Cerita di Balik Harumnya Nilam Aceh di Kementerian Koperasi

Saya takjub. Energi apa yang mereka miliki. Mereka staf honor dengan gaji kecil, tidak ada dibayar lembur. Anak muda ganteng, cantik dan cerdas yang selalu bekerja lebih tanpa pamrih. Saya tanya, kenapa kalian sanggup bekerja berat. Mereka bilang "hati kami senang, Pak". Saya terharu. Hati yang bening memang sumber energi tidak berbatas.

Penulis:

*Dr. Syaifullah Muhammad, S.T., M.Eng. 

SUATU malam di 2020, entah tanggal dan bulan berapa, sedang marak Covid pastinya. Seorang kawan, Fadli Ali telpon, ajak ngopi dengan politisi PDIP, namanya Masadi Manggeng, asal Aceh Selatan.

Bertemulah kami di kios Beer Pala sekitar Lamteh Ulee Kareng. Kepada Masadi saya perlihatkan beberapa foto dan video nilam. 

Saya minta bantu pengembangan nilam Aceh. Dia terkesan, dan mengatakan ada kawannya staf khusus Menteri Koperasi, Riza Damanik, sedang ada di Lhokseumawe. Beberapa hari lagi akan balik ke Jakarta melalui Bandara Sultan Iskandar Muda.

Saya sampaikan, apa mungkin ajak Pak Riza ke ARC, 7 menit saja?

Tidak ada kepastian, bisa atau tidak. Tapi akan diupayakan.

(Sebagai informasi, ARC singkatan dari Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala yaitu pusat riset khusus tentang atisiri Aceh, yang saya pimpin)

Dua hari kemudian, pagi 7.45, Fadli kembali telpon menyampaikan bahwa Riza Damanik sudah mau sampai di ARC, singgah sebentar kemudian langsung ke bandara.

Sementara saya di rumah, belum siap apa-apa. Tapi saya sudah sering dalam keadaan darurat. Penjadwalan ARC tidak bisa ditebak. Tamu datang dan pergi tidak mudah dijadwalkan.

Lagian, kalau semua urusan harus dijadwalkan dengan sangat teratur jauh-jauh hari, disambut staf, ready ruangan, kopi dan lain-lain, saya merasa itu bukan saya yang dididik dan diamanahkan oleh para mentor untuk menjadi leader. Saya bukan bos. 

Leader memang harus siap direpotkan, antisipasi berbagai kondisi bahkan jika diperlukan harus angkat meja sendiri.

Dengan sangat terburu-buru, saya memacu Orlando menuju ARC. Kancing baju, sisir rambut, kumur listerin tanpa sikat gigi, semua dilakukan sambil nyetir. Hampir mirip dengan salah satu adegan film Mr. Bean.

Saya tiba di ARC, jam 8 lewat sedikit. Saya lihat seseorang, anak muda, pakai topi. Sedang jalan di pekarangan tengah gedung ARC, melihat-lihat sana-sini, belum ada orang di ARC. 

Saya langsung menyapa, "Pak Riza, saya Syaiful Ketua ARC."

"Riza," jawabnya pelan.

Riza, muda, ramping, pembawaannya tenang, wajahnya bersih. Matanya penuh keyakinan, menyiratkan kecerdasan dan karakter yang kuat. Wajar, masih muda sudah jadi staf khusus menteri.

Saya ajak dia ke warehouse. Saya menjelaskan nilam, ARC, petani, tata niaga, oligarki dll. Tuntas dalam 7 menit.

Sebelum berpisah saya sampaikan, "Pak Riza, bantulah Aceh. Petani, penyuling, UKM perlu bantuan Menteri Koperasi," ujar saya.

Riza menjawab pendek, "Insya Allah".

Berbilang minggu kemudian sebuah pertemuan berhasil diinisiasi. Melalui zoom tentu saja. 

