Fenomena Knalpot Brong: Anak Muda yang Ingin Unjuk Diri, Tapi Salah Kaprah
Penindakan terhadap pengguna knalpot brong (racing) oleh pihak kepolisian di Aceh dinilai tepat. Pasalnya, pengendara motor dengan knalpot tersebut selama ini makin meresahkan warga, terlebih mengganggu kenyamanan beribadah saat Ramadan.
"Tindakan polisi itu kita anggap sudah tepat, apalagi memang anak-anak muda yang ugal-ugalan ini sudah mengganggu kenyamanan masyarakat di sekitarnya," kata pengamat sosial budaya yang juga pegiat literasi di Aceh, Herman RN saat kepada readers.ID, Kamis (22/4/2021).
Menurutnya, tindakan kebut-kebutan para milenial dengan suara knalpot yang menggelegar itu potret dari kondisi psikologis, bahwa mereka ingin sekali menarik perhatian orang. Tak sedikit juga dengan cara itu lah mereka ingin dianggap paling hebat di lingkungannya.
"Dalam jiwa pemuda ini ada sifat ‘embong’nya (sombong) sedikit. Apalagi kalau pemuda-pemuda di Aceh, ingin memperlihatkan dirinya paling hebat, paling heboh, ingin diperhatikan, saya kira itu yang jadi penyebabnya," ungkap Herman.
"Makanya pemerintah harus memiliki upaya pembinaan kepada para pemuda-pemuda ini, nah upaya pembinaan itu banyak, bisa melalui seni, olahraga, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat positif," tambahnya.
Pemerhati sosial budaya itu melihat, selama ini pemerintah masih kurang dalam hal pembinaan penyaluran bakat terhadap anak-anak muda di Aceh. Ke depan, lanjutnya, perlu strategi agar wadah kreativitas terhadap milenial dibuka lebih luas lagi.
"Misal, di bidang pembinaan seni, sejauh mana pemerintah menyediakan seni itu baik dari sisi dana maupun fasilitas terhadap pemuda-pemuda di Aceh, ini kan perlu menjadi pertanyaan penting. Apa yang sudah dilakukan pemerintah, apakah cuma buat lomba saja? Itu bukan pembinaan," ujar Herman.
Ia mencontohkan, pada periode sebelumnya Pemkab Aceh Besar membuat program "Beut Leuh Megrib" atau ngaji setelah magrib. Program ini dianggap berhasil karena mencegah anak muda ugal-ugalan di jalan atau nongkrong di warung kopi saat magrib.
"Sehingga pada saat magrib, mereka sudah pada di masjid dan mengaji hingga waktu isya. Nah kalau begini kan teralihkan kegiatan yang selama ini dianggap negatif seperti saat magrib mereka masih ugal-ugalan di jalan, masih nongkrong di warung kopi, tempat PS dan lainnya, akhirnya tersalurkan ke masjid," ujar Herman.
"Pemerintah harus punya strategi melalui pembinaan-pembinaan, sehingga keinginan embong pemuda-pemuda di Aceh yang tadinya negatif bisa tersalurkan ke arah yang positif. Kalau mereka punya kegiatan yang positif, tidak punya waktu lagi untuk ugal-ugalan pakai knalpot brong," pungkasnya.[]