Bangunan Tua Peninggalan Eropa
Jejak Belanda di Kutaraja
Berkaitan dengan hal itu, salah satu bukti peninggalan Belanda di Kutaraja (Banda Aceh saat ini) adalah Gedung tua bergaya Eropa sebagai Pusat Telepon Militer Belanda.
Banda Aceh - Jejak dan peninggalan Belanda di Aceh memang cukup menarik. Selain memiliki daya tarik sebagai tujuan wisata sejarah juga sebagai modal utama membawa kita menyelami peristiwa Aceh dan Belanda di masa lalu.
Di Banda Aceh misalnya. Ada beberapa peninggalan kolonial Belanda yang masih dapat dilihat hingga saat ini, seperti Gedung SMA N 1 Banda Aceh dan Bank Indonesia.
Selanjutnya ada Menara Air (Kolonial Water Toren), kemudian Museum Aceh (rumoh Aceh), Pemukiman Militer Belanda, Kerkof atau pemakaman Belanda dan juga Gedung Sentral Telpon Militer Belanda.
Pada kesempatan ini, Readers.ID menurunkan laporan tentang peninggalan Belanda di Kutaraja, yakni gedung tua bergaya Eropa sebagai Pusat Telepon Militer Belanda pertama di Aceh.
Gedung sentral telepon Belanda ini berada jalan Teuku Umar No. 1 Kelurahan Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh. Tepatnya tidak jauh dari taman sari kota Banda Aceh, juga tidak jauh dari Taman Budaya Aceh, dan sangat dekat Museum Tsunami Aceh.
Jika menuju Taman Seni Budaya Aceh arah ke Seutui, kita dimanjakan banyak pepohonan trembesi (Samanea Saman). Kemudian jika menoleh ke sebelah kanan, di sana akan tampak gedung putih tua bergaya Eropa dua lantai, inilah Gedung Sentral Telepon Militer Belanda yang disebutkan diatas.
Referensi yang didapat Readers.ID, menyebutkan kalau gedung tua ini dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1903. Masa itu kerajaan Aceh Darussalam masih di bawah puncak kepemimpinan Sultan terakhir kerajaan, yakni Sultan Muhammad Daud Syah (1874 – 1903).
Bangunan tersebut telah dibangun sejak 1903, hal ini didasarkan pada angka 1903 yang tertera di bagian atas bangunan dekat ventilasi jendela.
Seperti namanya sebagai pusat telpon militer Belanda, gedung ini pun dimanfaatkan sekutu sebagai pusat informasi keperluan militer. Salah satunya adalah sebagai informasi jika perang melawan Rakyat Aceh.
Awalnya alat ini menggunakan telegraf dalam komunikasi jarak jauh, namun pihak militer Belanda mengalihkankan ke telepon. Belanda menyebut gedung ini sebagai Kantor Telepon Koetaradja yang sesungguhnya berdiri di atas lahan milik Kerajaan Aceh Darussalam.
Gedung pusat telepon yang pertama kali dibangun oleh Pemerintah Kolonial di Hindia Belanda ini, jaringannya menembus berbagai kota yang terbentang dari Banda Aceh hingga Asahan (Sumatera Utara). Sentral telepon ini berguna sekali bagi Gubernur Militer Belanda dalam berkomunikasi dan menghadapi serangan pejuang Aceh.
Tak hanya itu, dimasa kehadiran Jepang (1942–1945), gedung ini dimanfaatkan oleh mereka untuk keperluan yang sama. Tak hanya Belanda dan Jepang, setelah Indonesia meraih kemerdekaan, bangunan ini juga sempat dijadikan Kantor Telepon Militer Kodam I Iskandar Muda yang disebut Wiserbot (WB) Taruna hingga jelang tahun 1960.
Pemanfaatan gedung ini tidak hanya sebatas perantara kepentingan militer Belanda, Jepang dan TNI Kodam Iskandar Muda, melainkan juga dimanfaatkan pemerintah daerah sebagai bangunan penting lainnya. Seperti berturut-turut dimanfaatkan sebagai Kantor KONI, Kantor Surat Kabar Atjeh Post, dan terakhir sebagai Kantor PSSI hingga tahun 2000.
Kini Gedung Pusat Telepon ini dialihkan sebagai salah satu destinasi wisata sejarah di Kota Banda Aceh. Sejak tahun 1991, bangunan ini ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya nasional, mengingat sudah memenuhi kriteria berumur lebih dari 50 tahun. Selain itu, bangunan ini mempunyai gaya desain khas yang ditunjang oleh data arkeologis.
Selain itu, gedung ini tampak dirawat baik oleh pemerintah Kota Banda Aceh. Tampak di sekelilingnya terlihat rapi dan bersih dari sampah-sampah plastik. Saat ini taman ini disebut sebagai taman Wisata Hutan Kota Banda Aceh. Dari ini kita tahu bahwa Belanda pernah berada di Kutaraja.
Saat berada di lokasi, Readers.ID belum menemukan informasi latar sejarah dari cagar budaya ini. Akan sangat lebih baik kedepan pemerintah bisa melengkapi informasi latar belakang berdirinya bangunan tua ini, tujuannya tidak lain sebagai penambah wawasan pengunjung saat berada di situs sejarah peninggalan Belanda ini.
Dari bukti sejarah ini kita diajak untuk kembali melihat masa lalu Aceh disaat Belanda menguasai wilayah kerajaan Aceh Darussalam di pusat Kutaraja. Bekas bangunan bergaya Eropa itu juga memberikan pemahaman kepada kita bahwa jika memori masa lalu dapat meningkatkan rasa syukur kita. Lalu, apa jadinya jika Belanda masih berkuasa hingga saat ini? Mungkinkah hidup kita seperti ini?[]