Hadir Rektor USK saat itu, Prof Samsul Rizal, Kepala Dinas Koperasi Aceh Wildan, Menkop Teten Masduki, Deputi Koperasi Kemenkop Zabadi, juga Riza Damanik, Ketua LPPM Prof Taufik Abidin, Yasser Ketua Koperasi Inovac, beberapa pengurus ARC Dr Dirhamsyah, Dr. Ilham Maulana, Prof. Mudatsir, Friesca, Dinda dan tentu saja Ketua ARC, saya.

Dr. Syaifullah Muhammad, S.T., M.Eng

Hampir 1 jam menunggu Menkop di Zoom. Semua agak gelisah, saya apalagi, 'brigen' kalau dalam bahasa ujung Sumatera, istilah Aceh tepatnya. Protokol Kemenkop bolak balik telpon saya. Menyampaikan perkembangan kehadiran menteri.

Menjelang satu jam, protokol kembali telpon minta acara dimulai terus. Rektor dan lain-lain dipersilahkan bicara duluan. Setelah itu Menkop datang langsung beri sambutan 10 menit dan beliau harus segera ke acara lain.

Permintaan ini tentu buat saya keberatan. Kita sudah sering mendengar menteri bicara. Tapi kali ini menteri yang diharapkan mendengarkan kita. Mendengarkan Rektor, dan stakeholders nilam lainnya.

Permintaan protokol saya kesampingkan. Acara dimulai saat menkop sudah hadir. Untungnya berselang tak terlalu lama, akhirnya menkop pun datang. Alhamdulillah.

Acara saya buka, sekaligus menjadi moderator dan menguraikan nilam sekitar 5 menit. Terlihat menkop mendengarkan dan mencatat beberapa hal. 

Selanjutnya Rektor USK bicara, lanjut Kadiskop Aceh dan lain-lain.

Acara berlangsung formal dan berlangsung sekitar 1 jam. Saat itu sesungguhnya saya sedang berada di Kabupaten Tamiang, presentasi nilam di depan Bupati Tamiang di hari yang sama juga harus presentasi dengan kedutaan Indonesia di Turki.

Beruntung dalam era Zoom meeting, presentasi lintas daerah bahkan lintas negara dapat dilakukan pada hari yang sama. 

Dengan Turki saya presentasi "Aceh-Turki, lada adalah masa silam dan nilam adalah masa depan". Di Tamiang saya bersama Prof Agus Sabti (Warek 1 USK saat ini), Wakil Rektor 2 USK saat itu.

Berpacu dengan Waktu

Waktu berlari kencang. Hari berganti, bulan berbilang. Pejabat pemerintah banyak yang berubah. Kadiskop UKM Aceh beralih ke Ir Helvizar Ibrahim, Rektor USK pun beralih ke Prof Marwan. Tapi Kepala ARC tetap, belum berganti. 

Suatu hari, entah tanggal berapa. Ir Helvizar telpon saya. Menyampaikan ada sedikit kepanikan di Kemenkop Jakarta.

Ceritanya begini. Bappenas telah memilih 5 provinsi sebagai penerima Major Project 2022. Aceh untuk komoditas kopi, Jawa Tengah untuk kayu dan rotan, Kalimantan Timur untuk biofarmaka, Nusa Tenggara Timur untuk sapi dan Sulawesi Utara untuk komoditas kelapa.

Dr. Syaifullah Muhammad, S.T., M.Eng,  di Jerman dalaam acara Hannover Messe

Major Project ini berproses dari Bappenas ke Kementrian Koperasi UKM. Untuk Aceh, tim ahli kopi pun sudah dibentuk, jaringan ahli IPB, termasuk beberapa Dosen Pertanian USK.

Proses approval akhirnya sampai di meja Menteri Teten. Dan dengan serta merta Teten Masduki mencoret komoditas kopi untuk Aceh dan menggantinya dengan nilam.

Hampir semua orang tau tentang kopi. Tapi sedikit orang yang tau tentang nilam. Inilah yang sedikit menghebohkan. 

What is nilam, and what is it for?

Cerita proses perubahan kopi ke nilam ini saya dengar langsung dari Helvizar Ibrahim, Mantan Kadiskop UKM Aceh.

Akhirnya setelah berkoordinasi kembali dengan Bappenas, maka Kemenkop menghubungi ARC untuk belajar dan mendapatkan informasi tentang nilam.

