Menghafal Quran, Bikin Aziz Bertahan di "Penjara Neraka" Maroko

Sebagai anggota militer Maroko, Aziz Binebine hanya bisa menuruti perintah komandan. Termasuk perintah ikut latihan bertempur pada suatu hari pada 1971.
Ternyata ini bukan latihan biasa. Ini adalah upaya kudeta militer yang dilancarkan terhadap Raja Hassan II.
"Latihan tempur" ini mengantarkannya menjadi penghuni penjara bawah tanah di tengah gurun di Maroko. Tazmamart, demikian nama penjara rahasia ini. Dikenal sebagai 'neraka di bumi' karena perlakuan yang diterima para tahanan sungguh sangat kejam.
Tahanan dijebloskan ke sel tunggal berukuran dua kali tiga meter. Tak ada cahaya, gelap gulita.
Di musim panas, suhu udara bisa mencapai 50 derajat Celsius, di musim dingin minus 10 derajat.
"Kami tak diberi pakaian ataupun selimut," kata Aziz.
"Setiap hari, kami diberi lima liter air, sepotong roti, sup yang tak ada rasanya, dan sayur kering. Itu saja, selama 18 tahun," katanya.
Aziz ditahan di Tazmamart setelah dinyatakan terlibat kudeta terhadap Raja Hassan II.
Padahal, Aziz tak tahu menahu soal kudeta pada pertengahan 1971 tersebut. Yang ia tahu, pada hari yang naas, bersama puluhan tentara, ia diminta ikut dalam latihan tempur, yang ternyata adalah upaya kudeta.
Dengan kondisi yang sangat kejam seperti ini, banyak rekannya meninggal dunia.
Jika ada yang meninggal, jenazah dibungkus kain dan dimasukkan ke dalam lubang di halaman penjara.
Tak ada batu nisan atau penanda lain. Sipir tak ingin ada jejak yang tertinggal. Pernah dalam satu musim dingin, beberapa rekannya meninggal berurutan.
"Ketika itu, kami seperti sudah terbiasa dengan kematian. Dalam pikiran kami, kawan-kawan tahanan ini tidak meninggal dunia. Mereka dibebaskan, dilepaskan dari neraka ini," kata Aziz.
"Bagi kami, lebih baik mati daripada berada hidup di dalam penjara. Jadi, kami sepertinya malah senang ketika tahu ada kawan yang meninggal," katanya.
Tapi, mengapa Aziz dan kawan-kawannya harus menjalani penahanan kejam ini?
Michael Willis, ahli Maroko di Universitas Oxford, Inggris, memperkirakan Raja Hassan II sangat murka, yang membuat para pekaku kudeta harus dihukum seberat-beratnya. Pelaku kudeta seakan-akan dipaksa menjalani penderitaan hebat yang sangat panjang.
"Raja Hassan mengeklaim tidak tahu soal kondisi penjara yang menjadi tempat penahanan para tentara. Mungkin ini semua disebabkan oleh rasa marah yang sangat besar dan keinginan untuk balas dendam terhadap orang-orang yang telah mengkhianati dirinya," ujar Willis.
"Juga untuk menjadi pelajaran bagi militer atau pihak-pihak yang mencoba melakukan kudeta terhadap dirinya," katanya.
Melihat kejamnya kondisi penjara, bisa dimengerti jika kemudian disimpulkan bahwa peluang untuk keluar dalam kedaan hidup sangat tipis.
Dari 58 tentara yang dijebloskan ke penjara Tazmamart, lebih setengahnya meninggal dunia.
Aziz bisa bertahan di kondisi yang mengenaskan selama 18 tahun. Ia mengatakan, ia banyak dibantu dengan keyakinan agama. Di penjara ini, sebagai pemeluk Islam, ia menyerahkan sepenuhnya kepada Allah semata.
Penyerahan total. Tak pernah sedetik pun ia meragukan eksistensi Tuhan.
"Pada hari pertama menghuni penjara, saya menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan tanpa syarat. Selama 18 tahun di penjara, saya tak pernah sekali pun meminta Tuhan untuk membebaskan saya, juga tak pernah meminta Tuhan agar mengurangi penderitaan saya," ungkap Aziz.
"Saya justru khawatir, kalau meminta sesuatu, maka penyerahan diri saya kepada Tuhan akan ternodai. Saya menyembah Allah bukan dengan mengharap imbalan, atau agar dibebaskan dari penjara."
"Saya menyembah Allah hanya karena memang saya ingin betul-betul menghamba kepada-Nya," kata Aziz.
Selain meyakini keberadaan Tuhan, komunikasi dengan sesama tahanan juga membantu Aziz bertahan hidup.
