AJI Minta Jurnalis Disiplin Verifikasi dan Patuh Kode Etik

Waktu Baca 4 Menit

AJI Minta Jurnalis Disiplin Verifikasi dan Patuh Kode Etik
Tangkapan layar Ketua Umum AJI Sasmito dalam "Peluncuran Catatan AJI atas Situasi Kebebasan Pers Indonesia 2021" secara daring yang ditayangkan di YouTube, Jakarta, Senin (3/5/2021). ANTARA/Syaiful Hakim

Sejumlah media massa telah melakukan kesalahan pemberitaan yang fatal karena mengutip serta merta siaran yang dikeluarkan Satuan Tugas Nemangkawi yang dikeluarkan Kamis (6/5/2021).

Media massa tersebut keliru karena menuliskan nama narasumber sesuai rilis tersebut tanpa melakukan verifikasi.

Kesalahan berawal ketika media massa mengutip siaran pers Satuan Tugas (Satgas) Nemangkawi tentang acara webinar “Memahami Papua, serta Upaya Penyelesaian Secara Kolaborarif dan Holistik" di Jakarta, yang diselenggarakan Indonesia Publik Institute (IPI), Kamis (6/5/2021).

Rilis itu memuat pernyataan dari seseorang yang disebut sebagai Nicholas Youwe, mantan tokoh senior pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Seperti diketahui, Nicholas Youwe atau biasa ditulis Nicolaas Jouwe adalah salah seorang tokoh pendiri OPM yang telah meninggal dunia pada 16 September 2017.

"Bagaimana mungkin seseorang yang telah meninggal dunia memberikan sebuah pernyataan," kata Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim melalui keterangan tertulisnya yang diterima readers.ID, Minggu (9/5/2021).

Belakangan setelah ramai di lini massa, narasumber yang dimaksud adalah Nicholas Messet atau Nick Messet.

"Penulisan nama narasumber yang keliru serta sikap penulis berita yang tidak menguji sumber informasi ini jelas melanggar pasal 1 dan pasal 3 Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers," ungkap Sasmito.

Ketua AJI Indonesia itu melanjutkan, kesalahan berjamaah juga bersumber karena media-media massa terutama pelanggan Kantor Berita Antara serta merta mengutip berita berjudul “Pendiri OPM Sebut Veronica Koman Tak Berhak Bicara Masalah Papua” yang dipublikasikan Minggu (9/5/2021) oleh kantor berita pemerintah tersebut.

Kantor Berita Antara sendiri telah mengakui keliru dan melakukan koreksi serta permintaan maaf atas kesalahan dalam pemberitaan tersebut.

"Sayangnya, klarifikasi dan permintaan maaf ini belum diikuti oleh media-media massa baik yang mengutip Antara maupun mengutip secara langsung dari rilis Satuan Tugas Nemangkawi," ujar Sasmito.

"Alih-alih melakukan koreksi dan meminta maaf, sebagian media-media online justeru menambah kesalahan dengan mencabut pemberitaan tersebut. Perbuatan mencabut berita tanpa melakukan klarifikasi atau ralat jelas melanggar poin 4 dan poin 5 dalam Pedoman Pemberitaan Media Siber," tambahnya.

Karena itu, lanjut Sasmito, AJI Indonesia sebagai organisasi jurnalis yang peduli terhadap kepatuhan jurnalis dalam menaati Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan Media Siber menyesalkan dan mengecam kesalahan tersebut.

Pihaknya menyerukan, pertama, setiap jurnalis dan media massa harus skeptis saat menerima informasi termasuk dari siaran pers.

"Tugas jurnalis adalah melakukan disiplin verifikasi dan cover both side agar berita yang dihasilkan akurat serta berimbang," jelas Sasmito.

Kedua, lanjutnya, bagi media-media siber untuk tidak mencabut berita yang keliru melainkan segera melakukan klarifikasi, koreksi dan meminta maaf serta memuat hak jawab bagi pihak-pihak yang dirugikan akibat kesalahan dalam pemberitaan tersebut.

"Ketiga, dalam kasus-kasus yang sarat kepentingan terutama dugaan pelanggaran HAM di Papua, jurnalis sebagai watch dog harus bersikap dan bertindak independen, objektif dan berimbang," ujar Sasmito.

"Tidak mengandalkan satu sumber saja dalam pemberitaannya melainkan menggali berbagai narasumber agar publik mendapatkan informasi dan pemahaman yang akurat, berimbang dan komprehensif," pungkasnya.[]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...