Sepanjang 2021-2022 tidak terhitung tim Bappenas, Kemenkop, Tenaga Ahli yang di-hire, hingga konsultan perencana asal Bandung, bolak-balik ke ARC.

Sayangnya tenaga ahli yang awalnya untuk komoditas kopi tidak diganti. Jadilah tenaga ahli kopi tapi harus menulis dokumen tentang nilam. Mereka dalam 2 bulan harus menjadi ahli di bidang nilam. 

Namun demikian, ARC dengan sepenuh hati membantu apa saja yang diperlukan tim Jakarta. Tanpa hitung apa yang kita peroleh.  ARC boleh tidak dapat apa-apa, yang penting rakyat Aceh bisa menerima manfaatnya.

Berbagai dokumen nilam, pengalaman, networking hulu-hilir yang ada pada ARC diberikan. 

Kita senang karena akan ada program besar lintas kementerian yang akan diberikan untuk rakyat Aceh khususnya petani nilam. 

Ada begitu banyak telpon, WA, zoom, site visit tim Jakarta dengan ARC. Menariknya support staf di ARC selalu bersedia bekerja ekstra dengan sepenuh hati

Pernah suatu hari Bappenas membuat rapat gabungan. Dihadiri lintas kementrian, Bappenas, Kemenkop, Kementan, Kemenperin, Kemendag, Kemenaker dan lembaga terkait lainnya.

Rapat berlangsung 3 jam, dipimpin oleh Ibu Ely Dinayanti dari Bappenas, dihadiri 200 orang peserta, saya hadir sebagai narasumber.

Selama 3 jam yang dibahas hanya 1 hal saja, nilam Aceh. Bagi saya ini seperti mimpi yang mengharukan, 200 orang lintas kementrian dan lembaga, rakor di level nasional, rapat selama 3 jam bahas satu hal yaitu nilam Aceh.

Padahal jauh hari sebelumnya, kita hanya mampu bahas nilam di tingkat desa dan di gunung-gunung. Tapi kini nilam dibicarakan dan dibahas di gedung-gedung pemerintah, di hotel mewah oleh pejabat negara. 

Senang dan haru terasa hati. Namun, tiba-tiba menjadi sedih bercampur  marah. Saat itu Bappenas bertanya ke Kementan. Berapa anggaran yang direncanakan Kementan untuk nilam Aceh.

Lalu mereka buka tabel untuk check

Tidak ditemukan ada anggaran untuk nilam Aceh. Kementan minta waktu untuk koordinasi. Telpon sana sini, akhirnya kembali dengan jawaban, tidak ada anggaran yang diplot untuk nilam Aceh.

Bappenas bertanya, kenapa? Dan dijawab tidak ada usulan dari Distan Aceh untuk program nilam saat itu. Mendengar jawaban ini saya kecewa sekali, marah tepatnya.

Pasalnya dalam 3 tahun terakhir komunikasi kita dengan Distan Aceh sangat lancar. Dan kalau di depan ARC, Bappeda dan Dinas semua mendukung program untuk nilam. Karena Roadmap SIDa Nilam, Rencana Aksi dan Roadmap Atsiri Aceh adalah dokumen daerah yang dibuat Bappeda dan seharusnya diimplementasikan oleh dinas terkait.

Namun, setelah berbagai komunikasi dalam berbagai forum yang melelahkan, faktanya saat itu tidak ada usulan anggaran untuk nilam ke Kementan.

Setelah pertemuan itu, saya langsung kontak Marthunis, sahabat dan birokrat muda Aceh yang cerdas, visioner dan baik hati. Saya sedikit tumpahkan kekesalan terhadap pemerintah Aceh.

Marthunis saat itu sudah bukan lagi Kabid Ekonomi Bappeda, tapi sudah menjadi Kadis DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Aceh.

Dengan sisa jaringan ke beberapa dinas, Marthunis menginisiasi pertemuan lintas dinas secara online. Semua yang hadir saat itu langsung tergerak untuk susul usulan program nilam ke Jakarta, melalui dinas provinsi tentunya. 

