Ini Kata BKSDA Aceh Terkait Gajah Betina Mati di Aceh Timur

Namun demikian guna mengetahui kepastian penyebab kematiannya, sampel organ yang meliputi lidah, paru, jantung, lambung, usus halus, usus besar, hati, limpa, ginjal, serta isi saluran cerna akan dikirim ke Pusat Laboratorium Forensik untuk dilakukan uji laboratorium.

Penulis:

ACEH TIMUR, READERS – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mengirimkan isi saluran pencernaan gajah betina mati di Aceh Timur ke Pusat Laboratorium Forensik untuk dilakukan uji laboratorium.

Hal itu dilakukan untuk memastikan penyebab satwa liar yang ditemukan mati di Desa Srimulya, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur itu.

Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto mengatakan Kematian Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) mengkonsumsi bahan pupuk yang terdapat di dalam pondok kebun warga yang dirusak.

Dia menyebutkan gajah betina dengan perkiraan umur 6-7 tahun, diperkirakan telah mati 2 - 3 hari yang lalu. Saat ditemukan kondisi satwa mati terbaring pada posisi sebelah kanan tubuh, serta telah mengalami pembengkakan pada bagian perut.

"Saat dilakukan ditemukan lidah satwa membiru, pembengkakan hati, serta terdapat pendarahan atau hemoragi di bagian lambung dan usus," katanya.

Namun demikian guna mengetahui kepastian penyebab kematiannya, sampel organ yang meliputi lidah, paru, jantung, lambung, usus halus, usus besar, hati, limpa, ginjal, serta isi saluran cerna akan dikirim ke Pusat Laboratorium Forensik untuk dilakukan uji laboratorium.

Selanjutnya apabila ditemukan dugaan adanya kelalaian terhadap penggunaan bahan atau alat yang berpotensi membahayakan dan menyebabkan kematian satwa.

Dengan demikian, BKSDA Aceh akan terus berkoordinasi dengan Balai Gakkum Wilayah Sumatera dan pihak Kepolisian Aceh Timur untuk mengetahui perkembangan proses penanganan kematian gajah liar tersebut.

Dia menjelaskan Gajah Sumatera (elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu jenis satwa liar dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi.  

Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, beresiko tinggi untuk punah di alam liar.

"Kita menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya satwa liar gajah Sumatera dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati"imbaunya.

Pihak meminta tidak memasang jerat ataupun racun yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Disamping itu, beberapa aktivitas tersebut juga dapat menyebabkan konflik satwa liar khususnya Gajah Sumatera dengan manusia, yang dapat berakibat kerugian secara ekonomi hingga korban jiwa baik bagi manusia ataupun keberlangsungan hidup satwa liar tersebut.

Editor: Junaidi