Amnesti Saiful Mahdi, Rektor USK: Itu Hak dari Presiden
Rektor Universitas Syiah Kuala (USK), Samsul Rizal menyampaikan, amnesti yang diberikan Presiden Republik Indonesia kepada Saiful Mahdi, dosen USK sekaligus terpidana kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan hak presiden.
Pemberian pengampunan hukum dari orang nomor satu di Indonesia usai mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), pada Kamis (7/10/2021), dikatakannya, merupakan tindakan kemanusiaan.
“Ya bagus, demi kemanusiaan ya itu hak dari presiden yang memberikan amnesti,” kata Samsul Rizal.
Dalam kasus ini, dosen Jurusan Statistika Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USK itu dijelaskan Samsul Rizal, telah terbukti bersalah mencemarkan nama baik melalui media sosial.
Itu dibuktikan dari putusan Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh yang kemudian kembali dipertegas oleh putusan Mahkamah Agung.
“Soal dia bersalah, ya sudah diputuskan pengadilan --Saiful Mahdi-- bersalah. Kan amnesti itu meminta akui bersalah, minta ampun,” ujarnya.
Di sisi lain, rektor USK itu menyampaikan, seharusnya kasus ini tidak harus sampai ke meja hijau apabila Saiful Mahdi mengakui kesalahannya dan menyampaikan permintaan maaf melalui WhatsApp grup.
Sebab, permasalahan ini dikatakannya, bisa diselesaikan oleh pihak kampus tanpa harus berujung dengan pelaporan ke pihak kepolisian.
“Kalau dia dulu mengakui bersalah, sudah dari dulu tidak perlu pengadilan. Dua tahun lalu sudah kita ajukan. Kan ada surat, mintalah surat itu,” ucap Samsul Rizal.
“Ini kan hal kecil sekali. Padahal pihak universitas sudah memutuskan, kalau dia meminta maaf dan dia mau meminta maaf, ya sudah selesai. Meminta maaf di tempat dia menulis,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Saiful Mahdi divonis bersalah melanggar UU ITE oleh majelis hakim PN Banda Aceh atas tindakannya yang dianggap telah mencemarkan nama baik melalui media sosial.
Tindakan berujung vonis tiga bulan penjara dan denda Rp10 juta tersebut, berupa kritikan hasil tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2018, untuk dosen Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala yang disampaikan oleh Saiful Mahdi.
Kritikan itu disampaikannya dalam grup WhatsApp, ‘Unsyiah KITA’ yang beranggotakan akademisi di kampus berjulukan Jantong Hatee Rakyat Aceh tersebut, pada Maret 2019.
Adapun kritikan yang ditulis oleh Saiful Mahdi, yakni sebagai berikut:
“Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat “hutang” yang takut meritokrasi.”
Tidak terima dengan apa yang disampaikan oleh dosen Jurusan Statistika FMIPA dalam tulisan itu, Dekan Fakultas Teknik Unsyiah, Taufik Saidi, kemudian melaporkan hal tersebut ke pihak kepolisian.
Ditahap persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, Saiful Mahdi divonis tiga bulan penjara dan denda Rp10 juta oleh majelis hakim usai dinyatakan bersalah atas pencemaran nama baik sehingga dijerat dengan UU ITE. Putusan itu ditetapkan pada April 2021 lalu.
Merasa tidak bersalah atas tindakannya tersebut, dosen USK itu lalu mengajukan banding hingga Mahkamah Agung, namun hasilnya tetap sama.
Proses eksekusi terhadap Saiful Mahdi dilakukan secara mandiri. Kedatangannya ke Kejari Banda Aceh, diantar langsung oleh istri, para pendukung, serta kuasa hukumnya, yakni Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, pada Kamis (2/9/2021) lalu.