Naik dan Turun Major Project Nilam

Begitulah naik-turun Major Project Nilam, hingga akhirnya pada Agustus-September 2022 kita dapat kabar anggaran Major Project Nilam sebesar Rp. 10,27 M sudah ditransfer ke rekening Pemerintah Aceh untuk dilaksanakan.

ARC sendiri terasa sekali peningkatan kerja untuk mendukung Bappenas, Kemenkop, Kemenperin dan Kemendag melaksanakan berbagai pelatihan dan workshop untuk stake holder nilam Aceh agar SDM kita lebih siap menyambut Major Project Nilam.

Hampir semua jenis pelatihan, materinya didiskusikan dengan ARC oleh kementrian. Seperti biasa, semua anggota tim terutama dari Sekretariat ARC membantu dengan sepenuh hati. 

Namun, dengan keterbatasan waktu dan berbagai dinamika yang terjadi, Diskop Aceh memutuskan tidak mampu melaksanakan program pada 2022 dan minta ke pusat agar bisa dilaksanakan pada tahun berikutnya.

Kemenkop bergeming, dalam artian tetap meminta Major Project Nilam dilaksanakan, bahkan dengan mengirim surat resmi kepada Gubernur Aceh.

Di sisi lain Diskop Aceh juga sangat dilematis. Sisa waktu yang hanya 2-3 bulan tidak memungkinkan membangun Rumah Produksi Bersama UMKM Nilam yang nilainya di atas 10 M. Rawan menjadi temuan korupsi yang dianggap merugikan negara, dan tidak ada yang sanggup menerima resiko ini. 

Semua orang terkait Major Project baik dari Bappenas maupun Kemenkop mengatakan tidak bisa lagi Major Project Nilam dilaksanakan.

Saya dan kawan-kawan ARC sangat berduka. Saya kontak Rektor Marwan menyampaikan situasi bahwa Major Project Nilam yang sudah lama kita perjuangkan akan gagal dilaksanakan di 2022.

Rektor sampaikan akan kontak sekda dan Pj Gubernur Aceh. Saya juga mengontak Mantan Rektor Samsul Rizal meminta bantuan beliau untuk menyampaikan hal ini kepada PJ Gubernur Aceh. Prof. Samsul menjawab, beliau akan membantu. 

Pada akhirnya Major Project Nilam memang gagal dilaksanakan pada 2022. Major Project Nilam yang kita perjuangkan dengan susah payah buyar begitu saja.

Tak ada yang bersedih. Para pelaku semua sudah mendapatkan bagiannya. Kementerian mendapatkan SPPD bolak-balik Aceh. Tim ahli mendapatkan honor yang memadai. Konsultan juga mendapatkan proyek DED yang besar.

Mungkin hanya ada satu pihak yang berduka, ARC dan Universitas Syiah Kuala, yang sejak awal memberikan apa saja agar program ini bisa terwujud untuk rakyat Aceh. Namun berakhir hampa.

Ibarat kita berenang berhari-hari di selat Malaka. Tiba-tiba ada kapal besar datang untuk menyelamatkan. Namun saat kapal sudah dekat, berlalu begitu saja meninggalkan kita.

Dalam ketidakpastian yang panjang, tim ARC-USK tetap tidak berputus asa, doa di pengujung malam selalu kita sisipkan untuk nilam dan rakyat Aceh. Menjalankan rutinitas seraya tetap menyimpan harapan. 

Bertemu Pak Teten Masduki

Mei 2023, kita dapat kabar bahwa Menkop UKM Teten Masduki akan ke Aceh. Oleh seorang staf Dosen USK yang bertugas di salah satu Kementrian Jakarta, berinisiatif agar Menkop bisa bertemu rektor.

Pertemuan itu benar terjadi, 15 Mei 2023 di Hotel Hermes. Rektor meminta saya agar ikut mendampingi. Rektor sarapan bersama Menkop dihadiri juga oleh Warek 3 Prof. Mustanir dan Direktur Kewirausahaan USK Dr. Rahmad Fadhil, serta Dr. Adli Abdullah.

