ISBI Aceh akan Buka Tiga Prodi Baru

“Bisa dikatakan bahwa prodi ini adalah menyatukan dua kapling besar, yaitu budaya dan sastra. Secara nomenklatur prodi ini hadir berdasarkan pertimbangan apa yang cocok kita buka untuk pasar dan selaras dengan lapangan pekerjaan,” ujarnya

Waktu Baca 9 Menit

ISBI Aceh akan Buka Tiga Prodi Baru

BANDA ACEH, READERS – Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh menggelar diskusi grup terpumpun atau FGD untuk mematangkan penyusunan dokumen usulan tiga program studi baru di kampus tersebut. 

Diskusi berlangsung di ruang pertemuan Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kabupaten Aceh Besar yang dihadiri kalangan akademisi dan pemerintah, Rabu (10/8/2022).

Rektor ISBI Aceh, Mirza Irwansyah MBA, mengatakan ketiga program studi baru yang akan dibuka di ISBI Aceh dalam tahun ini, yaitu Program Studi Kajian Sastra dan Budaya (S-1), Program Studi Desain Interior (S-1), dan Program Studi Bahasa Aceh (S-1). 

“Tapi yang paling penting ialah kompetensi para lulusannya nanti sehingga mereka bisa mengisi kekosongan-kekosongan yang belum terpenuhi di dunia kerja saat ini,” ujar Mirza.

Lebih lanjut, kata dia, inisiatif melahirkan ketiga prodi tersebut berdasarkan pertimbangan yang matang baik secara akademik maupun sosiologis melihat perkembangan budaya, sastra, maupun bahasa Aceh yang perlu dilestarikan sebagai esensi atau marwahnya orang Aceh. 

Karenanya ISBI Aceh bisa menjadi wadah bagi insan akademik yang ingin memperdalam berbagai kesenian maupun budaya dan sastra Aceh yang selama ini belum tertampung di perguruan tinggi sebagai mata kuliah khusus.

Ketiga naskah akademik terkait rencana pembukaan tiga prodi baru tersebut dipresentasikan tiga narasumber, yakni Izziah dari Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala yang menyampaikan dokumen penyusunan Program Studi Desain Interior. 

Izziah menyampaikan bahwa hadirnya prodi ini akan berdampak pada lahirnya para profesional di bidang interior yang saat ini masih terbatas di Aceh.

Selama ini pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan dunia interior masih dilakukan oleh para arsitek, padahal keduanya merupakan disiplin ilmu yang berbeda. Di Indonesia, perguruan tinggi yang memiliki jurusan ini juga masih sangat terbatas dan hanya ada di beberapa perguruan tinggi yang ada di Jawa dan Bali.

“Kalau bisa ISBI Aceh menjadi leader untuk jurusan ini dan kredit-kredit yang telah disusun saya kira sudah sesuai. Intinya Prodi Desain Interior ini wajib ada dan kita nanti juga bisa bekerja sama dengan konsultan-konsultan yang ada di Aceh dalam mendidik mahasiswa. Namun, perlu juga ditekankan dalam visi misinya bahwa mahasiswa-mahasiswanya nanti memiliki semangat entrepreneurship,” ujarnya.

Sementara itu, terkait Program Studi Bahasa Aceh, mendapat masukan-masukan kritis di antaranya dari Prof. Mohd Harun dari FKIP USK. Kehadiran prodi ini menurutnya perlu disambut baik karena selama ini pelajaran Bahasa Aceh di sekolah-sekolah masih diajarkan sebatas muatan lokal, belum menjadi mata pelajaran sebagaimana halnya Bahasa Sunda di Jawa Barat. 

Sedangkan di FKIP USK sendiri katanya pernah dirancang rencana pembukaan Jurusan pendidikan Bahasa Aceh, tetapi sampai sekarang belum terealisasi.

Selama ini, menurutnya, yang mengisi kelas-kelas muatan lokal bahasa Aceh tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan kebahasaan yang mumpuni. Dalam hal ini, ISBI Aceh perlu mengambil ruang tersebut untuk mengisi kekosongan, termasuk guru bahasa Aceh di Aceh.

Terakhir, berkaitan dengan Program Studi Kajian Sastra dan Budaya sebagaimana disampaikan oleh Yusri Yusuf, merupakan penyeimbang kurikulum-kurikulum yang ada di ISBI Aceh yang masih menitikberatkan pada kurikulum seni. Khusus untuk prodi ini sebelumnya sudah pernah dilaksanakan FGD untuk mengetahui pandangan dan animo masyarakat terhadap prodi tersebut.

Bahkan, pihaknya juga sudah pernah melakukan studi banding ke beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Airlangga dan Universitas Sebelas Maret untuk mendapat masukan potensi hadirnya prodi tersebut di Aceh.

“Bisa dikatakan bahwa prodi ini adalah menyatukan dua kapling besar, yaitu budaya dan sastra. Secara nomenklatur prodi ini hadir berdasarkan pertimbangan apa yang cocok kita buka untuk pasar dan selaras dengan lapangan pekerjaan,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Akademik ISBI Aceh, Wildan, dalam kesempatan itu menyampaikan, berbagai pendapat dan masukan dari para narasumber, dan sambutan positif pemerintah, akan menjadi bahan bagi pihak kampus untuk melengkapi draf naskah kurikulum yang telah disiapkan. 

Di tahap awal rencana pembentukan program studi baru tersebut, kata Wildan, ada prodi yang tadinya direncanakan untuk sarjana atau diploma.

Hasil diskusi terpumpun hari ini mendapat sambutan yang baik sekali dari pihak pemerintah, misalnya wakil Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Balai Bahasa Proponsi Aceh, dan akademisi USK.

Rektor menutup FGD dengan menyebutkan, "Kita rembukkan dan matangkan lagi nanti, barangkali kami juga akan mengundang kembali Bapak-Ibu untuk berdiskusi, meskipun tidak dalam forum resmi seperti ini."

Kehadiran tiga prodi baru tersebut nantinya akan melengkapi enam program studi yang terdapat di dua jurusan yang ada di ISBI Aceh, yaitu Prodi Seni Karawitan, Prodi Seni Tari, dan Prodi Seni Teater di Jurusan Seni Pertunjukan serta Prodi Seni Rupa Murni, Prodi Kriya Seni, dan Prodi Desain Komunikasi Visual di Jurusan Seni Rupa Desain.

Sejumlah akademisi yang menghadiri FGD ini di antaranya Abdul Gani Asyik, Nurdin, Deni Iskandar, Rahmad Nuthihar, dan Armia. Karyono, Kepala Balai Bahasa Provinsi Aceh, hadir dan menyatakan dukungan dengan mengajak kerja sama dalam berbagai aspek bahasa dan sastra.

Perwakilan dari Disbudpar Aceh, Syahrul, menyatakan pemerintah sangat mendukung lahirnya ketiga program studi tersebut. Apalagi saat ini pihaknya sedang menyiapkan Rancangan Qanun Bahasa Aceh yang melibatkan tiga tenaga ahli, yaitu Prof Mohd Harun, Dr Wildan, dan Dr Abdul Gani Asyik sebagai penyusun naskah akademik. 

Salah satu muatan qanun ini nantinya ialah bahasa Aceh akan diajarkan di seluruh jalur pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Kehadiran qanun ini nantinya akan memberikan kemudahan bagi para lulusan ISBI khususnya pada Prodi Bahasa Aceh dalam mencari pekerjaan. 

Oleh karena itu, kehadiran prodi ini sangat relevan dan sejalan dengan apa yang sedang direncanakan oleh Pemerintah Aceh.[]

Editor:

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...