Polisi Mulai Usut Kasus Dugaan Percobaan Rudapaksa di Aceh Besar
Kepolisian Daerah (Polda) Aceh mulai mengusut kasus dugaan percobaan pemerkosaan atau rudapaksa yang dialami perempuan berusia 19 tahun, di Aceh Besar.
Kasus ini ditangani Sub Direktorat Remaja, Anak dan Wanita (Subdit Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Aceh.
“Iya betul dihandel oleh Subdit Renakta Dit Reskrimum Polda Aceh,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Aceh, Kombes Pol Winardy, saat dikonfirmasi, pada Kamis (21/10/2021).
Kasus tindak pidana yang dialami gadis tersebut diakui Winardy, laporannya baru dibuat kemarin. Sehingga, saat ini pihaknya masih melakukan pendalaman kasus.
“Tentunya ada proses penyelidikan yang kita mulai untuk ungkap,” ujarnya.
“Kita buat LP (laporan polisi) jemput bola ke rumah korban, sekalian cek TKP dan buatkan LPnya,” imbuh Winardy.
Seperti diberitakan sebelumnya, seorang gadis yang bermukim di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, menjadi korban percobaan pemerkosaan dilakukan seorang pria tak dikenal.
Ketika akan membuat laporan di Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banda Aceh, petugas diduga menolak membuatnya dikarenakan korban belum divaksin.
Sedangkan saat membuat laporan di Polda Aceh, petugas yang telah meminta keterangan korban tidak mengeluarkan STPL (Surat Tanda Penerimaan Laporan).
Terkait kejadian itu, pihak Polda Aceh menyampaikan klarifikasi pemberitaan. Secara tegas Winardy mengatakan, bahwa tidak ada penolakan yang dilakukan kepolisian di jajarannya terhadap keinginan masyarakat menyampaikan laporan.
Saat itu, katanya, pelapor diminta untuk scan QR Code PeduliLindungi, di situ diketahui yang bersangkutan belum vaksin. Selanjutnya ditawarkan untuk divaksin, lalu pelapor menyatakan tidak bisa, karena ada penyakit bawaan.
Kemudian petugas menawarkan untuk diperiksa oleh dokter dan diterbitkan surat keterangan, akan tetapi korban menolak. Lalu pelapor dengan keinginannya sendiri pulang meninggalkan Mako Polresta.
“Jadi, tidak ada yang namanya penolakan, bahasanya jangan dipelintir. Yang ada, pelapor diarahkan untuk vaksin dan setelah itu silakan melaporkan kembali,” kata Winardy, pada Rabu (20/10/2021).
Selain itu, Winardy juga meluruskan tentang pemberitaan tidak adanya tanda bukti lapor saat korban melanjutkan laporannya ke Polda Aceh. Dalam hal ini, ia juga dengan tegas mengatakan itu sesuai dengan konsultasi yang diterima penyidik.
Karena, setiap laporan yang dianggap krusial dan sensitif, pihak SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) mengarahkan pelapor untuk konsul ke bagian yang menanganinya, dalam hal ini Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dit Reskrimum Polda Aceh.
“Saat konsul, petugas menerimanya dengan baik. Bahkan diberikan makan dan minum. Namun, saat itu pelapor merasa tidak nyaman karena yang mengambil keterangan adalah Polisi Pria. Karena para Polwan sedang melaksanakan vaksinasi massal Dit Reskrimum.
Pelapor bersama pendamping memilih pulang dan akan melaporkannya kembali saat ada Polwan. Nomor petugas pun sudah dikasih,” terang Winardy.
Namun demikian, Polda Aceh melalui Dit Reskrimum yang diwakili Unit PPA sudah mengerahkan anggotanya ke lapangan untuk melakukan pendalaman dan langkah proaktif dengan mendatangi pelapor.
Setelah diinterview dan meninjau TKP, petugas langsung menuntaskan laporan tersebut di rumah korban.
“Penyidik juga sudah mengambil keterangan lengkap dari pelapor ke rumahnya. Sehingga, sekarang kasus dugaan pemerkosaan tersebut resmi ditangani Dit Reskrimum Polda Aceh,” ujar Winardy.
Dalam kesempatan itu juga Winardy mengimbau, agar masyarakat yang belum vaksin untuk segera melaksanakannya. Karena itu perlu untuk mempercepat terciptanya herd immunity di Aceh.
Saat ini, Aceh baru 28 persen yang vaksin dan urutan ke-31 se-Indonesia. Oleh karena itu, segera vaksin di gerai-gerai vaksin yang disediakan pemerintah.
Apalagi, katanya, apliaksi PeduliLindungi mengharuskan masyarakat vaksin agar bisa dengan mudah mengakses tempat-tempat tertentu, seperti pelayanan publik.