Saya membawa souvenir Parfum Nilam Special Edition, Serum Antiaging Biona dan beberapa produk lainnya yang kemudian diserahkan oleh Rektor kepada Menkop.

Dalam pertemuan itu Rektor menyampaikan kepada Menkop agar Major Project Nilam diharapkan tetap bisa dilaksanakan di Aceh. Karena menyangkut ekonomi petani, Koperasi dan UKM Aceh serta sehatnya ekosistem tataniaga nilam Aceh yang berdampak kepada petani.

Menkop merespon positif dan minta ke Deputi Koperasi Pak Zabadi agar Major Project Nilam bisa dilanjutkan. Disitu saya bertemu langsung untuk pertama kalinya dengan Deputi Koperasi Pak Zabadi.

Namun langsung terasa akrab. Sama dengan Riza Damanik, kami bertiga punya kesamaan ideologi gerakan di masa muda, HMI. Major project yang mengambang, kembali memberi harapan.

There is always light at the end of the tunnel, selalu ada cahaya di ujung terowongan. Selalu ada harapan di ujung persoalan.

Kabar Baik dari Pak Zabadi

Berselang minggu dari pertemuan itu, Pak Zabadi telpon saya. Minta disiapkan program pemulihan ekonomi untuk korban HAM Berat yang akan dilaunching oleh presiden dalam waktu dekat, lengkap dengan model bisnisnya. Saya minta staf ARC, Dr Ernawati menyiapkannya dan kirim ke Jakarta.

Selasa, 27 Juni 2023, Presiden Jokowi ke Pidie, tepatnya di Rumoh Geudong Pidie. Lokasi pelanggaran HAM Berat di Aceh masa lalu. Kemenkop minta ARC agar menyiapkan kebutuhan stand expo Kemenkop di lokasi kunjungan Presiden.

Pak Zabadi kembali kontak saya. Dan bicarakan kemungkinan kunjungan Menteri Teten Masduki ke ARC sehari sebelum kedatangan Presiden.

Saya diminta ikut menjemput rombongan menteri di bandara. Saya komunikasikan ke Rektor tentang kemungkinan Menteri Teten ke USK. Pak Rektor sampaikan beliau akan menunggu di Biro Rektor. Meski belum pasti Menkop bisa ke ARC USK.

Di bandara, Pak Zabadi memberi kode agar saya jangan jauh dari beliau. Dan saat menteri tiba, pada saat yang tepat Pak Zabadi memperkenalkan saya ke Pak Menkop.

 Pak Menkop terlihat tak terlalu antusias, tapi seketika berubah sumringah saat mendengar: 

“Ini Syaifullah dari USK, yang tangani nilam Aceh.”

Nilam memang menjadi magic word yang selama hampir 5 tahun terakhir mengangkat derajat kemanusiaan kita. Orang tidak mudah mengingat nama saya. Tapi langsung berkesan saat kata nilam diperdengarkan.

Pak Zabari menyampaikan, sebelum ke hotel, akan singgah di ARC, 15 menit saja. Pak Menkop setuju. Pak Zabadi beri kode keras, Menkop akan ke ARC USK. Saya segera kontak Rektor. Rektor sampaikan akan stand by di ARC.

Menkop tiba di ARC sekitar 20 menit kemudian. Terjadilah pertemuan kembali dengan Rektor USK. Pertemuan yang terjadi tanpa protokoler. Tanpa surat, tanpa banyak persiapan. Menkop juga tampil dengan pakaian santai dan sepatu kets.

Pembicaraan mengalir santai, penuh tawa dan canda. Tapi menghasilkan beberapa keputusan strategis. Pak Rektor kembali menyampaikan terkait major project nilam dan beberapa hal lainnya.

Pada kesempatan itu Menkop beri 3 arahan ke Deputi Zabadi, lanjutkan major project, besarkan Koperasi Inovac dengan support program dan kirim staf ARC USK untuk belajar parfum ke Perancis.

Dalam pertemuan itu saya juga sampaikan bahwa di akhir tahun ARC USK akan kembali ekspor nilam ke Perancis dan mohon berkenan Pak Menkop bersama Rektor lakukan Lepas Ekspornya.

