Indonesia-Sri Lanka Kenang 50 Tahun Jatuhnya Pesawat Jamaah Haji di Puncak Adam

“Terlambat, tebing tinggi itu tak bisa dihindari. Pesawat itu menabrak tebing, lalu memercikkan api, hancur berkeping-keping.”

Waktu Baca 9 Menit

Indonesia-Sri Lanka Kenang 50 Tahun Jatuhnya Pesawat Jamaah Haji di Puncak AdamFoto: Dok. Kedubes RI Sri Lanka
Duta Besar RI untuk Sri Lanka Dewi Gustina Tobing dan Gubernur Provinsi Tengah Sri Lanka Lalith U Gamage mengunjungi monumen dan makam para korban jatuhnya pesawat jemaah haji Indonesia, Selasa (5/3/2024).

KOLOMBO, READERS  - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kolombo bersama pemerintah Provinsi Tengah Sri Lanka memperingati 50 tahun jatuhnya pesawat jemaah haji Indonesia di Seven Virgin Hill, Maskeliya, Provinsi Tengah, Sri Lanka.

Peringatan tersebut dilangsungkan pada Selasa (5/3/2024) lalu. Ditandai dengan kunjungan Duta Besar RI untuk Sri Lanka Dewi Gustina Tobing dan Gubernur Provinsi Tengah Sri Lanka Lalith U Gamage ke monumen dan makam para korban jatuhnya pesawat jemaah haji Indonesia yang merenggut nyawa seluruh penumpang itu.

Pesawat DC 08 Martinair dengan 191 penumpang, termasuk awak pesawat yang terbang dari Indonesia, jatuh ke kawasan pegunungan Seven Virgins pada 4 Desember 1974 tengah malam dan merenggut nyawa seluruh penumpang dan awak pesawat.

Jenazah yang berhasil ditemukan dimakamkan di kaki pegunungan, dan Pemerintah Indonesia kemudian mendirikan monumen sebagai penghormatan bagi para korban.

Menurut keterangan KBRI Kolombo yang diterima di Jakarta, Sabtu (9/3/2024), setelah 50 tahun berlalu, peringatan kecelakaan pesawat itu masih memiliki makna yang mendalam, sebagai pengingat akan ikatan yang langgeng antara Indonesia dan Sri Lanka dan kesedihan bersama atas kehilangan nyawa para korban.

"Melalui peringatan tersebut, Pemerintah Indonesia dan Sri Lanka menegaskan kembali komitmen untuk menjaga kenangan para korban dan memperdalam pemahaman serta persahabatan antara kedua negara," sebut Dewi Gustina Tobing.

Roda dari bangkai pesawat Martinair yang kecelakaan pada 1974, dipajang di monumen peristiwa tersebut di Provinsi Tengah, Sri Lanka.

Selanjutnya, KBRI Kolombo​​​​​​ bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Tengah Sri Lanka berencana untuk merenovasi dan memperbarui monumen dan makam peringatan itu.

"Renovasi mencakup berbagai upaya, seperti perbaikan struktur fisik monumen, pemugaran makam, pemeliharaan lingkungan sekitar, dan peningkatan fasilitas dan aksesibilitas bagi pengunjung," tambah Dubes.

Kedua pihak juga merencanakan pemeliharaan berkala untuk memastikan bahwa monumen dan makam tetap terawat dengan baik dalam jangka panjang. 

Pemeliharaan dapat mencakup penjadwalan perawatan rutin, inspeksi reguler dan pembaruan sesuai kebutuhan.

“Dengan merenovasi monumen dan makam para korban dengan cara yang tepat dan memadai, kita dapat memastikan bahwa warisan mereka dihormati dan dipelihara sebagai bagian penting dari sejarah kita,” kata Dewi.

Penerbangan Maut

Pesawat DC 08 Martinair sebelum mengalami kelakaan di Sri Lanka. Foto: Bureau of Aircraft Accidents Archives.  

Melansir dari Harian Kompas, 6 Desember 1974, pesawat DC 08 Martinair itu berangkat dari Surabaya mengangkut 182 jemaah haji dan 9 awak pesawat. 

Mereka semua dinyatakan meninggal dunia dalam kecelakaan. Pesawat mengalami kecelakaan sekitar 15 menit sebelum mendarat di lapangan Internasional Bandaranaike, Kolombo, Sri Lanka, untuk mengisi bahan bakar. 

Pesawat yang mengalami kecelakaan ini adalah jenis DC-8 55f, produksi McDonald Douglash tahun 1966, milik maskapai Belanda Martinair yang disewa. 

