Ancaman “Tsunami” Corona di Tanah Rencong

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh sejak pertama kali muncul virus corona di Tanah Rencong berkali-kali mengingatkan ketegasan pemerintah untuk memperketat warga luar masuk ke Aceh. Mempercepat proses screening dan pemetaan penyebaran virus corona di tengah masyarakat, agar dapat segera diantisipasi.
Setiap kali ada hari besar keagamaan maupun libur panjang. IDI Aceh juga berulang kali memberikan masukan kepada pemerintah untuk mewaspadai penyebaran Covid-19. Bahkan pada 2020 lalu, IDI Aceh pernah menyampaikan Aceh belum masuk gelombang kedua pandemi Covid-19.
Lonjakan kasus Covid-19 masih terus terjadi di Aceh semenjak awal Mei. Data Satgas Penanganan Covid-19 di Aceh jumlah kasus positif baru terhitung 1 Mei hingga 14 Mei terus terjadi peningkatan. Kendati fluktuatif, namun secara umum rata-rata angkanya di atas 100 pasien positif virus corona bertambah setiap harinya.
Pada 1 Mei jumlah kasus baru positif Covid-19 mencapai 124 orang, meskipun keesokannya mengalami penurunan hanya 68 orang, tetapi angkanya tetap melambung di atas 50 orang.
Pada 4 Mei kasus positif baru di Aceh kembali naik menjadi 98 orang dan terus merangkak naik pada 5 Mei menjadi 91 orang dan keesokannya, 6 Mei angka postif tembus 107 orang.
Pada 8 Mei kasus masih bertahan sebanyak 100 orang postif Covid-19, kendati mengalami penurunan pada 9 Mei hanya 28 orang. Namun tak bertahan lama, besoknya pada 10 Mei kembali melonjak drastis ditemukan kasus positif sebanyak 68 orang.
Pada 11 Mei Aceh hampir seluruhnya berstatus oranye total dengan adanya penambahan kasus positif baru sebanyak 100 orang. Lalu berselang satu hari, pada 11 Mei angka positif baru semakin bertambah menjadi 128 orang di Aceh.
Meskipun pada 13 Mei mengalami penurunan hanya ditemukan 26 kasus positif baru dan 14 Mei bertambah 5 orang. Namun tidak bisa bergembira dulu karena angka mulai turun di bawah angka 10 kasus, karena ruang isolasi Covid-19 Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA) Banda Aceh nyaris penuh dan telah melampaui puncak kurva tahun lalu.
Ketua IDI Aceh, Safrizal Rahman menyampaikan, lonjakan kasus di Aceh sebenarnya menjadi pertanda bahwa Covid-19 masih jauh dari kata selesai. Virus corona akan menghampiri saat semua lengah, abai menerapkan protokol kesehatan.
“Dia akan datang kembali saat kita lengah,” kata Safrizal saat dihubungi readers.ID, Rabu (21/4/2021).
Katanya, terbukti saat masyarakat mulai abai dengan prokes, dimana masker mulai dilepas, cuci tangan tidak lagi dilakukan, serta kerumunan masyarakat terus terjadi. Maka, virus SAR-cov2 akan kembali masuk ke tubuh manusia dan berkembang lagi menjadi lonjakan kasus dan sulit dikendalikan bahkan hingga merenggut nyawa.
Pengalaman berbagai negara, sebutnya, seperti India dan Brazil yang mengendorkan pertahanan manakala terjadi penurunan kasus, menyebabkan rebound serangan kedua yang lebih hebat lagi.
“Ini harus menjadi pelajaran bagi kita. Penurunan kasus harus dimanfaatkan untuk menyiapkan diri terhadap lonjakan berikutnya. Pandemi ini harus terus diwaspadai sampai otoritas kesehatan dan pemerintah mengatakan sebaliknya,” kata Safrizal.
“Penurunan kewaspadaan kita hingga menimbulkan lonjakan kasus baru hanya akan memperpanjang dampak pandemi ini secara menyeluruh terutama bagi perekonomian,” tambahnya.
Ketua IDI Aceh itu juga mengingatkan, Aceh kembali dihantui dengan peningkatan signifikan kasus baru menghadapi lebaran. Langkah antisipasi yang diambil pemerintah berupa larangan mudik dengan mengumumkan untuk menghentikan semua transportasi umum sejak 6-17 Mei merupakan antisipasi tepat dalam upaya mengurangi pergerakan manusia.