Spontan Menkop menyampaikan kesediaannya untuk datang kembali ke USK. Menkop yang awalnya direncanakan hanya 15 menit di ARC, ternyata 1,5 jam masih di ARC sebelum kemudian menuju hotel.

Paska pertemuan tersebut beberapa follow up dilakukan Kemenkop. Untuk Major Project Nilam akan diarahkan pada Koperasi Inovac sebagai leading sector yang awalnya direncanakan Koperasi Sekunder Patchouli Aromatics Coorp (PAC).

Saya sudah sampaikan bahwa pemilihan PAC karena koperasi ini merupakan konsorsium 5 koperasi nilam di Aceh dan sudah dibahas dengan Diskop serta Bappenas. Tapi saat itu, sesuai arahan Menkop, kita ikut saja bagaimana keinginan pemerintah.

ARC Awards 2023

Waktu kembali berlari. Minggu berganti bulan, hingga November 2023. Tibalah waktunya ARC akan memberi Awards untuk stakeholders nilam Pentahelix. Dari petani, pelaku usaha, kalangan perguruan tinggi, pemerintah hingga insan media. 

Tahun ini untuk pemerintah diputuskan oleh Tim akan diberikan kepada Menkop dan Pj Bupati Nagan. Yang terakhir ini karena Pemerintah Nagan 2023 mengalokasikan anggaran 4,2 M untuk nilam rakyat.

Seorang petani nilam dari Nagan, Abdul Rani terpilih menjadi penerima ARC Awards 2023 dan akan difasilitasi untuk datang ke Universitas Syiah Kuala. Dari Dunia Usaha diberikan kepada Muksin, Ketua Koperasi Industri Nilam Aceh Selatan dan Wisnu Sunandar CEO BSI Aceh yang mendukung melalui program desa nilam di Kecamatan Lhoong Aceh Besar.

Dari kalangan Media diberikan kepada Wartawan Antara dan Kompas yang bertugas di Aceh yaitu Fajri dan Zulmasri. Selain itu juga diberikan awards kepada 8 profesor dan doktor dari ARC.

Yang juga sangat menyentuh hati, pengurus ARC mengusulkan tahun ini Award juga diberikan untuk Pak Sulaiman, tenaga kebersihan yang mulai membantu ARC sejak 2016. 

Saya komunikasikan ke Rektor terkait rencana penerima ARC Awards ini. Rektor setuju dan minta agar Menkop sekalian mengisi Orasi Ilmiah pada Diesnatalis USK ke 62.

Beberapa Acara ARC seperti pemberian Awards, Lepas Ekspor dan Peresmian USK Store kita gabung dalam rangkaian kunjungan Menteri. Kita kemudian koordinasi dengan Ketua Milad USK Prof Agus Sabti serta kontak Jakarta, baik melalui surat maupun komunikasi langsung.

Beberapa kali jadwal menteri on-off. Tidak mudah menghadirkan Menkop ke Aceh, terkait urusan waktu sebetulnya. Namun akhirnya diperoleh konfirmasi akhir, Menkop akan tiba di Aceh pada 7 Desember sore, dan keesokan harinya akan ke USK.

Ketua Milad minta saya ikut ke bandara. Di bandara saya ketemu Sekretaris USK Dr Meldi, yang menyampaikan sudah ada tim menkop yang tiba siang tadi dan sudah diajak makan “ayam pramugari”.

Saya tanya, apa ada staf khusus yang bernama Riza Damanik. Dr. Meldi membenarkan, tadi dia makan siang dengan Riza. Kawan saya, yang pertama kali datang ke ARC bertahun lalu. 

Riza Damanik Dan Cerita Kolaborasi

Riza Damanik, orang pertama yang membuat cerita ini ada. Cerita kolaborasi prestisius ARC USK dengan Kementerian Koperasi Republik Indonesia. Saya tak sabar menunggu besok.

8 Desember 2023, 7.30 WIB, saya sudah di Gedung AAC. Selama setengah jam saya mampir di USK Store yang sudah berubah layaknya toko di Mall Grand Indonesia Jakarta.

