DK PBB Gagal Tangani Perang Israel-Palestina
JAKARTA, READERS -- Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dinilai gagal menyelesaikan perang antara Israel-Palestina menyusul keputusan lembaga tersebut dalam rapat yang berlangsung Jumat (22/12/2023) kemarin.
Alih-alih menyerukan gencatan senjata, dari hasil pemungutan suara dalam rapat itu, DK PBB hanya menyetujui resolusi yang mendesak pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Sejumlah lembaga di dunia lantas menyerukan kekecewaannya terhadap hasil resolusi DK PBB.
Kecaman diantaranya datang dari Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard.
Menurutnya, resolusi DK PBB soal peningkatan pengiriman bantuan memang dibutuhkan. Namun, resolusi tersebut tak cukup untuk menyelesaikan bencana kemanusiaan di Gaza.
"Gencatan senjata segera sudah cukup untuk meringankan penderitaan massal warga sipil yang kita saksikan," ujar Callamart dalam sebuah pernyataannya, melansir Al Jazeera.
Callamard juga mengutuk AS yang menggunakan hak vetonya untuk memaksa DK PBB melemahkan resolusi.
Adapun kelompok medis darurat Doctors Without Borders (MSF) mengatakan resolusi DK PBB sangat jauh dari apa yang dibutuhkan untuk mengatasi krisis di Gaza.
"Resolusi ini telah diperlunak hingga dampaknya terhadap kehidupan warga sipil di Gaza hampir tidak ada artinya," ujar Direktur Eksekutif MSF-USA Avril Benoit.
Dia menambahkan, siapa pun yang mempunyai hati nurani setuju kalau peningkatan bantuan kemanusiaan di Gaza harus dilakukan sesegera mungkin.
Namun ia mencatat, banyak negara anggota PBB yang menyadari perlunya gencatan senjata untuk mengatasi bencana kemanusiaan di Gaza.
"Hanya saja, DK PBB kembali gagal untuk menyerukan hal tersebut," ujar Benoit, melansir dari CNN Indonesia, Sabtu (23/12/2023).
Sementara itu, ahli kebijakan publik dari Institut Studi Pascasarjana Doha Tamer Qarmout dengan tegas menyatakan DK PBB telah gagal menyelesaikan perang antara Israel-Palestina.
Menurutnya DK PBB sudah tidak relevan lagi dalam tugasnya menyelesaikan bencana perang.
"Ketika PBB dibentuk setelah perang dunia kedua, PBB seharusnya mengatasi dan mencegah konflik serupa seperti yang terjadi di Gaza," ujar Qarmout.
Namun sayangnya, sambung dia, PBB adalah organisasi politik yang dikendalikan oleh negara-negara kuat. Utamanya, negara-negara yang memiliki hak veto di DK PBB seperti AS.
"Saya rasa perang ini tak dapat diselesaikan melalui jalur PBB. PBB menjadi tidak relevan, terpinggirkan, sangat dipolitisasi, dan mandatnya kini dipertanyakan," ujarnya.
Perang antara Israel dan kelompok milisi Hamas terus bergulir sejak 7 Oktober lalu. Meski gencatan senjata sementara pernah diberlakukan, namun perang terus berjalan setelahnya.
Hingga saat ini, agresi tersebut tercatat telah menewaskan lebih dari 20 ribu warga Palestina. Sebagian besar korban di antaranya merupakan kelompok ibu dan anak-anak.
Seperti disebutkan di awal, DK PBB menyetujui resolusi yang lebih lunak dalam upaya menghindari veto dari AS, meskipun AS (dan Rusia) sendiri pada akhirnya abstain dalam rapat tersebut.
Resolusi yang disetujui tersebut menuntut langkah-langkah mendesak untuk segera memungkinkan akses kemanusiaan yang aman, tanpa hambatan, dan memperluas akses kemanusiaan serta menciptakan kondisi untuk penghentian permusuhan yang berkelanjutan.[HSP]
Editor: Hendra Syahputra