Titik Nol Dan Makna Sebuah Perjalanan
Petualangan Augustinus dimulai dari Beijing menuju Afrika Selatan, Perjalanan pertamanya melalui Tibet, kemudian beranjak ke Nepal, India dan Pakistan. Begitu banyak orang-orang dari berbagai latar belakang, kepercayaan, adat istiadat dan karakter yang memberinya perspektif baru untuk hidup.
Awal Maret 2020 menjelma seperti mimpi buruk bagi masyarakat Indonesia. Wabah Covid-19 secara resmi masuk di Indonesia dan mulai menyebar. Dalam waktu yang singkat pemerintah harus mengambil kebijakan pemberlakuan Pembantasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Dengan berlakunya peraturan ini maka kebiasaan berinteraksi dengan banyak orang berkurang dan membuat hari-hari yang dilalui sangat memiliki keterbatasan, atau bisa dikatakan jauh dari menyenangkan.
Alih-alih keluar buat nongkrong dengan teman-teman, saya lebih memilih waktu luang dengan membaca buku, dan pilihan saya saat itu tertuju pada buku “TITIK NOL”. Benar, itu adalah sebuah novel berceritakan tentang makna suatu perjalanan yang ditulis oleh Agustinus Wibowo.
Setelah membaca novel ini saya merasa menemukan makna baru tentang kata “jauh” dan novel ini juga memberikan semangat untuk mengejar hasrat perjalanan bagi pembacanya.
Kenapa Titik Nol?
Titik nol adalah catatan perjalanan panjang seorang pemuda bernama Agustinus Wibowo, yang juga berisi renungan tentang perjalanan dan perjuangan ibunya melawan kanker. Dalam buku ini, pembaca akan melihat penulis dari dua sudut pandang.
Pertama seorang penulis pemberani, tak kenal lelah dalam pencarian makna hidupnya, dan kedua, pada saat yang sama Agustinus hanyalah manusia biasa yang tak luput dari derita, ketakutan, dan kesedihan.
Emosi yang tertuang dalam tulisannya begitu detail dan sangat jujur, pastinya akan membuat pembaca hanyut dan seperti tertarik ke dalam dunia penulis.
Perjalanan yang sukses bukanlah perjalanan yang menciptakan rasa senang karena telah mencapai tempat asing di dunia, tetapi perjalanan yang sukses adalah perjalanan yang dapat mematahkan hati, memperluas wawasan, dan membuka dunia baru di luar rumah kita. Perjalanan yang mengarah pada pemahaman tentang makna hidup.
Kisah yang ditulis oleh Agustinus Wibowo ini memberikan gambaran tentang naik turunnya suatu perjalanan dan cerita petualangannya menaklukkan berbagai tempat. Agustinus lebih dari sekadar turis yang hanya melihat keindahan suatu negeri, berfoto, dan lantas pergi.
Namun apa yang dilakukan Agustinus? ya, dia melebur di dalamnya, belajar banyak tentang negeri-negeri yang sulit ditembus, tinggal di rumah-rumah penduduk desa, dan memahami serta merasakan dilema sosial yang terjadi di sana.
Mulai Dari Beijing
Petualangan Augustinus dimulai dari Beijing menuju Afrika Selatan, Perjalanan pertamanya melalui Tibet, kemudian beranjak ke Nepal, India dan Pakistan. Begitu banyak orang-orang dari berbagai latar belakang, kepercayaan, adat istiadat dan karakter yang memberinya perspektif baru untuk hidup.
Bersama para bodyguards Afghan di Konsulat Afghan di Pakistan (AGUSTINUS WIBOWO/agustinuswibowo.com)
Agustinus tahu perjalanannya tidak selalu mulus, seorang backpaker dengan sedikit uang dan harus selalu mencari jalan pintas. Di Tibet dia masuk secara ilegal hanya bermodalkan wajahnya yang terlihat seperti penduduk lokal, ia berhasil berziarah di sekitar Kangrinboqe yang keramat.
Namun ketika memasuki Himalaya, dompetnya dicuri dan menjadi musafir kere, meski penuh rintangan dan terkantung-kantung di Nepal, Agus tetap melihat hal positif yang membuatnya belajar apa arti hidup.
Saat pindah ke India, Agustinus harus menghancurkan imajinasinya, disana dia berhadapan langsung dengan semrawutnya kehidupan dilengkapi dengan lingkungan yang kotor dan kumuh setelah menginjakkan kakinya di negeri Bollywood.
Tak hanya itu, bagi turis yang tidak mengerti orang India maka dengan sangat mudah menjadi korban tipu-tipu. Terlepas dari hal yang tidak menyenangkan itu semua, India juga menawarkan tempat-tempat kuno yang sangat menarik.
Perjalanan berlanjut ke Pakistan, negeri yang kehidupan keagamaan islamnya begitu kuat, Agustinus diperlakukan dengan sangat ramah dan sangat akrab oleh masyarakat setempat. Disana dia mengajukan diri untuk menjadi relawan gempa bumi di lembah-lembah Kashmir yang mempesona. Ini menjadi satu tujuan yang tinggi dan mulia baginya.
Setelah Kashmir pulih Agustin melanjutkan perjalanannya ke negeri perang yaitu Afghanistan, Agustinus menyaksikan berbagai konflik dan perang agama di sana.
Saat itu, Taliban, yang telah memerintah selama beberapa tahun dikalahkan oleh pasukan NATO dan AS. Namun, perang dan konflik terus belanjut, setiap kali bom meledak, tembakan, kekerasan, penculikan bukan lagi hal yang mengejutkan bagi masyarakat di negeri yang dilanda perang ini.
Saat melanjutkan perjalanannya kembali, Agus mengetahui bahwa ibunya menderita kanker. Akhirnya ia pulang setelah berkelana jauh meninggalkan rumah, keluarga dan negerinya sendiri untuk memenuhi rasa keingintahuannya akan dunia luar.
Agustinus pulang ketika ibunya sudah lemah dan terbaring diranjang rumah sakit, lalu ia bersujud di sampingnya. Di sisi ibunya, Agus masih merasa dirugikan, ia kembali ke titik nol awal perjalanannya. Namun bersama ibunyalah dia menemukan semua makna dari perjalanan yang dia cari.
Buku terbitan Gramedia setebal 556 halaman ini, sudah memasuki cetakan kesembilan di Januari 2020. Bagi kalian yang ingin sekali belajar dari perjalanan Agustinus Wibowo, Anda belum terlambat. Selamat membaca, dan menyelami makna tentang hidup dan perjalanan.
Editor: Hendra Syahputra