Kasus Covid-19 Masih Tinggi, Logiskah Belajar Tatap Muka?

Pemerintah merencanakan pembelajaran tatap muka (PTM) Juli 2021 mendatang, sementara jumlah tingkat infeksi di Indonesia masih tinggi.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko menyebutkan kondisi ini mengerikan, transmisi di kalangan murid dikhawatir akan tinggi dan bisa menciptakan klaster sekolah.
Menurut Tri Yunis Miko, PTM dapat dilakukan jika tingkat kasus positif (positivity rate) infeksi virus corona di suaru daerah rendah atau kurang 5 persen sehingga masuk dalam katagori zona aman.
"Itu bagaimana logikanya saat kasus harian masih 6.000 bahkan pernah 10.000 sekolah malah dibuka? Angka itu menunjukan positivity rate dan tingkat penularannya masih tinggi. Ini bisa mengerikan, transmisi di kalangan murid akan tinggi, dan menciptakan klaster sekolah," kata Yunis dikutip dari BBC News Indonesia, Selasa (23/3/2021).
Tingkat positif di Indonesia berada di angka sekitar 13 persen yang artinya memiliki penularan tinggi dan berbahaya bagi murid jika harus bersekolah.
Jawa Barat berada di tingkat pertama penambahan jumlah kasus harian, lalu diikuti Jakarta dan Jawa Tengah.
Solo dan Bekasi berada dalam zona jingga dengan resiko penularan sedang, Selasa (23/3/2021).
Sementara itu, pengamat pendidikan menilai PTM bisa dilakukan jika seluruh tenaga pendidik telah divaksin, sarana prasarana sekolah menunjang pelaksanaan protokol kesehatan, serta terdapat pengawasan dan evaluasi yang ketat dari pemerintah daerah, guru, hingga masyarakat.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, menargetkan akhir Juni, sekitar lima juta pendidik dan tenaga pendidik menerima vaksin sehingga pada tahun ajaran 2021/2022, sekitar pada Juli, pembelajaran tatap muka dapat dilakukan.
Meskipun ada sejumlah siswa dan orang tua murid mendukung PTM. ahli epidemiologi menilai bukan menjadi alasan satu-satunya pemerintah menerapkan PTM dalam waktu dekat, sebelum angka positif rendah atau di bawah 5 persen.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, mendukung program PTM mengingat dampak negatif yang ditimbulkan pelaksanaan PJJ. Namun, pelaksanaan itu tidak bisa dilakukan saat tingkat penyebaran virus corona masih tinggi.
"Ini bagaimana logikanya ya? Pada saat kasus kita hariannya masih 6.000 bahkan hingga 10.000, mau sekolah, logikanya di mana? Ini kan artinya positivity rate, tingkat penularannya masih tinggi," kata Yunis.
Menurut Yunis, sebelum mengizinkan sekolah dibuka, pemerintah harus terlebih dahulu memutus jaring penyebaran Covid-19, dengan cara meningkatkan tes, penelusuran kontak, serta pembatasan sosial.
"Guru divaksin itu tidak lantas aman, Sinovac itu efikasinya 65,3 persen, artinya 34,7 persen guru masih bisa terinfeksi, apalagi muridnya yang tidak divaksin," jelasnya.
Menurutnya, potensi penularan mulai dari rumah, di perjalanan, di dalam sekolah, pulang sekolah.
"Di China yang sudah hijau, positivity rate di bawah 5 persen, melaksanakan protokol ketat dan mahal, masih bocor, apalagi kemungkinan di Indonesia," katanya.
Lantas apa solusinya? Menurut Yunis, suatu daerah bisa melaksanakan PTM jika tingkat infeksi harian berada di bawah 5 persen dan masuk dalam zona hijau - penularan Covid-19 rendah.
Kalau 5 persen hingga 10 persen itu sedang, sebutnya, bisa PTM tapi dengan syarat protokol kesehatan ketat seperti semua harus diswab atau antigen untuk memitigasi resiko. Sanitasi baik, thermogun, dan hand sanitizer.
"Tapi kalau di atas 10 persen itu tinggi, tidak boleh PTM. Lalu, anak diberikan vaksin Pfizer yang bisa untuk usia enam tahun ke atas. Kasihan anaknya kalau harus sekolah tapi belum diimuniasi," ujarnya.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, Ubaid Matraji, mendukung PTM Juli mendatang.
"Karena PJJ membuka fakta bahwa kualitas murid menjadi menurun, kekerasan pada anak meningkat, paparan terhadap gadget meningkat dari kecanduan hingga kena sakit jiwa," kata Ubaid.
Namun, pelaksanaan PTM harus dilakukan dengan persiapan matang dan pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat.
"Juli itu sebentar lagi, tapi masih banyak sekolah yang sarana prasarananya belum siap, seperti sanitasinya buruk. Pemantauan kami, satu dari tiga toilet sekolah itu tidak layak. Lalu tempat cuci tangan tidak ada," kata Ubaid.
Kemudian, hingga saat ini, masih banyak tenaga pendidik yang belum divaksin.
"Sekolah juga masih ada yang belum melakukan pemetaan siswa dan guru seperti tinggal dimana, bagaimana ke sekolah, pernah bertemu dengan kasus positif, peta itu harus dilakukan jangan sampai sekolah jadi klaster Covid-19," kata Ubaid.
Pemerintah harus memberikan alokasi dana operasional kepada sekolah untuk mempersiapkan hal tersebut.
"Dampak positif PTM itu, kualitas bisa baik, angka kekerasan anak tidak ada lagi, pembelajaran berjalan efektif. Tapi negatifnya jika tidak dipersiapkan matang, akan ada klaster baru di sekolah," katanya.[]
Komentar