Strategi Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Pendekatan Sosial Budaya

dr. Jawahir Syahputra 
Penulis:

Oleh dr. Jawahir Syahputra 

Hari AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome) sedunia terus diperingati setiap tahunnya tepat pada 1 Desember. Salah satu tujuan peringatan ini adalah bagaimana pentingnya mencegah HIV/AIDS yang kasusnya sampai dengan saat ini masih terus tercatat dengan berbagai perubahan-perubahan angka yang terus bergerak di beberapa center kesehatan baik dalam skala nasional hingga di wilayah kerja Provinsi dan Kabupaten/Kota. 

Di Aceh sendiri kasus ini juga turut mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Aceh, sepanjang tahun 2021 saja tercatat 155 orang kasus baru yang positif HIV/AIDS dengan positif HIV berjumlah 100 orang dan positif AIDS berjumlah 55 orang. Sementara di tahun sebelumnya pada 2020, kasus ini berjumlah 142 kasus dengan HIV sebanyak 63 orang dan AIDS 79 kasus. Tren ini jelas menunjukkan peningkatan kasus positif HIV/AIDS di Provinsi Serambi Mekkah ini sepanjang tahun 2020 sampai dengan 2021.

Tentunya dengan merujuk pada peristiwa di atas, hal ini cukup menjadi perhatian dan evaluasi bersama bagaimana tren ke depannya dapat menekan angka kasus HIV/AIDS ini agar menurun. Minimal secara berlahan grafik tersebut bisa berangsur turun pastinya dengan beberapa program pemerintah Aceh maupun dengan upaya pendekatan – pendekatan sosial budaya khususnya di Provinsi Aceh yang memiliki Kekhususan tersendiri dalam menjalankan pemerintahan dibandingkan dengan Provinsi lainnya yang ada di wilayah Indonesia.

Upaya pencegahan yang menjadi salah satu strategi penting untuk menurunkan kasus tersebut harus menjadi bahan yang lebih difokuskan dengan berbagai program, dalam permasalahan ini secara umum menjadi tanggung jawab kita bersama tidak hanya tanggung jawab pemerintah dengan penetapan program secara nasional.

Keterlibatan semua sektor harus tersusun secara sistematis sehingga bisa terukur capaian yang menjadi target dengan berbagai pendekatan yang akan dilakukan terlebih Aceh yang memiliki culture yang berbeda sehingga dimungkinkan ada pendekatan khusus agar masyarakat bisa cepat menyerap informasi/pengetahuan terkait mengenai pecegahan tersebut dengan baik.

Selanjutnya adalah keterlibatan tokoh-tokoh agama serta berbagai komunitas-komunitas lainnya yang ada di Aceh juga menjadi tolak ukur yang sangat berpengaruh penting menjadi pertimbangan kuat dalam hal pencegahan, mulai dari komunitas di usia remaja yang berpotensi besar untuk mencoba melakukan hal-hal yang dianggap baru akan menjadi salah ketika tidak dibekali dengan pengetahun yang benar.

Kemudian sampai pada komunitas lainnya pastinya dengan berbagai pendekatan yang berbeda pula yang pada prinsipnya output yang dihasilkan dapat tersampaikan dan dimengerti oleh para penerima informasi tersebut, sehingga komunikasi dua arah itu berhasil.

Dari sisi lain kita ketahui bahwa dengan kekayaan Aceh yang memiliki 23 kabupaten/kota yang kaya akan alam yang begitu natural dan indah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk mengunjungi Aceh. Mulai dari garis pantai yang begitu indah sampai dengan daerah pegunungan dataran tinggi yang memiliki danau berhawa sejuk memiliki daya tarik tersendiri untuk dikunjungi sehingga menjadi pintu masuk siapapun untuk berwisata melancong ke Aceh sebagai bumi Serambi Mekkah.

Idealnya kita berharap untuk memiliki kesamaan padangan dalam hal ini, sehingga pentingnya peran pemerintah melalui dinas terkait untuk memfasiltasi secara berjenjang dan sistematis para tokoh-tokoh agama, palaku wisata dan komunitas – komunitas lainnya. Hal ini untuk duduk bersama menciptakan suatu strategi untuk pencegahan HIV/AIDS dari sudut pandang sosial dan budaya sehingga kenyamanan semua pihak untuk mengunjungi Aceh menjadi nilai plus dan penilaian tersendiri dengan kekhususan yang dimilikinya.

Pastinya ketika ada kombinasi antara pendekat tersebut sejalan dengan upaya Pemerintah Nasional melalui Kementrian Kesehatan akan mengakhiri endemic HIV pada 2030 dengan konsep mengejar target 95-95-95, yaitu 95% orang dengan HIV (ODHIV) mengetahui statusnya, 95% ODHIV diobati, dan 95% ODHIV mengalami supresi virus, ini bisa menjadi terukur dengan baik dan optimal.

Diakhir tulisan ini, semoga, dengan upaya dan strategi yang dibangun oleh pemerintah Aceh dan pihak terkait dapat dan mampu menekan angka HIV/AIDS yang ada di Aceh, sehingga eksistensi Aceh sebagai Serambi Mekah senantiasa terjaga akan kekhususannya. Semoga![]