Catatan Kelam: Aceh di 2024
Genapnya 2024 dan berganti ke 2025 hanya menghitung jari. Aktivitas dan perencanaan pembangunan dan kegiatan di negeri ini telah tutup buku dan akan kembali dibuka pada awal 2025 mendatang.
Segala bentuk dukungan pembangunan, proyek, dan seluruh agenda penting lainnya yang di kalangan perusahaan bahkan pemerintahan di seluruh Indonesia telah selesai, demikian juga dengan Pemerintah Aceh.
Sebelum menghadapi 2025, tulisan ini mengenang kembali kilas bali pada 26 Desember 2004 silam yang telah terukir catatan sejarah yang tidak pernah terlupakan dalam sejarah, baik lokal, nasional bahkan bahkan dunia sekalipun. Bulan ini menjadi catatan kelam bagi masyarakat Aceh di masalalu.
Setiap 26 Desember, Masyarakat dan Pemerintah Aceh terus mengenang sejarah itu melalui sejumlah momentum terutama bunyi alarm peringatan tsunami. Terlepas dari itu, di Desember 2024 ini, pemerintah Aceh mengadakan agenda penting lainya dengan skala internasional pada 22-23 Desember.
Tampak beragam kegiatan seminar dan agenda penting lainnya dengan tema Tsunami dihadirkan di sejumlah tempat di Banda Aceh seperti di kampus UIN Ar-Raniry, Anjung Mon Mata Pendopo Gubernur Aceh, dan Museum Tsunami.
Tsunami Aceh menjadi awal titik pembangunan besaran-besaran di Aceh. Triliunan bantuan dihadirkan ke Aceh sebagai bentuk kemanusiaan dan membangun kembali Aceh yang lebih maju.
Ditengah-tengah konflik yang terjadi, akhirnya “Perdamaian” juga terjadi hingga memunculkan sejumlah butir-butir Mou Helsinki, salah satunya adalah otsus Aceh.
Otsus Aceh setiap tahunnya terus gulirkan ke Aceh untuk membantu proses percepatan pembangunan, mengentaskan kemiskinan dan sebagainya. Namun sayangnya, Otsus tersebut masih belum mampu membantu Aceh sebagai mestinya yang diharapkan oleh pusat.
Hingga 2024 ini, otsus untuk Aceh terus bergulir meskipun banyak komentar terkait penggunaannya. Kini Dana otonomi khusus yang mencapai triliunan rupiah tersebut telah berkurang dari yang sebelum-sebelumnya.
Hal ini tidak bisa dipungkiri lantaran masih banyaknya kalangan tertentu yang “mungkin” salah memanfaatkan dana tersebut sehingga tidak tampak penyaluran untuk pemerataan yang dimaksudkan. Semoga di 2025 mendatang, pemerataan pembangunan di Aceh benar-benar direalisasikan sehingga tidak menimbulkan pertanyaan dari banyak kalangan.
Terlepas dari catatan-catatan dana otsus itu, agaknya untuk 2024 ini Pemerintah Aceh juga memiliki banyak catatan-catatan manis dan pahit untuk dikenang. Baik catatan yang muncul ke permukaan maupun catatan hitam berupa hutang yang masih banyak belum terbayarkan kepada pihak terkait. Hal ini sebenarnya tidak perlu diungkapkan namun juga menjadi bahan pertimbangan dalam masa kepemimpinan pemerintahan Aceh 2025 mendatang.
Untuk catatan hitam di 2024 ini, kasus westafel yang melibatkan SKPA Dinas Pendidikan Aceh masih belum terselesaikan. Bahkan dikabarkan adanya kekuatan dan kekebalan hukum dalam melindungi tersangka yang sebenarnya. Masih di insitusi yang sama, ternyata masih adanya sisa hutang puluhan miliar yang belum terbayarkan ke pihak rekanan dari kegiatan-kegiatan yang telah dikerjakan sebelumnya, tentu ini catatan “Tak Elok” yang banyak menyita perhatian.
Masih di 2024. Pada September lalu, di Aceh dan Sumut dilangsungkan Pekan Olahraga Nasional (PON ke-XXI dengan menghabiskan dana sebanyak 3,94 triliun dengan rincian Rp1,8 triliun untuk Aceh dan 2,09 triliun Sumatera Utara. Anggaran sebesar Rp1,8 triliun untuk Aceh ini berasal dari APBN Kemenpora sebesar Rp 270,3 miliar, APBN PUPR sebesar Rp 904,4 miliar, dan APBD sebesar Rp 640,3 miliar.
Ditengah berlangsungnya PON tersebut, masih banyaknya “penyunatan” anggaran bagi panitia penyelenggara dari yang telah ditetapkan, dan juga venue pembangunan yang tidak sesuai harapan. Lagi-lagi soal anggaran yang tentunya melibatkan Pemerintah Aceh.
Jika ditelisik lebih dalam masih ada cacatan-catatan Pemerintah Aceh lainnya yang belum muncul ke permukaan dan masih tersimpan rapi dibalik ruang, baik hutang dari seluruh SKPA, kasus tindak pidana korupsi dan lain sebagainya.
Semoga, catatan-catatan di 204 ini dapat menjadi inspirasi, ibrah dan catatan penting untuk Pemerintah Aceh lima tahun ke depan agar tidak terkenang dengan catatan hitam yang memilukan. Tampaknya masih ada harapan untuk menuntaskan pekerjaan dengan profesional yang belum terselesaikan. Dan untuk awal 2025 nanti, Pemerintah Aceh dapat memberikan kejutan yang menantang dan harapan yang menggembirakan bagi masyarakat banyak, semoga!.[]
Editor: Herman Muhammad