LSM Garis Merah Sayangkan Sikap Gakkum KLHK Sumatera
“Jika kita melirik Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Pada Pasal 21 ayat 2 disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati, dan ini ada hukuman pidananya lo,” tegas Nasri Gayo.
REDELONG, READERS – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Garis Merah menyayangkan sikap Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatra atau Gakkum KLHK Sumatera terhadap kasus perdagangan satwa dilindungi yang terjadi pada Selasa (24/5/2022) lalu di Bener Meriah.
Ketua LSM Garis Merah Nasri Gayo mengungkapkan seorang warga Bener Meriah A (41) dan S (44) diduga terlibat dalam perdagangan satwa liar dilindungi (harimau Sumatera) di Bener Meriah namun tidak ditahan oleh aparat penegak hukum melainkan hanya “wajib lapor”.
“Jika kita melirik Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, pada Pasal 21 ayat 2 disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati, dan ini ada hukuman pidananya lo,” kata Nasri Gayo saat dikonfirmasi media ini.
Dan bagi yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap pasal ini, lanjut Nasri, maka bisa dipidana penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. Sedangkan bagi yang lalai melakukan pelanggaran tersebut dapat dipidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp50 juta.
“Dari statement yang di keluarkan pihak Humas Kapolda Aceh justru seperti kode kepada masyarakat bahwa fungsi kepolisian sudah berpindah menjadi pengikut dari Gakkum KLHK wilayah I sumatera karena dalam rilisnya di katakan jika kami hanya sebagai pendamping dalam proses penangkapan itu,” kata Nasri.
Menurut Nasri, polisi telah lupa bahwa sebenarnya hak penyelidikan dan penangkapan ada diranah polisi sedangkan pihak Gakkum sebagai salah satu sumber pemberi keterangan tentang hewan ini masuk ke ranah dilindungi atau hanya hewan biasa.
“Kita meminta Kepada Bapak Kapolri untuk memberikan perintah kepada Kapolda Aceh untuk menangkap kembali tersangka yang dilepaskan walaupun wajib lapor. Karena kita khawatir ada penghilangan beberapa bukti lainnya oleh tersangka, karena mustahil tersangka bekerja sendiri dalam kegiatan ini,” tegas Nasri.
Dari itu, Nasri meminta Dirjen Gakkum KLHK untuk mencopot para anggota yang terlibat dalam penangkapan tersangka, karena secara nyata mereka sudah tidak peduli terhadap penegakan hukum perlindungan terhadap satwa yang dilindungi.
Sementara itu salah seorang tokoh masyarakat, Munawir menilai penegakan hukum terhadap kasus tersebut tampak berbeda. Mestinya di mata hukum semuanya sama namun malah dibedakan lantaran antara rakyat biasa dengan mantan pejabat setempat.
“Kami menilai penerapan dan penegakkan hukum di lingkungan Balai Gakkum KLHK Wilayah I Sumatera terkesan asal-asalan pasca di bebaskannya pelaku kejahatan terhadap satwa yang dilindungi di Bener Meriah membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap Balai Gakkum KLHK Wilayah I Sumatera,” ujar Munawir.
Tidak hanya itu, Munawir juga membandingkan dua kasus yang pernah terjadi di Bener Meriah mengenai satwa dilindungi dan ditangkap oleh pihak kepolisian, seperti pada Juni 2021 lalu.
Menurut Munawir, waktu itu seorang pemuda memposting foto bersama Hewan Rangkok (Reje Bujang) di Bener Meriah kemudian di hukum karena dianggap bersalah setelah memburu satwa yang dilindungi.
“Kemudian menyusul pada April 2022, seorang oknum perawat dan dua orang laki-laki juga ditangkap lantaran menjual sisik tringgiling serta menjual kulit beruang madu. Memang tindakan hukum ketika itu bukan dilakukan oleh Balai Gakkum KLHK."
"Sekarang bukan soal siapa yg melakukan tindakan hukumnya tetapi perbuatan memburu/memperjual belikan satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup atau organnya adalah perbuatan melawan hukum,” ujarnya.
Atas kejadian ini, lanjut Munawir, kami selaku masyarakat sangat kecewa. Bukan soal siapa pelakunya tetapi penegakkan hukum terkait satwa yang dilindungi dinilai masih tebang pilih.
Lebih lanjut Munawir menjelaskan, jika demikian konsekuensinya nanti akan membuat orang lain tidak merasa takut untuk melakukan kejahatan terhadap satwa yang dilindungi serta kehilangan kepercayaan terhadap Balai Gakkum KLHK wilayah I Sumatera.
Sementara itu Ketua Balai Gakkum KLHK Sumatera, Subhan saat dikonfirmasi media ini secara personal lewat pesan WhatAps pada Jumat (27/5/2022) belum ada jawaban resmi sama sekali.
Namun seperti yang diberitakan sebelumnya, dua orang diduga pelaku perdagangan satwa dilindungi telah diamankan dan dibawa ke Mako Polda Aceh yakni S (44) dan A (41) pada Selasa (24/5/2022).
Diterangkan, dari hasil pemeriksaan S (44) dan A (41) dilakukan Gelar Perkara di ruang rapat Polda Aceh, perkara tersebut masih perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan membutuhkan saksi-saksi tambahan untuk meningkatkan status kedua orang tersebut.
“Untuk selanjutnya kedua orang yang diamankan dikembalikan kepada keluarga, namun tetap diberlakukan wajib lapor kepada Penyidik di kantor Pos Gakkum Aceh,” kata Ketua Balai Gakkum KLHK Sumatera, Subhan.
Sementara barang bukti berupa 1 lembar kulit Harimau Sumatera beserta tulang belulangnya tanpa gigi taring, kemudian 1 mobil beserta kunci, 2 handphone, 1 STNK, 1 toples plastik dan 1 box plastic diamankan di kantor Pos Gakkum Aceh.
“Dugaan tindak pidana sebagaimana unsur Pasal 21 ayat (2) huruf d jo pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Atas perbuatannya tersebut, tersangka terancam hukuman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta,” ungkap Subhan.
Sumber: Geraknews.com