'Catcalling', Pengganggu Kaum Perempuan di Pinggir Jalan

Catcalling menurut Oxford Dictionary diartikan sebagai siulan, panggilan, dan komentar yang bersifat seksual dari seorang laki-laki terhadap perempuan yang lewat di hadapannya. Catcalling merupakan pelecehan seksual secara verbal yang sering terjadi di tempat umum atau street harassment. 

Ilustrasi catcalling, photo by Kompasiana (Kompasiana)
Penulis:

"Waktu itu, tiba-tiba ada orang laki manggil-manggil dari belakang, kirain rok saya masuk ke jari-jari motor, jadi saya lihat," perempuan muda itu mengawali ceritanya, Rabu (19/2/22).

"Saya kaget, tiba-tiba dia buka celananya dari atas motor. Saya langsung teriak sambil tutup mata. Waktu itu teman saya yang bawa motor, sementara saya duduk di belakang," ujar Riska mengingat kembali kejadian malang akhir tahun 2019, saat ia dan rekannya melawati jalan T Nyak Makam, Lampineung, Kota Banda Aceh. 

“Saya bilang ke teman saya. Malang kali kok kita, baru aja mau balik ke ma'had eh malah lihat orang gila," lanjutnya. 

Sejak hari itu, Riska semakin menjaga diri saat di jalan. Apalagi ketika berpergian di waktu malam. Riska mengaku, selain kejadian itu, hingga saat ini ia juga sering mengalami 'catcalling' di jalan. 

"Kadang dipanggil-panggil juga sering, cewek, cewek, gitu," katanya. 

Catcalling menurut Oxford Dictionary diartikan sebagai siulan, panggilan, dan komentar yang bersifat seksual dari seorang laki-laki terhadap perempuan yang lewat di hadapannya. Catcalling merupakan pelecehan seksual secara verbal yang sering terjadi di tempat umum atau street harassment

Menurut Riska, hal tersebut lumayan mengganggu, namun ia selalu melawan agar tidak menjadi kebiasaan bagi kaum adam. 

"Sebetulnya bukan nggak takut ya. Cuma aku lawan biar nggak kebiasaan," ujarnya. 

Kisah pengganggu kaum hawa di jalan tak hanya dialami Riska, namun juga dirasakan yang lain. Mila misalnya, ia mengaku sering menerima siulan atau sapaan serupa saat di jalan. Menurut Mila, padahal ia selalu mengenakan pakaian syar'i (jilbab besar, baju besar, dan kaos kaki) ketika berpergian. 

"Terganggu banget. Kalau bisa semua ditutup, mau mata, terus bermasker, kalau bisa juga pakai headset biar nggak dengar," katanya. 

Anehnya, catcalling justru dilakukan secara terang-terangan di tempat ramai, bahkan saat siang bolong. 

"Siang sih. Kalau malam malah kadang nggak ada orang di situ (lingkungan taman Kopelma Darussalam). Kalau siang, bukan sepi, lebih tepatnya orang sama kesibukan masing-masing tapi masih di satu tempat yang sama," kata Mila. 

Cerita serupa juga disampaikan Fia. Kala itu, ia baru saja pulang kuliah saat seorang pria tiba-tiba mendekati sepeda motornya. 

"Ditanya pulang kemana dek, sombong kali nggak dijawab, kayaknya mau rekam aku lagi bawa motor," sebutnya. 

Sama seperti Riska, Fia juga hendak melawan tindakan catcalling yang ia terima di jalan. Kala itu, Fia memberhentikan sepeda motornya dan memarahi pria tersebut. 

"Karena keadaan jalan lagi rame aku berhenti. Nggak ingat persis aku ngomong apa. Tapi intinya aku pelototin, kalau nggak salah aku katain nggak ada otak, apa kurang kerjaan gitu," ujarnya. 

Sedangkan Mila punya cara melawan yang lebih ektrem. Ia mengaku, kerap menjawab sapaan mereka. Menurut Mila, semakin menunjukkan rasa takut akan semakin membuat pelaku catcalling senang dan semakin tertantang untuk mengganggu kembali. 

"Kadang kalau dibilang Assalamu'alaikum, ya saya jawab, tapi nggak liat. Sambil jalan aja gitu. Kalau nunjukin takut malah senang mereka, dikira gampang buat diganggu," pungkasnya. 

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Banda Aceh, Cut Azharida menyebutkan, sejauh ini memang belum ada laporan kasus pelecehan seksual yang dilatarbelakangi 'catcalling' atau gangguan pada kaum perempuan di jalan. 

"Selama ini belum ada laporan, dan tidak ada pengaduan terkait hal tersebut. Tapi kalau sampai ada pengaduan, ya kita akan jajaki terlebih dahulu seperti apa. Apakah berakibat negatif pada dia yang melaporkan. Kalau sepanjang masih hanya sapaan, ya itu masih dianggap teguran sapa," kata Azharida saat dihubungi Readers.ID, Rabu (23/2/22). 

Azharida menambahkan, catcalling bisa terjadi pada perempuan berpakaian muslimah sekalipun. Untuk itu, menurutnya, kaum perempuan harus bersikap mawas diri, terlebih saat berada di tempat umum. 

"Terkadang mungkin kita berpakaian muslimah,  tapi gerak gerik kita dapat menimbulkan hasrat laki-laki. Karena itu sebagai perempuan kita perlu mawas diri, jangan menunjukkan tindakan yang genit, apalagi menggunakan make up yang berlebihan," sebutnya. 

Meskipun demikian, Azharida mengakui, tindakan pelecehan seksual masih tetap dapat dilakukan oleh kaum laki-laki bahkan di lingkungan pesantren sekalipun. Untuk menyikapi maraknya kasus kekerasan seksual, Azharida menyebutkan, pihaknya rutin melakukan sosialisasi pada seluruh lapisan masyarakat, bahkan hingga pada anak usia dini. 

"Makanya tugas kami di dinas ini, memberikan sosialisasi kepada anak-anak remaja. Kita di sini punya forum anak, sehingga dapat memberikan gebrakan-gebrakan dalam mengurangi kasus kekerasan terhadap anak,  juga ada program sawe sikula. Di situ kita lakukan sosialisasi, kita sampaikan bagaimana caranya kita bersikap, bagaimana jika ada orang asing yang niatnya ingin menggoda, apa yang harus kita lakukan," katanya. 

Menurut Azharida, saat ini kasus kekerasan seksual  yang terjadi justru didominasi oleh kasus kekerasan seksual pada anak. 

"Sekarang kalau kita liat, banyak kasus justru terjadi pada anak-anak. Karena itu kami juga mulai sosialisasi ke paud. Di situ kita mengajarkan bagian mana saja yang hanya boleh disentuh dan yang tidak boleh disentuh oleh orang asing," ujarnya. 

Sebagai informasi, Azharida menyebutkan, secara umum kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Kota Banda Aceh pada bulan Januari 2022 terdapat 16 kasus. Sementara pada bulan Februari terdapat 18 kasus. 

"Pada bulan Januari kasus perempuan ada 7 kasus. Sementara kasus pada anak ada 9 kasus. Sedangkan pada bulan Februari ada 18 kasus. Perempuan ada 6 kasus, dan anak ada 12. Memang ini kasus secara umum, tidak hanya kekerasan seksual saja. Ada juga yang kekerasan secara fisik," pungkasnya.[]

Editor: Hendra Syahputra