Budaya LGBT dalam Tinjauan Islam

Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara FISIP UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Penulis:

Oleh: Putri Rizki Rahmatillah, Dinatuzahra, T. Afwan Karami, Nailul Authar, dan Ahmad Kamil

Saat ini kalangan masyarakat di Indonesia tengah hangat-hangatnya membicarakan mengenai topik Lesbian, Gay, Bisexsual dan Transgender (LGBT). Sesuai dengan undang-undang perkawinan, Kementrian Agama tetap melarang adanya perkawinan sejenis dan berkomitmen pada peraturan yang ada hal ini juga merupakan sikap tegas dari pemerintah terhadap isu-isu pembicaraan tentang LGBT di kalangan masyarakat yang meminta hak-haknya. 

Pertemuan yang dipimpin Wantimpres KH. Hasyim Muzadi pada Rabu (18/2) di Jakarta, membicarakan tentang masuknya budaya  LGBT di Indonesia, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan pendapatnya bahwa pemerintah harus konsisten untuk tidak memberikan pelayanan perkawinan sejenis. 

Kebijakan yang disampaikan oleh Menag selain tentang LGBT yaitu tentang memperkuat kekeluargaan melalui sosialisasi tentang pranikah dan BP4 (Badan Penasihat, Pembinaan dan Pelestarian)  dan memberikan pemahaman tentang LGBT oleh ormas keagamaan. Kebijakan ini masih dipending sehingga banyak suara yang tamping baik itu tentang penolakan dan pendukung LGBT.

Menag mengatakan dalam masa pertimbangan kebijakan ini Kemenag menerima banyak suara dari beberapa kalangan baik yang menolak ataupun yang menerima kebijakan tersebut. Masyarakat dari kalangan tersebut menyuarakan aspirasinya melalui demonstratif, mengatasnamakan HAM, juga dari akademisi yang melakukan kajian tersendiri melalui Balitbang tentang LGBT.

Dalam hal ini Menag juga menampung aspirasi masyarakat tentang kebijakan LGBT dan berencana untuk menambah materi tentang LGBT dalam pembelajaran Lembaga Pendidikan Islam, menetapkan program pembelajaran dan kursus tentang pranikah juga bahwa pernikahan merupakan yang sakral di lakukan olem 2 orang yang memutuskan untuk menikah dan juga menciptakan  ketentraman jiwa.

Ilustrasi LGBT (Foto: Pixabay)

Mengapa perilaku LGBT sangat bertentangan dengan ideologi negara Indonesia?

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menegaskan, LGBT bertentangan dengan Pancasila, sila pertama, sila kedua, sila ketiga, bertentangan dengan UUD NKRI Tahun 1945 pasal 28, terutama terkait dengan masalah hak untuk membuat keturunan, membuat keluarga, karena LGBT pasti tidak akan mementingkan keluarga dan keturunan. (30 Agustus 2022).

Pada saat ini fenomena LGBT menimbulkan rasa cemas dan meresahkan pada masyarakat luas. Maraknya promosi atau iklan kaum LGBT di media sosial, bahkan menjalar ke kampus, sekolah dan tempat umum lainnya. Banyak yang beranggapan fenomena ini akan menjangkit generasi penerus bangsa, oleh karena itu penolakan secara masif dilakukan oleh ormas, LSM dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta jajaran pemerintah. Kekhawatiran masyarakat tentang perkembangan gerakan kaum LGBT bukan tanpa alasan, salah satunya apabila gerakan LGBT dibiarkan eksistensinya di Indonesia adalah legalisasi perkawinan sejenis. Sebuah gerakan tidak mungkin ada tanpa target dan tujuan.  

LGBT dalam Tinjauan Hukum Islam

Syari’at (hukum Islam) bersifat universal, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, maupun sesama manusia dan alam. Dalam praktiknya Syari’at Islam senantiasa memperhatikan kemaslahatan manusia, dengan mengajak setiap pengikutnya untuk mematuhi perintah dan larangannya. 

Hukum Islam akan menindak tegas para pelaku yang melanggar ketentuan dan peraturan yang telah ditetapkan berdasarkan nash al-Qur’an dan hadis. Prinsip ini merupakan suatu yang esensial dan faktual dalam menangani problem yang terjadi dalam masyarakat Islam (Syaltut, 1968: 12).

Syari’at Islam berasal dari wahyu Allah Swt. Oleh karena itu, syari’at yang diturunkannya juga mempunyai satu sistem. Artinya, hukum-hukum yang dikandung Syari’at Islam tersebut tunduk pada satu landasan dan tujuan, sehingga ketentuan-ketentuannya pun seragam, tidak bertentangan antara satu dengan lainnya. Dalam hal ini, Islam membawa ajaran yang lengkap, mencakup seluruh aspek kehidupan. Tidak satupun aspek hidup dan kehidupan umat manusia yang lepas dari perhatian Islam. Di antara aspek kehidupan yang sangat penting yang di atur Islam adalah hubungan biologis atau seks. 

Seks merupakan suatu hal yang bersifat sakral dan harus disalurkan secara benar dan bermoral melalui pernikahan. Penyaluran seks di luar nikah disebut zina yang merupakan pelanggaran yang amat tercela. Akhir-akhir ini, perilaku seks berupa zina, homoseksual, lesbian, dan berbagai perilaku aneh dalam hal seks ini, marak dibahas oleh masyarakat Indonesia, baik melalui media elektronik, cetak, maupun melalui seminar dan diskusi. Istilah yang berkembang dalam perilaku seks dan perilaku aneh ini dinamakan dengan LGBT (Lesbian, gay, biseksual, dan transgender).

Perilaku gay atau homoseksual telah dikenal masyarakat dari masa ke masa. Pada kurun waktu tertentu perilaku ini dilakukan oleh kaum Nabi Luth a.s.. Al-Q ur’an al-Karim telah menggambarkan sifat-sifat kaum Nabi Luth yang tidak mau mengawini perempuan, sebagaimana terdapat dalam QS.al A’raf (7): 80-84. 

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya) (ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakanoleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?’. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri”. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikutpengikutnya kecuali isterinya, dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu), maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu”.(Departemen Agama RI, 1995: 234-235).

Larangan homoseks dan lesbian yang disamakan dengan perbuatan zina dalam ajaran Islam, bukan hanya karena merusak kemuliaan dan martabat kemanusiaan, tetapi resikonya lebih jauh lagi, yaitu dapat menimbulkan penyakit kanker kelamin, AIDS, dan sebagainya. Tentu saja perkawinan waria yang telah menjalani operasi penggantian kelamin dengan laki-laki, dikategorikan sebagai praktik homoseksual, karena tabiat kelaki-lakiannya tetap tidak bisa diubah oleh dokter, meskipun ia sudah memiliki kelamin perempuan buatan (Mahjuddin, 2003: 28).

Dilansir dari media sosial (instagram Haluan.com), seorang dokter wanita yang mendampingi pasiennya (pelaku gay atau homo) menceritakan soal dampak buruk dari perlakuan hubungan sesama jenis. Dokter mengatakan bahwa perbuatan gay atau homo (LGBT) merupakan tindakan penyimpangan seks yang memprihatinkan hingga sulit untuk disembuhkan salah satunya menyebabkan mereka (gay/homo) tidak bisa menahan kotoran keluar dari duburnya. Mirisnya, dampak tersebut sulit untuk diobati terkecuali dengan cara berhenti (taubat) dan melakukan penyuntikan lebih lanjut dengan sekali suntik mencapai Rp700 ribu.

*Penulis merupakan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Ar-Raniry Banda Aceh