Produk Politik Memengaruhi Ketidaktertarikan Anak Muda Dalam Berpolitik
"Apa yang kita pikirkan menentukan apa yang terjadi pada kita. Jadi, jika ingin mengubah hidup kita, perlu sedikit mengubah pikiran kita." - Wayne Dyer.
Oleh: Iwani Ramadhan, SH
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Republik Indonesia No. 7 Tahun 2017 menyatakan bahwa Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden.
Dan untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan bunyi peraturan di atas, maka ada dua unsur penting yang mungkin dapat menjadi konsentrasi pemilih maupun yang dipilih, yang pada unsurnya disebutkan bahwa “kedaulatan ditangan rakyat” dan pemilihan harus bersifat “jujur”. Ketidaktertarikan anak muda saat ini dalam berbicara politik pada dasarnya dipengaruhi pada dua hal ini.
Pertama, saat ini anak muda melihat dan merasakan kedaulatan tidak seutuhnya dimiliki oleh rakyat. Orang-orang yang menjadi wakil mereka di gedung kehormatan dinilai tidak mewakili aspirasi masyarakat umum sehingga bertolak dengan harapan.
Tidak hanya itu, fungsi pengawasan sangat lemah serta minim sekali bahkan tidak ada satu buah regulasi pun yang dikeluarkan selama menjabat di dewan. Padahal hakikatnya salah satu orientasi dari politik adalah sebuah kebijakan dan harus ada produk hukum yang harus memihak pada masyarakat umum.
Salah satu contohnya adalah banyaknya tenaga honorer atau tenaga kontrak seperti tenaga kesehatan (nakes) yang perlu kita pertanyakan. Apa program pemerintah untuk mensejahterakan mereka? Apa program pemerintah untuk menstabilkan harga pupuk bagi petani, pendidikan yang berkualitas sehingga literasi anak meningkat?
Ketika semua hal tersebut tidak terjawab dulu, sekarang, dan masa yang akan datang maka distrust politik akan terus terjadi dalam masyarakat khususnya anak muda di lingkungan masyarakat.
Kedua, Jujur merupakan sebuah unsur penting yang wajib dimiliki dalam budaya politik. Jika budaya jujur dimiliki setiap individu pelaku politik maka pendidikan politik kita akan cukup membantu memperbaiki nilai-nilai demokrasi.
Karena pada faktanya money politic, janji politik, dan isu politik yang buruk, amat sangat menganggu ketertarikan generasi muda akan pentingnya mengenal politik.
Saat ini, kebijakan pemerintahan sangat minim dalam mensejahterakan rakyat sehingga sangat memengaruhi kepercayaan anak muda. Tentu kita bisa berdebat panjang untuk hal ini.
Namun pemerintah juga harus mengoreksi sejauh mana kebijakan itu telah berpengaruh untuk petani, siswa buruh, tenaga kontrak, dan lainnya? Tentu pemerintah harus banyak melihat kondisi lapangan secara utuh bukan hanya sekedar mengikuti kegiatan yang sifatnya ceremonial saja.
Atas dasar pemikiran di atas dan masalah-masalah yang saat ini kita hadapi banyak anak muda yang dengan spirit politik sudah terjun ke politik praktis guna melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang berkualitas.
Hal ini tentu dengan adanya gagasan-gagasan yang segar dan baru sehingga kita berharap dapat membuat harapan baru dalam masyarakat.
Dari data lapangan, banyak anak muda berpartisipasi dalam mewakili rakyat di kantor kehormaatan Dewan dalam. Bahkan yang sedang menempuh pendidikan diperguruan tinggi sekalipun menuntun mereka untuk terlibat dalam pesta demokrasi khususnya di 2024 mendatang.
Generasi muda merupakan pilar utama dalam sendi kehidupan masyarakat salah satunya dalam berpolitik. Sehingga untuk memenuhi unsur tersebut maka generasi muda melibatkan diri untuk bertarung di pesta tersebut dengan berbagai sudut pandang yang berbeda.
Pakar politik Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Dr. M. Mubarok Muharam, M.IP menilai keterlibatan generasi muda merupakan suatu keharusan guna mensukseskan pesta demokrasi yang digadang-gadang sebagai gerbang strategis menuju Indonesia emas 2045.
Ia menilai, generasi muda merupakan entitas penting yang dapat mempertahankan eksistensi dan pengaruh dari sebuah kebijakan yang dilakukan pemimpin.
Pentingnya peran generasi muda dalam menyokong Pemilu 2024 membuat mereka harus cerdas dalam bertindak serta selektif dalam memilih pemimpin.
"Pemuda jangan bersikap ikut arus dan oportunis. Pemuda dapat berpartisipasi pada pemilu dengan real, selektif memilih pemimpin yang kapabel, aspiratif dan akomodatif," jelas dosen Ilmu Politik UNESA itu.
Dalam islam, peran pemuda juga digambarkan. Soal ini, Habib Husein Ja’far mengungkapkan bahwa dalam konteks kebangsaan bahwa suatu negara tidak akan merdeka tanpa peran penting pemuda.
Nabi memberikan perhatian dan perlakuan khusus bagi pemuda seperti empat pemuda di zaman Rasulullah. Mereka diberikan waktu dan tempat khusus untuk belajar karena Rasulullah tahu betapa besar perannya dimasa depan.
Masa depan tergantung generasi mudanya. Islam akan dapat menjadi lebih baik di masa depan dan juga sebaliknya lebih buruk, tergantung pada pemudanya.
“Karena anak muda menjadi mayoritas masyarakat, bisa menjadi bencana demografi atau bonus demografi,” kata Habib Husein seperti dilansir dari laman resmi Univesitas Islam Indonesia.
Pemuda, kata Habib, harus siap melangkah dalam kebenaran dan tidak boleh terbawa arus. Artinya, kehadiran pemuda dalam peran politik menjadi keharusan seiring akan bergantinya fase dan masa yang tergantikan.
"Apa yang kita pikirkan menentukan apa yang terjadi pada kita. Jadi, jika ingin mengubah hidup kita, perlu sedikit mengubah pikiran kita." - Wayne Dyer.
"Selalu menjadi anak muda yang peduli, memilih jalan suci penuh kemuliaan. Kau akan menjalani kehidupan ini penuh kehormatan. Kehormatan seorang petarung." - Tere Liye.[]
*Penulis adalah pengamat sosial Bener Meriah.
Editor: Junaidi