disiplin menerapkan protokol kesehatan, terutama memakai masker dan menjaga jarak saat beraktivitas di tengah masyarakat.

Tingkat kepatuhan protokol kesehatan di Aceh masih rendah, bahkan lebih rendah dari nasional diakui oleh Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Aceh.

Juru Bicara Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani (SAG) menjelaskan, hasil monitoring Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nasional menunjukkan tingkat kepatuhan Protokol Kesehatan (Protkes) di Aceh di bawah rata-rata nasional.

“Perilaku Protkes tersebut diamati dari tingkat kepatuhan memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan,” kata SAG, Sabtu (19/6/2021).

Kata SAG, berdasarkan data hasil monitoring personil TNI, Polri dan Duta Perubahan Perilaku di pasar, area wisata, jalan umum, permukiman, kedai/restoran (caffe/warkop), kantor, mall, terminal, dan sekolah, atau titik-titik rawan kerumunan lainnya. Menunjukkan Aceh belum patuh prokes untuk mencegah penyebaran virus corona.

Hasil analisis data monitoring periode 7 Juni – 13 Juni 2021 menunjukkan tingkat kepatuhan memakai masker secara nasional sekitar 89,37 persen, dan kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan sekitar 88,01 persen. Tingkat kepatuhan memakai masker di Aceh sekitar 84,07 persen, kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan sekitar 89,40 persen.

Ia mengatakan, selain secara kuantitatif persentasenya masih di bawah rata-rata nasional, di tingkat regional Sumatera, Aceh menempati urutan ketujuh kepatuhan memakai masker, dan urutan kelima dari sisi kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan untuk memutuskan penularan virus corona.

Tingkat kepatuhan memakai masker menurut provinsi di Sumatera secara berturut-turut dari yang tertinggi hingga yang terendah, yakni Jambi (95,69 persen), Sumatera Utara (93,28 persen), Sumatera Barat (92,68 persen), Kepulauan Riau (89,51 persen), Lampung (86,71 persen), Sumatera Selatan (86,58 persen), Aceh (84,07 pesen), Riau (82,78 persen), Bengkulu (42,86 persen), dan Bangka Belitung (39,47 persen).

Sedangkan tingkat kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan secara berturut-turut yakni Lampung (96,06 persen), Sumatera Utara (94,44 persen), Sumatera Barat (93,22 persen), Kepulauan Riau (91,94 persen), Aceh (89,04 persen), Jambi (85,43 persen), Sumatera Selatan (84,36 persen), Bangka Belitung (71,05 persen), Bengkulu (52,38 persen), dan Riau (47,72 pesen).

Kemudian ia mengatakan, melihat data-data persentase di atas menunjukkan perilaku masyarakat di Pulau Sumatera tidak singkron antara kepatuhan memakai masker dengan kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Daerah yang patuh memakai masker tapi kedodoran dalam menjaga jarak dan menghindari kerumunan, begitu juga sebaliknya.

“Sejatinya kedua unsur kepatuhan Protkes itu harus konsisten dan deviasinya tidak boleh terlalu berjarak supaya ancaman Pandemi Covid-19 ini cepat berakhir,” tutur SAG.

Menyikapi lonjakan angka positif terus meningkat di seluruh Indonesia. Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin menyampaikan akan memperketat implementasi program pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro dan mempercepat laju vaksinasi.

“Arahan beliau (Presiden Jokowi) adalah kita harus memperkuat implementasi lapangan untuk program PPKM mikro dan yang kedua kita harus mempercepat vaksinasi,” ujar Budi Gunadi Sadikin, yang memberikan keterangan secara virtual selepas mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada Senin, (21/6/2021) dikutip dari presidenri.go.id.

Menteri Kesehatan menjelaskan, prinsip dan tujuan utama dari PPKM berskala mikro ialah untuk mengurangi mobilitas masyarakat sehingga laju penularan pandemi dapat ditekan seminimal mungkin.

Melalui penguatan PPKM berskala mikro, yang nantinya akan diwujudkan lewat Instruksi Menteri Dalam Negeri, pemerintah akan berupaya untuk mengurangi mobilitas warga dalam lingkup kecil hingga 75 sampai 100 persen bergantung pada situasi dan kondisi.

“Untuk implementasi lapangan program PPKM mikro yang paling penting arahan beliau mengurangi mobilitas antara 75 persen sampai 100 persen untuk daerah-daerah yang memang sudah masuk zona merah,” tuturnya.

TNI dan Polri akan membantu penguatan tersebut dengan meningkatkan sistem pelacakan dan pengetesan kepada warga dalam lingkup RT di mana warganya terkonfirmasi positif Covid-19 guna memberi kepastian terhadap status penularan di wilayah tersebut.

Apabila nantinya diketahui bahwa terdapat lima rumah yang terkonfirmasi terdapat anggota keluarganya yang positif tertular, maka penyekatan akan segera dilakukan secara spesifik di lingkup terkecil tersebut.

“Pada saat penyekatan akan dilihat kalau memang daerahnya memungkinkan, kita lakukan isolasi mandiri. Kalau daerahnya padat, kita lakukan isolasi terpusat. Isolasi terpusat itu harus tersebar sebanyak mungkin ke daerah-daerah tersebut baik kecamatan maupun kelurahan sehingga meringankan beban yang ada di isolasi terpusat yang besar-besar seperti RS Wisma Atlet,” kata Budi.

Warga yang tengah menjalani isolasi tersebut juga akan dipastikan untuk memperoleh pasokan logistik dan makanan yang dalam hal ini diutamakan menggunakan mekanisme gotong royong dari warga sekitar yang menjadi modal sosial rakyat Indonesia untuk saling berbagi dan membantu.

Adapun bagi warga yang terindikasi memiliki gejala, memiliki komorbid, dengan kondisi saturasi oksigen di bawah 95 persen, dan/atau mulai merasakan sesak, maka akan diprioritaskan untuk memperoleh perawatan di rumah-rumah sakit.

“Jadi kami nanti akan atur, bekerja sama dengan TNI-Polri, untuk bisa memastikan mana yang dialokasikan diisolasi mandiri atau isolasi terpusat, atau memang dibawa ke rumah sakit. Kita akan pastikan koordinasi dari rujukan ke seluruh rumah sakit akan kami atur sehingga seminimal mungkin orang tidak bisa menemukan kamar,” ucap Menteri Kesehatan.[]