LBH Bakal Bersurat ke Mahkamah Syariah Menguji Informasi Putusan
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh menilai adanya keganjilan dalam putusan Mahkamah Syariah Aceh yang memvonis bebas DP (35), terdakwa kasus pemerkosaan anak di bawah umur yang tak lain adalah keponakannya sendiri.
"Ini adalah contoh buruk penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual, apalagi ini terhadap anak," kata Direktur LBH Banda Aceh, Syahrul, saat dikonfirmasi readers.ID.
Sebelumnya Majelis Hakim Mahkamah Syariah Jantho, Aceh Besar dalam persidangan pada 30 Maret 2021 lalu memvonis pria warga Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar itu dengan hukuman 200 bulan atau 16,6 tahun penjara.
Dalam sidang tingkat pertama, majelis hakim dikatakan Syahrul, tidak main-main dalam menangani kasus tersebut.
"Hakim di tingkat pertama sudah begitu yakin dengan semua bukti dan fakta persidangan sehingga pelaku divonis dengan hukuman maksimal," ujarnya.
Keganjilan mulai terlihat saat terdakwa dinyatakan Majelis Hakim Mahkamah Syariah Aceh tidak terbukti bersalah melakukan pemerkosaan, dalam persidangan tingkat banding, pada Kamis (20/5/2021) lalu.
"Sayangnya, di tingkat kedua, Mahkamah Syariah Aceh, itu dibebaskan," kata Syahrul.
"Kita menilai bahwa ada cacat dalam memberikan pertimbangan dalam memutuskan perkara," imbuhnya.
Baca Juga:
LBH Banda Aceh sendiri mengaku belum mengetahui alasan dijatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa yang sebelumnya divonis bersalah.
Sebab hingga kini pihaknya belum mendapatkan hasil putusan dari sidang tingkat kedua tersebut. Padahal selaku lembaga bantuan hukum pihaknya menganggap hasil putusan itu sangat diperlukan.
"Kami sudah tiga hari ini melacak putusan banding yang bebas itu, namun sampai saat ini belum menemukan," kata Syahrul.
Dalam waktu dekat LBH Banda Aceh akan mengirimkan surat ke Mahkamah Syariah Aceh untuk menguji informasi terkait putusan yang ditetapkan.
LBH Banda Aceh meminta Mahkamah Syariah Aceh untuk melihat ulang kasus tersebut. Jika ada putusan yang salah, Pemerintah Aceh dikatakan harus bertanggung jawab untuk memanggil dan mengevaluasi instansi tersebut.
Ini Bukan Kasus Pertama
Perubahan vonis terhadap terdakwa kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur di Aceh, bukanlah kali pertama yang dilakukan Mahkamah Syariah Aceh.
Syahrul mengatakan, instansi pemerintah tersebut pernah mengubah vonis pada kasus yang terjadi di Aceh Barat Daya.
"Mahkamah Syariah Aceh kita ketahui sudah dua kali melakukan keanehan dalam putusannya. Pertama, di akhir tahun lalu, kasus di Aceh Barat Daya," kata Syahrul.
Dalam kasus tersebut, Mahkamah Syariah Blangpidie dikatakannya, telah memutuskan terdakwa kekerasan seksual dengan hukuman 12 tahun penjara pada sidang tingkat pertama.
Namun dalam sidang tingkat banding di Mahkamah Syariah Aceh, majelis hakim mengubah vonis dari kurungan penjara menjadi hukuman cambuk.
"Nah inikan aneh gitu. Semaua orang dalam kasus ini menginginkan pelakunya itu dikurung bukan dicambuk yang kemudian besoknya bisa bebas," ujarnya.
Dua kasus tersebut diakui direktur LBH Banda Aceh, yang baru diketahui dan terpublikasikan. Mereka menduga banyak kasus serupa yang terjadi.
"Itu yang terpublikasi, kami yakin banyak lah kasus-kasus yang tidak terpublikasi," ucap Syahrul.[acl]
Komentar