Kepengurusan HPBM Dianggap Gagal Total, Riga Wantona Dituntut Lengser Melalui Mubes Luar Biasa
Mutadyinil Haqqi menyatakan bahwa seharusnya pimpinan organisasi paguyuban Bener Meriah di Banda Aceh tersebut harus merasa malu karena tidak punya indikator keberhasilan didalam menjalankan sebuah organisasi.
BANDA ACEH, READERS – Seorang mahasiswa aktif asal Bener Meriah yang kuliah di Banda Aceh, Mutadyinil Haqqi memprotes keras keberadaan kepengurusan HPBM Banda Aceh periode 2019-2021 yang diketuai Riga Wantona. Kepengurusan masa Riga dianggap sudah kadaluarsa dan tidak berjalan dengan baik serta tidak produktif. Jum'at (1/7/2022).
Mutadyinil Haqqi menyatakan bahwa seharusnya pimpinan organisasi paguyuban Bener Meriah di Banda Aceh tersebut harus merasa malu karena tidak punya indikator keberhasilan didalam menjalankan sebuah organisasi.
"Kami menilai Riga telah gagal dalam membangun keharmonisan didalam tubuh paguyuban yang telah lahir sejak 14 Februari 2004 ini. Selama ini kegiatan HPBM kami nilai tidak tampak bermanfaat bagi pengurus dan gagal dalam melakukan upaya regenerasi bagi mahasiswa asal Bener Meriah yang ada di Banda Aceh," ungkap Mutadyinil Haqqi tegas.
Mutadyinil Haqqi juga menyesalkan tindakan Riga Wantona yang sering mengatasnamakan organisasi HPBM Banda Aceh dalam kegiatan-kegiatan aksi dan kegiatan lainnya yang bahkan beberapa pengurus tidak mengetahui terkait hal tersebut.
“Jelas paguyuban HPBM Banda Aceh yang kami cintai ini telah fakum dan kadaluarsa di kepemimpinan Riga. Riga Wantona harusnya punya rasa malu, karena kepengurusannya sudah lama habis waktu," tegas Haqqi.
Mestinya, lanjut Haqqi, Riga dapat melakukan pemilihan ketua baru, tapi dia malah sibuk dengan kegiatan-kegiatan di daerah. Ini keterlaluan, "akibat tindak tanduknya itu, beberapa generasi mahasiswa asal Bener Meriah di Banda Aceh kehilangan kesempatan untuk berproses dan meregenerasi penerus HPBM Banda Aceh,” kata Mutadiynil Haqqi.
Haqqi juga mempertanyakan kejelasan paguyuban HPBM Banda Aceh apakah masih ada atau tidak, hal tersebut diungkapkan karena Haqqi sebagai mahasiswa asal Bener Meriah merasa malu terhadap kepengurusan Riga Wantona yang telah gagal mengayomi mahasiswa baru dari Bener Meriah. Selain itu Haqqi sangat menyesalkan tindakan Riga yang tidak memiliki kepemimpinan yang jelas di wadah tersebut.
"Saya sudah dua semester kuliah di Banda Aceh, tapi pengurus HPBM di masa Riga saya duga tidak bisa merangkul mahasiswa-mahasiswa asal Bener Meriah. Kami jelas telah kehilangan kepercayaan kepada pengurus HPBM yang di pimpin Riga. Kami juga akan menuntut diadakannya Musyawarah Besar Luar Biasa untuk menurunkan Riga dari tampuk kepemimpinan HPBM Banda Aceh," ujar Haqqi.
Kami, lanjutnya, bersama beberapa teman-teman juga sempat terbesit untuk membentuk wadah paguyuban baru mahasiswa Bener Meriah di Banda Aceh yang mampu mengayomi dan menjadi rumah bagi mahasiswa yang berasal dari bener meriah, ungkap Haqqi.
Sementara itu, salah seorang mahasiswa Bener Meriah lainnya Ulyadi juga menyesalkan sikap kepengurusan HPBM Banda Aceh di bawah kepemimpinan Riga Wantona tersebut. Ia mengungkapkan semestinya kepengurusan HPBM Banda Aceh dapat menyambut dan mengayomi mahasiswa baru saat tiba di Banda Aceh.
“Keberangkatan kami dari kampung halaman menuju ke perantauan untuk menempuh pendidikan sembari mempelajari bagamaina hidup mandiri di perantauan untuk mencari ilmu dan terpisah dari orang tua. Tentu dalam bayangan kami terlintas dan bertanya-tanya apakah ada tempat untuk kami bertanya dan sekedar mencurahkan keluhan-keluhan kami yang tidak terpecahkan seorang diri,” ujar Ulyadi.
Ulyadi juga mengaku cemburu ketika melihat rekan-rekan yang berasal dari daerah tetangga, yaitu Kabupaten Aceh Tengah dan kabupaten lainnya yang sering melakukan kegiatan demi kegiatan yang intinya merangkul dan menghadirkan kebersamaan.
"Kami sempat berinisiatif akan membuat organisasi atau paguyuban mahasiswa asal Bener Meriah selain HPBM Bener Meriah, tapi setelah kami bertanya-tanya ternyata di Banda Aceh, mahasiswa asal Bener Meriah juga punya paguyuban mahasiswa yang bernama HPBM,” ungkap Ulyadi.
Terakhir Ulyadi berujar, setelah mengetahui akar permasalahan, ia berharap semoga kepengurusan paguyuban HPBM Banda Aceh bisa lebih dewasa dan mampu merangkul adik-adiknya yang datang dari daerah menimba ilmu ke Banda Aceh. (*)