KontraS Aceh Minta Pemerintah Serius Tangani Rohingya
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh mendesak pemerintah Aceh serius menangani kedatangan pengungsi Rohingya di Bireuen. Karena aspek kemanusiaan harus lebih dikedepankan untuk menyelamatkan mereka yang terombang-ambing di laut lepas.
Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra menegaskan, terlebih penanganan pengungsi seperti ini telah diatur dalam Perpres 125/2016 tentang Pengungsi Rohingya. “Pemerintah harus konsisten dalam mengimplementasikan aturan yang dibuatnya sendiri. Apalagi, perhatian dari masyarakat dan desakan elemen sipil lainnya, patut menjadi pertimbangan bagi pemerintah,” kata Hendra Saputra, Jumat (31/12/2021) melalui siaran tertulis diterima readers.ID.
Sebelumnya keberadaan pengungsi Rohingya pada 26 Desember 2021 lalu sempat terombang-ambing di perairan Bireuen, Aceh. Bahkan pengungsi Rogingya berjumlah 120 orang terdiri orang dewasa, perempuan dan anak-anak sempat hendak didorong kembali ke laut lepas untuk melanjutkan perjalanan.
Pemerintah sempat mengambil langkah dengan memasok logistik ke kapal pengungsi Selasa (28/12/2021) agar mereka melanjutkan perjalanannya menuju negara tujuan. Namun, sikap tersebut menuai sorotan dari sejumlah organisasi sipil, baik lokal, nasional hingga internasional. Namun belakangan, Pemerintah RI akhirnya secara resmi menyatakan bakal menampung lebih dulu para pengungsi atas nama kemanusiaan.
“ KontraS Aceh tetap meyakini bahwa aspek kemanusiaan harusnya lebih dikedepankan ketimbang pendekatan hukum dalam menangani para pengungsi. Perlu diingat, bahwa ini menyangkut nyawa manusia. Ketika otoritas di sebuah negara punya kemampuan untuk memberi pertolongan, seharusnya tidak sulit untuk mengambil langkah-langkah yang lebih manusiawi,” tukasnya.
Terdamparnya pengungsi Rohingya ke daratan Aceh telah terjadi kesekian kalinya. Namun, Lawhan menilai, Pemerintah Aceh hingga kini belum memiliki mekanisme penanganan yang komprehensif terhadap kedatangan pengungsi tersebut.
Perdebatan soal penanganan pengungsi seharusnya tak perlu berlarut-larut, sebutnya, jika pemerintah konsisten mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri, guna menindaklanjuti temuan semacam ini yang juga sudah terjadi berulang kali di Aceh.
Dengan aturan ini pula, jelas bagi Pemerintah Aceh untuk mengambil langkah yang sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan, yakni dengan memberi pertolongan kepada mereka --yang tak lain korban konflik di negara asalnya, Myanmar. Salah satu caranya dengan menyelamatkan pengungsi itu ke daratan dan memberi pelayanan yang manusiawi terhadap mereka.
Pasal 9 Perpres 125/2016 telah merincikan langkah-langkah pertolongan itu. Yakni, setiap pengungsi yang ditemukan dalam keadaan darurat harus lebih dulu dipindahkan ke kapal penolong, jika kapal mereka dalam kondisi rusak dan akan tenggelam. Lalu mereka dibawa ke pelabuhan atau daratan terdekat jika aspek keselamatan nyawa pengungsi dalam keadaan terancam.
“Selanjutnya, instansi terkait juga perlu mengidentifikasi pengungsi yang membutuhkan bantuan medis gawat darurat. Terakhir, para pengungsi diserahkan ke Rumah Detensi Imigrasi di pelabuhan atau daratan terdekat,” tutupnya.[]