Kasus Penangkapan Kapal Trawl di Aceh Timur Perlu Menjadi Perhatian Khusus

Waktu Baca 5 Menit

Kasus Penangkapan Kapal Trawl di Aceh Timur Perlu Menjadi Perhatian Khusus
Nelayan sedang melepas ikan dari jala selepas melaut. Foto: Hotli Simanjuntak/readers.ID

Beberapa hari lalu Kapal Pengawas Perikanan Hiu 08 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP-RI berhasil menangkap nelayan yang menggunakan trawl (pukat harimau) di perairan Aceh Timur.

Untuk itu, Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA) meminta agar kasus tersebut menjadi perhatian khusus dan perlu dikawal oleh berbagai pihak

“Penangkapan kapal yang diduga menggunakan alat tangkap jaring Trawl oleh KKP patut diapresiasi, namun juga perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak termasuk Jaringan KuALA untuk mengawal kasus ini," kata Sekjen KuALA, Gemal Bakri, Rabu (8/9/2021).

Gemal mengatakan, penggunaan alat tangkap ikan terlarang telah menjadi keresahan masyarakat terutama nelayan kecil, karena  kapal-kapal yang menggunakan trawl tersebut kerap beroperasi di areal tangkapan nelayan tradisional.

"Bila kapal-kapal Trawl ini dibiarkan terus menerus mengeruk dasar laut kita dan mengangkut apa saja yang dilewatinya sangat besar kemungkinan hilangnya habitat-habitat ikan yang menjadi mata pencaharian nelayan-nelayan kecil yang hanya mampu beroperasi di perairan pinggir pantai kita," ujarnya.

Penggunaan jaring trawl, kata Gemal, merupakan sekelumit masalah perikanan Aceh yang belum mampu diselesaikan secara serius oleh Pemerintah. Sehingga kondisi tersebut dimanfaatkan oleh pelaku usaha dengan cara meningkatkan skala usaha dan upaya penangkapan, walaupun penggunaannya bisa dipastikan beririsan dengan wilayah penangkapan nelayan kecil.

Menurut Gemal, tidak seriusnya Pemerintah dalam menyelesaikan kasus penggunaan trawl itu terkesan adanya pembiaran yang dilakukan oleh pihak yang berwenang. Sehingga penggunaan kapal trawl mengakibatkan tergangganggunya mata pencaharian nelayan-nelayan kecil. 

"Seperti yang terjadi di kawasan Kuala Bugak Aceh Timur, masyarakat nelayan di sana yang menggantungkan hidupnya sebagai pencari udang saat ini telah merasakan dampak buruk dari aktivitas kapal-kapal trawl tersebut. Kapal-kapal besar ukuran 20 GT telah beroperasi selama bertahun-tahun dan perlahan-lahan telah menekan aktivitas nelayan kecil di sana," jelas Gemal.

"Pada akhirnya nelayan kecil terusir dari wilayah kelola adat laut mereka sendiri. Karena jumlah kapal dan tekanan yang sangat besar," tambahnya.

Gemal menuturkan, Panglima Laot setempat yang seharusnya memiliki kewenangan mengatur tata tertib penangkapan ikan juga tidak dapat berbuat banyak, sehingga hal tersebut telah memicu konflik antar nelayan.

"Di mana dalam catatan KuALA hal serupa telah terjadi berulang-ulang kali seperti yang terjadi di Aceh Timur, Aceh Barat,  dan Nagan Raya di mana kekecewaan masyarakat adalah setelah usaha besar yang sangat kita harapkan bersama adanya penegak hukum tidak dapat menjadi efek jera untuk pengusaha-pengusaha yang bermain dengan memodali boat-boat nelayan kita menggunakan alat tangkap yang tidak ‘fair’ ini," katanya.

Padahal, kata Gemal, masyarakat hanya menuntut keadilan bagi mereka yang terdampak dan tidak mampu bersaing untuk melaut lebih jauh karena keterbatasan armada yang rata-rata di bawah 3 GT.

Gemal menyampaikan, momentum adanya penangkapan ini bisa kembali membangkitkan semangat, terutama nelayan kecil di dalam kawasan pengelolaan adat Panglima Laot, serta pihak Pemerintah yang membidangi ini bisa sinergis dan dapat membagun kembali kepercayaan masyarakat, bahwasannnya laut Aceh adalah berdaulat. Sebagaimana nelayan-nelan Aceh menaati aturan adat, yakni larangan melaut di hari Jumat.

"Bila terbukti mereka (KM. KM. Lesmana dan KM. Budi jaya) melanggar aturan adat laot, maka sudah selayaknya juga kedua kapal ini diproses secara adat. Panglima Laot juga harus memanggil pemilik kapal dan menyelenggarakan sidang adat laot serta menerapkan mekanisme pemberian sanksi sesuai kearifan lokal yang berlaku di sana. Jangan sampai hanya anak buah kapal (ABK) saja yang menjadi korban (tumbal)," pungkasnya.[]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...