Kelop Didong Musara Bintang yang Berdiri Akhir Tahun 1950

Author

Waktu Baca 6 Menit

Kelop Didong Musara Bintang yang Berdiri Akhir Tahun 1950
Diskusi bincang Budaya yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Kesenian Gayo. Minggu (29/5/2022).

“Sebelum Musara Bintang, namanya Semah Salam, Bintang Ali, dan Kelop BA,” kata ceh legendaris kelop Musara Bintang, Djamaludin Meri atau Uding Musara.

Untuk diketahui, Jamaluddin menjadi narasumber Bincang Seni Seri #2 yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Kebudayaan Gayo melalui Zoom Meeting yang dimoderatori Yusradi Usman al-Gayoni pada Minggu (29/5/2022).

Pada satu waktu, lanjut Jamaluddin, Prof. Muhammad Daud Ali atau Mr. Daud ke Bintang dan menggelar didong jalu, “Kelop BA dengan Kemara, tepatnya di roda. Mr. Daud lah yang mengusulkan nama Musara Bintang,” kata Djamaludin.

Jiwa seni Udin Musara, akunya, turun dari ibunya. Ibunya suka bersaer. Saer merupakan salah satu dari sastra lisan Gayo, termasuk didong. 

“Ibu suka bersaer, sering bersaer di joyah. Ibu-ibu, beberu sering kumpul di joyah dan bersaer bersama ibu. Itu yang menurun ke saya,” katanya.

Saat itu, lanjutnya, saya sempat tidak sekolah, tidak ada guru karena peristiwa saat itu (konflik DI/TII). “Akhirnya, saya pindah ke Takengon dan sekolah di SD 1. Saat Bintang sudah aman, balik lagi dan sekolah di Bintang, sampai tamat,” sebut Udin Musara.  

Saat konflik kembali pecah, sambung Udin Musara, dirinya tidak sekolah lagi. “Saya mulai diajak berdidong, berjangin. Kemudian, saya dibawa ke Takengon, naik kapal, dimasukkan ke tong, biar anak-anak yang lain tidak ikut. Sesudah di Takengon, saya mulai berdidong. Pertama kali tanding didong (didong jalu) dengan Winar, di Tangsi,” ujarnya.   

Sebelum dirinya (Udin Musara), ada beberapa ceh legendaris Musara Bintang. “Masih Kelop BA namanya. Ada Ceh Dolah, Ceh Bedul, Ceh Nasir, Ceh Bakar. Setelah itu, baru ke Musara Bintang, Ceh Iskandar, Ceh Muhtar. 

“Sementara, apit (pendamping) saya, dari pertama sampai sekarang, mulai dari Tamrin (alm), Indra (alm), Berahim (alm), Liyes (alm), Seh (alm), dan terkhir ini, Amsa. Waktu oya, didong pe didong, kuyu alus pe bebuet. Nge lagu noya, kune mele (waktu itu, didong pun didong, mistik/mantra-mantra pun tetap digunakan. Sudah seperti itu, mau gimana),” bebernya.  

Didong saat itu, jelasnya lagi, berbeda dengan didong sekarang. Pada waktu itu, saya bisa menciptakan satu hari satu karangan. Bahkan, satu kata jadi tiga lagu. Sebagian besar berisi perjalanan hidup saya.

"Sejak mulai berdidong, saya tidak pernah berhenti. Sampai-sampai, Bupati Beni, didong jalu seringnya dengan Winar. Sampai-sampai, dipanggil Bupati Nurdin Sufi, diminta supaya tidak berhenti berdidong, dan disediakan mobil willys plat merah, sore balik lagi ke pendopo. Setelahnya, Camat Bintang saat itu juga meminta balik dari Jakarta. Asal saya mau, dikasih tanah,” ceritanya. 

Udin Musara juga menciptakan didong/lagu yang berbau keindia-indiaan, karena tren dan disukai masyarakat ketika itu (mununung masa).

“Saya juga tidak pernah absen nonton film India. Selesai nonton, saya sudah hafal dan bisa membawakan lagu India tadi. Karenanya, saat menciptakan lagu, selalu tuk atau sarik di awal, biar membuat penonton penasaran. Didong/lagu yang saya ciptakan, sempat dikumpulkan. Sayangnya, sudah hilang. Yang terpublikasi saat ini, hanya sebagian kecil saja. Sudah banyak juga yang lupa,” sebutnya.

Selain untuk menghibur, sambung Udin Musara, dirinya dan Musara Bintang juga berdidong untuk kegiatan sosial dan mengumpulkan dana (fund raising) untuk pembangunan tempat/fasilitas publik di Aceh Tengah, seperti sekolah, menasah, masjid, dan jembatan.

“Di lapangan tenis itu saja, saya didong puluhan kali. Belum lagi, daerah Simpang Tige, Ponok Baru, Atang Jungket, dan Angkup. Sayangnya, tidak ada penghargaan buat ceh. Saya pribadi, berdidong karena seni, panggilan jiwa. Makanya, saya tidak pernah rekaman (orientasi ke materi). Kemel, malu saya,” katanya. 

Bincang Seni Seri #2 Pusat Kajian Kebudayaan Gayo diisi dengan pertunjukkan didong ceh legendaris Musara Bintang Djamaluddin Meri (Udin Musara) dengan penepok dari Sanggar Pegayon.

Sumber:PKKG/YS

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...