Mengenal Pisang Raket di Aceh

Pisang Raket merupakan makanan ringan dengan bahan dasar adalah pisang wak yang sudah masak dan diolah menjadi makanan.

Pisang Raket.
Penulis:

Soal membangkitkan ekonomi Indonesia tidak lepas dari pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau UMKM, termasuk di Aceh. Pemerintah Aceh sendiri terus mendorong pelaku usaha untuk maju dan bangkit soal dalam menambah dan meningkatkan ekonomi masyarakat.

Artinya pemerintah Aceh sangat mendukung penuh keberadaan UMKM untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh, salah satunya melalui usaha Pisang Raket.

Pisang Raket merupakan makanan ringan dengan bahan dasar adalah pisang wak yang sudah masak dan diolah menjadi makanan.

Salah seorang pelaku Pisang Raket, Rismawati (43) mengatakan bahwa usaha ini memang sudah dibangun sejak 2005 lalu. Walaupun demikian waktu itu belum memiliki nama atau brand.

“Umumnya makanan ini produk dari masyarakat Aceh Jaya. Nah waktu itu mengungsi di Barona Jaya di Cot Iri. Pada 2008 direlokasi direnovasi sama pemerintah Indonesia dan Australia,” kata Risnawati.

UMKM Pisang Raket dibawah binaan Dinas Koperasi dan UKM Aceh ini awalnya dibangun di tempat relokasi tersebut. Lantaran tidak ada usaha lain, sehingga mampu berkembang secara signifikan.

“Kegiatan ini kemudian menjadi salah satu pemasukan bagi keluarga yang berada di komplek tersebut,” ujarnya saat ditemui di Lambada Lhok pada Rabu (12/10/2022) lalu.

Pada perkembangan selanjutnya, Kemudian dibangunlah rumah di daerah Ladong, sebelumnya juga bahwa di barak itu sudah membuat pisang raket tersebut.

Produksi Pisang Raket di Ladong dapat ditemui di Jalan Laksamana Malahayati KM 23 Komplek Perumahan Indrapatra Blok M No 01 Desa Ladong Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar Kode Pos 23381.

“Karena tidak ada pekerjaan lain dengan kondisi yang saat itu masih kacau dan sengit,” ujarnya. 

Selanjutnya pisang raket diinovasi dengan dengan bentuk yang berbeda dari biasanya yang dibuat dengan bantuan lidi. Pisang dibelah dan agak tebal-tebal layaknya pisang sale.

Melihat potensi tersebut, Risnawati mengatakan saat itu juga ada inisiatif untuk menitip ke kedai-kedai dan toko-toko. Tanpa diduga masyarakat menyambut baik dari olahan pisang wak tersebut dan akhirnya menjadi pekerjaan utama di tempat relokasi.

Risnawati menyebutkan bahwa saat itu hanya ada 3 orang ibu-ibu yang mau menekuninya demikian, kini hampir seratus persen di pemukiman Ladong sudah berpartisipasi aktif membuat itu makanan ini.

Artinya, makanan tersebut tanpa diduga mampu memberdayakan perempuan di komplek tersebut sehingga pada 2019 Ladong menjadi sentral pisang raket atau sentra produksi.

“Jadi makanya kemudian pada 2019 Dinas Koperasi dan UKM Aceh menetapkan tempat tersebut sebagai sentral pisang rakit, sebenarnya kalau dipikir sentra, itu bahan baku dan pengrajin di situ. Sentra prdouksi,” jelasnya.

Risnawati melanjutkan, nama yang kami buat adalah kelompok bangkit bersama, kenapa bangkit bersama, karena terpuruk secara ekonomi akhirnya bangkit.

“Jadi itu awal mulanya. Saat ini siapapun yang datang ke tempat produksi ini, sebulan dua bulan lihat-lihat dan kemudian langsung terjun. Jadi siapa yang datang, mau penduduk yang mana pindahkan dan sebagainya sewa pasti mengikuti kegiatan tersebut,” ujarnya.

Menurut Risnawati, menjalankan aktivitas usaha tersebut tidak ada ruginya karena perkerjaannya cukup mudah sehingga tidak mengganggu aktivitas lainnya.

“Sembari menjalankan tugas, karena memang tuntuan ekonomi, dan paling gampang kerjanya. Mereka tidak mesti ke mana-mana, jadi disitu sudah ada penampung, kemudian kalau ingin hanya belah saja goreng dan nanti akan ada juga yang menampung,” jelasnya.

Bahkan, lanjutnya, ibu-ibunya sambil jaga-jaga anak bisa kerja karena tidak kemana-mana. 

Sementara itu untuk produksi perhari biasanya sedikit lama, namun sekarang mereka sudah terbantu sedikit karena menjalin kerjasama kelompok dengan pemasok pisang dari Aceh Utara. 

“Kalau dipikir secara efisien lumayan efisien. Karena menghemat ongkos waktu walau agak sedikit mahal. Jenis pisangnya pisang wak,” sebutnya.

Kalau sehari tergantung permintaan, namun hnaya mampu beli Rp100 ribu sebanyak 3 tandan, dari tiga tandan ini akan menjadi 300-400 pcs. Jadi kalau satu pinter itu jadi dua lembar. Dalam produksinya ini, terdapat beberapa rasa yang dapat ditemui seperti vanila, coklat dan varian rasa lainnya.

"Namun kebanyakan yang suka rasa orginal," terang Rismawati.

Pisang Raket atau Tusok ini dapat ditemui di Banda Aceh dan Aceh Besar tepatnya di toko-toko, di swalayan, bahkan juga tersedia secara online. Kebanyakan pisang ini dihargai dengan Rp15 ribu/pcs.

“Untuk pemasaran sudah juga keluar Aceh, namun belum rutin, tergantung dari peminat dan konsumen,” sebutnya.

Tidak hanya itu, untuk usaha Pisang Raket ini juga memang sudah memasuki negara tetangga Malaysia walau masih hanya dengan penjualan pribadi.

“Keluar Aceh sudah dipasarkan ke Malaysia dalam bentuk tandan. Artinya tergantung pemesanan, misalnya mereka pesan sebanyak Rp200 ribu. Pembeli juga akan melakukan ecer lagi di Malaysia,” katanya.

Untuk proses pengiriman, Risnawati menyebut masih melalui jalur pribadi atau titip kepada seseorang yang mau ke Malaysia. Soal ekspor, Risna menyebut untuk soal ini pihaknya masih jauh dari harapan karena masih membutuhkan beragam banyak berkas. Pihaknya terlebih dahulu untuk melakukan pengeceran secara pribadi, namun jika sudah banyak konsumen yang memungkin tentu akan dipertimbangkan.

Walau demikian, di Aceh sendiri Pisang Raket diharga sesuai dengan masing-masing pelaku usaha. Namun Rismawati menghargai Pisang Raket dengan harga Rp15.000 perbungkus.

Untuk saat ini omset yang mampu dihasilkan Rismawati juga teman-temannya dalam perbulannya mencapai 2-3 juta.

Risma kelahiran 2 Juli 1979, mewakili pengrajin kelompok sentra produksi ke depan mengharapkan pihaknya adanya terus pembinaan secara rutin. “Artinya pembinaan mulai dari nol hingga berhasil,” katanya.

Bagi masyarakat yang penasaran dengan produknya, bisa memesan langsung melalui nomor 0831-9788-1959 (Rismawati) atau melalui https://linktr.ee/BANGKET.