Padahal tadi malam 22.40 WIB saya masih di sini dan store masih belum kelar. Belakangan saya tau beberapa staf ada yang pulang jam 4 subuh.

Saya takjub. Energi apa yang mereka miliki. Mereka staf honor dengan gaji kecil, tidak ada dibayar lembur. Anak muda ganteng, cantik dan cerdas yang selalu bekerja lebih tanpa pamrih. Saya tanya, kenapa kalian sanggup bekerja berat.

Mereka bilang "hati kami senang, Pak."

Saya terharu. Hati yang bening memang sumber energi tidak berbatas.

Menjelang jam 8 saya bergerak ke hall AAC. Ternyata saya salah kostum, harusnya pakai jas, tapi saya malah pakai koko putih. Tak ada yang memberi tahu dan mengingatkan saya sebelumnya.

Saya ketemu Sekretaris USK yang murah senyum dan baik hati, dia tawarkan jasnya. Saya kira basa-basi, ternyata serius. Dia buka dan pakaikan ke saya, meski saya menolak. Untungnya tidak pas, jadi saya terhindar dari rasa bersalah yang menyebabkan pejabat Sekretaris Universitas tidak pakai jas lagi. 

Di ruang hall AAC saya mencari cari di mana Riza Damanik duduk. Ternyata deretan paling depan. Acara telah dimulai, saya ragu untuk menegur. Tapi juga terlalu lama menunggu acara selesai.

Pada satu kesempatan yang tepat, saya menghampirinya. Saya tepuk puncaknya, dia menoleh. Senyum khas itu masih ada di wajahnya. Ramah dan bersahabat. Sempat saya bersalaman dengan erat seraya berkata, nanti kita bicara. Acara milad berlangsung khidmat.

Orasi Yang Hangat

Dalam Orasinya Menkop mengapresiasi USK terkait nilam. “Kami telah bekerjasama dengan Universitas Syiah Kuala, sebagai ahli dalam pengembangan hilirisasi nilam,” ujar Menkop.

Tepuk tangan menggema di Hall AAC Universitas kebanggaan kami. Jantung hati rakyat Aceh. Saya senang mendengarnya pengurus ARC dan pimpinan USK pun pasti senang. ARC memberi kontribusi signifikan sehingga USK direcognisi secara nasional.

Menjelang akhir proses milad USK, saya bergegas keluar. Menuju area peresmian.

Pak Tetan bukan saja menyemangati kami. Sambutannya selalu bisa mengubah semangat yang tadinya seperti pudar, kembali lagi berwarna.

Untuk diketahui, pada hari itu, ARC USK melepas ekspor 1,2 ton minyak nilam dan pala Aceh ke Perancis. Sebelumnya pada Agustus 2023, juga mengekspor 1 ton minyak nilam ke Perancis. 

Tak lama, proses lepas Ekspor Nilam, Peresmian USK Store dan lainnya berjalan lancar. Tim kita hadir lengkap termasuk dari unit bisnis, Faisal Direktur PT. U-Green Aromatik International, Nadia Ketua Koperasi Inovac, Dinda CEO PT. Biona Ceudah Rupa, dan tentu saja staf PT. Transcontinen dengan Truk Ekspor nya yang gagah. 

Menkop dan tamu lainnya kelihatannya cukup terkesan dengan USK Store. Unit bisnis yang menjadi outlet berbagai produk atsiri hasil riset USK.

Setelah Menkop, Rektor, Ketua MWA, dll. menuju ruang makan, saya keluar mencari Riza. Dan bertemu di dekat truk ekspor. Kami berpelukan, dan berfoto bersama.

Saya ucapkan terima kasih, tulus dari lubuk hati. Bukan hanya terima kasih dari saya, tapi juga terima kasih dari petani nilam di berbagai pelosok Aceh. Major Project Nilam untuk Aceh akan dilaksanakan pada 2024, Insya Allah.[HSP]

* Kepala ARC-PUIPT Nilam Universitas Syiah Kuala

Editor: Hendra Syahputra