Pospera Aceh Dukung KPK Usut Tuntas Korupsi Mega Proyek
Dewan Pimpinan Daerah Posko Perjuangan Rakyat (DPD Pospera) Aceh meminta Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) mengusut tuntas dugaan kasus korupsi mega proyek di Aceh.
Hal itu disampaikan Ketua DPD Pospera Aceh, Fakhrurazi, dalam konferensi pers terkait menyikapi kondisi Aceh terkini, pada Selasa (29/6/2021).
"Mendukung upaya-upaya KPK dalam melakukan penyelidikan dan memberantas korupsi di Aceh yang transparan," kata Fakhrurazi.
Ia menyampaikan, Aceh telah memperoleh dana otonomi khusus dari pemerintah pusat mulai 2008-2021. Selama itu, dana yang telah diterima mencapai Rp88,2 triliun.
Meski mendapat asupan dana yang besar, Aceh masih menjadi provinsi termiskin di Pulau Sumatra. Bahkan termiskin keenam di Indonesia dengan tingkat kemiskinan hingga 15%.
Anomali anggaran, dikatakan Fakhrurazi, semakin lucu ketika Aceh tahun lalu masih memiliki dana Sisa Lebih Pembiayaan (Silpa) sebesar Rp3,9 triliun dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2020 sebesar Rp14,4 triliun.
Sementara di tahun 2021, disebutkannya, Pemerintah Aceh memiliki dana APBA sebesar Rp16,76 triliun. Akan tetapi, realisasi anggaran hingga 25 Juni 2021 baru 23,7% dianggap masih sangat minim.
"Bahkan ini pun masih tergolong jauh untuk yang ditargetkan 30 Juni sebesar 30% padahal ini sudah satu semester," ungkap Fakhrurazi.
Jika besarnya anggaran yang dimiliki tak dikelola secara efektif dan efisien, tentu hal ini dikatakan, tidak akan membawa efek manfaat kepada rakyat Aceh.
"Sehingga wajar jika publik bertanya seserius apa Pemerintah Aceh saat ini bekerja untuk rakyat dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan," imbuhnya.
Ia menambahkan, belum lagi terkait kasus dugaan korupsi dalam sejumlah mega proyek yang ada di Aceh.
Seperti, pengadaan Kapal Aceh Hebat 1, 2 dan 3 yang menyedot anggaran sebesar Rp178 miliar, proyek tahun jamak (multiyears) 14 ruas jalan dengan total anggaran Rp 2,4 triliun.
Selanjutnya, pembangunan Gedung Oncology Center Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) bersumber APBA 2019-2021 dengan skema pembiayaan kontrak multiyears sebesar Rp 237 miliar, dana refocusing Covid-19, serta beberapa dugaan kasus korupsi lainnya.
Adanya isu indikasi korupsi tersebut, membuat penegak hukum turun tangan, khususnya KPK RI untuk melakukan penyelidikan guna mengusut proyek-proyek tersebut.
"Tentunya ini merupakan hal yang patut disambut dengan baik agar perilaku koruptif di lingkungan Pemerintahan Aceh dapat dibabat habis dan akan menjadi efek jera kepada pejabat-pejabat yang korup agar dihukum dengan seberat-beratnya," ucap Fakhrurazi.
"Dan kita berharap agar KPK RI juga mengusut indikasi korupsi selain kasus yang tersebut secara tuntas," tambahnya.
Meski secara tegas meminta KPK memberantas kasus korupsi di Aceh, namun Pospera tidak ingin kerja dari lembaga antirasuah tersebut juga mempengaruhi pembangunan di Aceh.
"Namun jangan sampai kerja-kerja KPK membuat Pemerintah Aceh terbelenggu dan tidak fokus dalam pelaksanaan pembangunan Aceh," ujarnya.
Selain itu, Pospera Aceh juga menyampaikan sejumlah sikap, di antaranya meminta Pemerintah Aceh untuk fokus menangani Pandemi dan melakukan penyembuhan ekonomi yang dialami rakyat Aceh yg di akibatkan oleh pandemi Covid-19.
Pemerintah Aceh harus meningkatkan realisasi APBA, sebagai upaya mendongkrak perekonomian rakyat yang hari ini terkena dampak dari pandemi Covid-19.
Pospera Aceh juga akan terus mengawal perkembangan proses penyelidikan mega skandal korupsi yang sedang didalami oleh penegak hukum khususnya oleh KPK.
Terakhir, mengajak seluruh elemen rakyat Aceh, Ormas, OKP, KNPI Aceh, paguyuban dan mahasiswa untuk turut serta aktif mengawal kinerja Pemerintahan Aceh saat ini.[]