Mengutip Antara, 20 Agustus 2010, pada masa itu tidak ada penerbangan langsung dari Indonesia ke Mekkah. Sehingga, Garuda Indonesia harus mencarter maskapai lain karena armada kurang. 

Kecelakaan pesawat ini adalah musibah kecelakaan terbesar kedua dalam sejarah dunia selama tahun itu. 

Tilak de Zoysa, seorang petani teh di daerah lokasi kecelakaan, mengaku mendengar ledakan saat peristiwa terjadi.

Ia kemudian bergegas keluar dari bungalownya yang berjarak sekitar 180 meter dan melihat pesawat itu hancur berkeping-keping. 

Ia menyebut puncak perbukitan yang ditabrak oleh pesawat adalah kawasan yang belum pernah dicapai orang sebelumnya. 

Puing pesawat DC 08 Martinair setelah mengalami kelakaan di Seven Virgin Hill, Sri Lanka. Foto: Bureau of Aircraft Accidents Archives.  

Peerkhan Seiyadu, seorang keturunan Afghanistan dan India yang tinggal di Srilanka, 36 tahun kemudian usai kejadian tersebut bercerita, saat itu pukul 8 malam waktu Srilanka ia melihat pesawat terbang terlalu rendah dari arah timur dan terlihat hendak menghindari tebing tinggi yang berselimut kabut. 

“Terlambat, tebing tinggi itu tak bisa dihindari. Pesawat itu menabrak tebing, lalu memercikkan api, hancur berkeping-keping,” kisah Sieyadu. 

Ia menyebut tak ada satu pun korban ditemukan dalam keadaan utuh kecuali jenazah pramugari Belanda yang kondisi tubuhnya sudah sangat mengkhawatirkan. 

Dikutip dari Kompas.com, 4 Desember 2011, Duta Besar Sri Lanka saat itu Djafar Hussein menyampaikan lokasi kecelakaan berada di puncak perbukitan yang belum pernah dicapai manusia sebelumnya.

Kecelakaan tersebut disertai ledakan, sehingga sebagian besar bagian tubuh jenazah tidak berhasil dikumpulkan. 

Para korban kecelakaan pesawat itu terdiri dari 111 warga Blitar, 16 warga Lamongan, 49 warga Sulawesi Selatan, 2 warga Surabaya, dan 3 warga Kalimantan Timur. 

Adapun, sembilan awak adalah 2 dari mahasiswi tingkat IV Fakultas Syariah (Hukum) IAIN Surabaya dan mahasiswa IAIN Ujungpandang. Sedangkan 7 awak lainnya adalah warga Belanda. 

Beberapa minggu pascakejadian, usai investigasi rampung, pemerintah membangun sebuah monumen sekitar 400 meter dari tebing lokasi kecelakaan. 

Monumen itu sekaligus menjadi kuburan massal para jemaah mengingat kondisi jenazah tak memungkinkan untuk dibawa pulang ke Indonesia. 

Hanya ada sebagian potongan jenazah yang kemudian dipulangkan dan dikubur dalam perkuburan massal di halaman Masjid Ampel, Surabaya.

Puncak Adam

 Puncak Adam atau Adam Peak's salah satu destinasi wisata favorit di Provinsi Tengah Sri Lanka, yang berdekatan dengan lokasi kecelakaan Martinair tahun 1974. Foto: AmazingSrilanka.lk

Tebing yang ditabrak pesawat tersebut dikenal dengan sebutan Tujuh Perawan atau Seven Virgins. Warga Srilanka menyebutnya dengan Anjimalai. 

Di daerah tersebut terdapat satu puncak yang dikenal warga dunia sebagai Adam’s Peak (Puncak Adam) atau Sri Pada. 

Puncak Adam terletak di tengah-tengah pulau Sri Lanka dengan ketinggian sekitar 2.243 meter (7.359 kaki).

Nama ini berasal dari sebuah batu di puncak gunung yang memiliki lekukan seperti jejak kaki sepanjang 1,8 meter.

Puncak tersebut diyakini oleh banyak pemeluk agama di Asia Selatan dan sebagian Timur Tengah sebagai sebuah tempat suci.

Sebagian Muslim dan Kristen mempercayai lokasi tersebut sebagai tempat Nabi Adam pertama kali menjejakkan kaki di bumi. 

Adapun, pemeluk Budha meyakini telapak kaki yang ada di Gunung itu adalah milik Sidharta Budha Gautama. 

Sementara, umat Hindu mempercayainya sebagai jejak Dewa Siwa. Daerah berbukit-bukit di Maskeliya dikenal sebagai daerah yang memiliki panorama indah.[] 

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...