“Secara Nasional ini dianggap mampu mengurangi pergerakan hingga 80 juta manusia. Perkiraan peningkatan kasus juga harus diantisipasi pemerintah Aceh berkaca dari pengalaman lebaran tahun 2020,” ungkap Safrizal.
Di samping upaya preventif untuk mengurangi pergerakan manusia, pemerintah juga diharapkan menyiapkan kembali fasilitas kesehatan dan pendukung lainnya terhadap lonjakan kasus.
“Fasilitas itu termasuk pemeriksaan swab acak di pusat-pusat keramaian, persiapan hotel karantina bagi yang positif dan bergejala ringan serta secara terus menerus melakukan pemantauan kepatuhan prokes di masyarakat,” pungkasnya.
Sekretaris Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Prof. dr. Soedjatmiko, menjelaskan bahwa anak-anak tidak diimunisasi akan sangat rentan terpapar virus Covid-19. Hal itu dikarenakan tidak mempunyai kekebalan tubuh yang kuat.
Menanggapi hal itu, Safrizal Rahman, menyampaikan virus yang rentan terhadap anak-anak yaitu yang merupakan virus varian baru. Sebab, pada virus Covid-19 varian awal anak-anak memiliki kekebalan yang angka inveksinya lebih sedikit, karena itulah dibutuhkannya imunisasi.
“Belakangan ternyata variasi daripada virus tersebut mulai ada kemampuan untuk menginvesksi anak-anak juga, jadi anak-anak juga udah mulai terkena Covid-19,” katanya kepada readers.ID, Minggu (2/4/2021).
Menurut Safrizal, jika dilihat dari varian yang awal, anak-anak memiliki kekebalan yang angka inveksinya lebih sedikit ketimbang orang dewasa. Kemudian vaksin yang dibuat juga belum dilakukan penelitian terhadap anak-anak.
“Kemungkinan rawannya, kalau virus yang beredar itu varian baru bisa jadi juga akan kena kepada anak-anak,” ujar Safrizal.
Safrizal menjelaskan, meledaknya kasus Covid-19 India baru-baru ini menyebabkan banyak anak-anak juga ikut terpapar, bahkan tidak sedikit harus meregang nyawa.
Apa yang terjadi di India, menurut Saftizal berawal gara-gara mengabaikan protokol kesehatan, dan itu juga sudah terjadi di Aceh. “Masyarakat sudah mulai abai, nah kalau sudah mulai abai, tidak menggunakan masker lagi, tidak menjaga jarak lagi, maka ada kemungkinan akan juga mengalami apa yang di alami India,” ujarnya.
Safrizal berharap, supaya proses vaksinasi di Aceh akan terus meningkat, serta masyarat tidak lagi memperdebatkan soal vaksin, apakah bahaya atau tidak.
“Terlalu ketertinggalan kita. India itu sudah seratus juta orang divaksin masih bisa meledak seperti itu,” katanya.
Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh nyaris penuh. Pasien Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang kini dirawat di rumah sakit rujukan utama provinsi Aceh itu sudah mencapai 76 orang.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani secara tertulis kepada awak media massa di Banda Aceh, Jumat (14/5/2021).
“Informasi Wakil Direktur SDM di RSUDZA, dr Arifatul Khorida, MPH, waktu kami berkunjung kemarin, puncak pasien Covid-19 tahun lalu sebanyak 75 orang. Artinya jumlah yang dirawat saat ini melampaui puncak kurva itu,” jelasnya.
Juru Bicara yang akrab disapa SAG itu mengatakan, tempat tidur (bed) yang tersedia untuk perawatan pasien Covid-19 di RSUDZA Banda Aceh sudah terisi sekitar 62,96 persen, sejak tadi siang dan besar kemungkinan akan terus bertambah.
Kemudian SAG mengatakan, berdasarkan data yang diterima dari Kepala Bidang Pelayanan Medis, Dr dr Novina Rachmawati, M.Si.Med, Sp.THTKL,FICS, RSUDZA memiliki 108 bed perawatan bagi pasien-pasien rujukan Covid-19 dari suluruh Aceh.
Di Ruang RICU (Respiratory Intesive Care Unit) tersedia 12 bed dan delapan di antaranya sudah terisi pasien Covid-19. Di ruang RHCU (Respiratory High Care Unit) tersedia 20 bed dan sudah terisi 16 pasien.