Pada saat-saat tertentu, tahanan berbicara, sementara yang lain mendengarkan. Aziz banyak berbicara, berkat ingatannya yang kuat tentang isi buku-buku yang ia baca saat remaja.
Aktivitas lain, yang juga sangat ditunggu, adalah belajar menghafal Quran.
"Dua dari tahanan hafal Quran. Ada tradisi di Maroko, anak-anak belajar menghafal Quran di madrasah. Suatu hari kami memutuskan untuk belajar menghafal Quran bersama-sama," kata Aziz.
"Yang hafal Quran melafalkan ayat-ayat dan kami semua belajar untuk menhafal ayat tersebut. Namun kecepatan para tahanan menghafal Quran berbeda-beda. Ada yang cepat, ada pula yang lambat."
"Biasanya saya membantu tahanan-tahanan yang lambat. Saya melafalkan ayat, dan mereka akan menirukan saya. Ini perlu kedisiplinan tersendiri. Namun proses belajar ini membantu kami untuk tetap waras," katanya.
Yang juga menjadi kegiatan favorit para tahanan adalah bernyanyi. Menyanyikan lagu apa saja. Pop, tradisional, berbahasa Arab, Prancis, maupun bahasa Inggris.
Lagu terbukti sangat membantu Aziz dan para tahanan untuk bertahap hidup. Ia menggambarkannya sebagai "pojok surga di bumi".
"Saat bernyanyi, Anda merasa senang. Ketika bernyanyi, Anda merasa… bahagia. Ketika melantunkan lagu, Anda melupakan persoalan Anda. Lagu adalah sumber kebahagiaan. Anda bisa merasa bahagia, meski menjalani kehidupan seperti di neraka," kata Aziz.
Setelah menjalani penahanan yang sangat mengenaskan dan menyengsarakan selama 18 tahun, Aziz dibebaskan pada 1991.
Pemberitahuan pembebasan disampaikan pihak berwenang melalui telepon ke keluarga Aziz.
"Saya yang menjemputnya … dan ketika Aziz melihat saya, ia berteriak memanggil nama kecil saya. Namun saya tak mengenalinya," kata Ilham, adik perempuan Aziz.
Ilham mengatakan, ia bungkuk dan tampak sangat ringkih. Ia seperti perempuan tua. Jauh dari Aziz yang ia kenal dulu, yang berperawakan kuat dan jangkung. Ia sekarang tak dikenali.
"Namun wajahnya sangat teduh. Di hari-hari pertama setelah ia bebas, ia selalu mengucapkan 'alhamdulillah' sebagai tanda syukur kepada Allah. Itu yang ia ucapkan terus menerus," kata Ilham.
Kondisi Aziz sangat mengenaskan, tak ubahnya kulit membungkus tulang. Ia juga tak bisa langsung hidup normal.
"Ia tidur di lantai seperti anjing. Padahal, kami sudah menyiapkan kamar dan kasur untuknya. Namun ia lebih memilih tidur di lantai, dengan posisi persis seperti anjing. Dia melakukannya selama berbulan-bulan. Kalau saya mengingatnya, saya masih sangat sedih," kata Ilham.
Lambat laut Aziz membangun kembali kehidupannya.
Ia menikah, punya anak, dan memaafkan sang ayah, yang sempat tak menganggapnya sebagai anak.
Ayahnya adalah salah satu penasihat dekat Raja Hassan II. Setelah kudeta, Raja Hassan II mengatakan kepada ayah Aziz bahwa Aziz termasuk salah satu tentara yang melancarkan kudeta.
Mendengar penuturan ini, ayahnya mengatakan, tentara yang Paduka maksud bukan lagi anak saya.
Namun, Aziz tak menyimpan dendam. Setelah dibebaskan, ia menemui sang ayah, pertemuan yang mencairkan hubungan.
Aziz juga menulis tentang pengalamannya selama di penjara Tazmamart.
Buku ini ia persembahkan untuk sesama tahanan yang meninggal dunia di sana.
Bagi Aziz, yang paling penting adalah ia masih diberi kesempatan untuk hidup setelah menjalani hari-hari mengerikan di penjara Tazmamart.
"Badan saya remuk. Saya sakit-sakitan… tapi saat dibebaskan, saya merasakan jiwa saya sangat kuat. Saya katakan ke diri sendiri, saya masih diberi kesempatan untuk hidup," kata Aziz.
"Ada banyak hal yang bisa saya lakukan. Tazmamart seakan terlupakan. Sekarang, jika saya berbicara tentang Tazmamart, itu seperti episode cerita yang terjadi pada orang lain," katanya.[acl]
Sumber: bbcindonesia
Komentar