Sementara di Ruang Rawat PINERE 1 sudah terisi penuh dari 15 bed yang tersedia. Ruang PINERE IV sudah terisi empat pasien dari 11 bed yang ada di sana. Sedangkan di Ruang Isolasi PINERE sudah diisi 33 pasien dari 50 bed yang disediakan, rincinya.
“Kondisi dan availability rumah sakit rujukan utama tersebut hendaknya menjadi alarm bagi manajemen RSUD kabupaten/kota agar makin meningkatkan selektifitas rujukan ke RSUDZA, dan juga mengoptimasi ruang perawatan yang dimilikinya,” katanya.
SAG mengatakan, selektifitas tersebut seyogyanya tidak menghambat pelayanan kepada pasien sesuai kebutuhan medisnya. Selektifitas rujukan dimaksud untuk merujuk pasien yang tepat pada waktu yang tepat.
Menurut Juru Bicara yang juga Epidemiolog itu, informasi daya dukung dan daya tampung RSUD di daerah sangat penting diketahui di masa pandemi Covid-19 ini. Bila kasus baru terus melonjak dan tak terkendali, sistem pelayanan rumah sakit akan jebol, dan kasus jebolnya sistem pelayanan rumah sakit pernah terjadi di Wuhan, Tiongkok, dan juga di India.
“Ratusan pasien Covid-19 terlantar di luar rumah sakit dan tidak tertangani di India baru-baru ini, dan petaka itu jangan sampai terjadi di Aceh. Mari terapkan protokol kesehatan untuk keselamatan bersama,” himbaunya.
Selanjutnya, seperti biasa, SAG melaporkan data akumulatif kasus Covid-19 di Aceh, per 14 Mei 2021. Jumlah kasus Covid-19 secara akumulatif telah mencapai 11.157 kasus/orang. Para penyintas, yang sembuh dari Covid-19 sebanyak 10.223 orang. Pasien masih dirawat 1.444 orang, dan penderita yang meninggal dunia sudah mencapai 490 orang.
Data akumulatif tersebut sudah mencakup penambahan lima kasus konfirmasi baru Covid-19 selama waktu 24 jam terakhir, pasien yang sembuh sebanyak 18 orang, dan tiga orang yang dilaporkan meninggal dunia.
Kasus-kasus konfirmasi positif hari ini meliputi warga Banda Aceh tiga orang, warga Pidie satu orang, dan satu lagi kasus positif baru warga dari luar daerah.
Sementara itu, 18 penderita Covid-19 dinyatakan sembuh, yakni warga Bireuen sebanyak tujuh orang, warga Aceh Tamiang dan Pidie sama-sama lima orang. Sedangkan satu orang lagi warga Kota Sabang.
Sedangkan tiga orang yang dilaporkan meninggal dunia dalam waktu 24 jam terakhir masing-masing satu warga Aceh Tamiang, satu orang warga Pidie, dan satu orang lagi warga Kota Banda Aceh.
“Hari ini bertambah tiga orang lagi meninggal dunia dengan status terkonfirmasi Covid-19 di Aceh,” tuturnya.
Lebih lanjut ia laporkan kasus probable yang secara akumulatif sebanyak 724 orang, meliputi 635 orang sudah selesai isolasi, 12 orang isolasi di rumah sakit, dan 77 orang meninggal dunia. Kasus probable merupakan kasus-kasus yang menunjukkan indikasi kuat sebagai Covid-19.
Sedangkan kasus suspek secara akumulatif tercatat sebanyak 9.004 orang. Suspek yang telah usai isolasi sebanyak 8.782 orang, sedang isolasi di rumah 150 orang, dan 74 orang sedang isolasi di rumah sakit.
Selain kasus positif terus bertambah di Aceh. Capaian vaksinasi baik dosis 1 dan 2 terendah di Indonesia.
Berdasarkan data dari vaksin.kemkes.go.id, realisasi vaksnasi dosis 1 Covid-19 di Aceh hanya 12,2 persen dan berada pada posisi paling buncit di Indonesia.
Begitu juga realisasi vaksinasi Covid-19 dosis 2, Aceh hanya 9,71 persen dari total 40 persen realisasi seluruh Indonesia. Lagi-lagi Aceh berada pada urutan paling akhir.
Berdasarkan data tersebut, bila masyarakat tidak patuh dan abai terhadap protokol kesehatan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh WHO, serta capaian imunisasi tidak memenuhi target. Ancaman “tsunami” virus corona bakal terjadi di Serambi Makkah. []



Komentar