Mengintip Wisata Sejarah Monumen Tugu Radio Rimba Raya di Bener Meriah
Seperti diketahui, tugu nasional ini memiliki sejarah yang menarik dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Lebih tepatnya sebagai benteng pertahanan negara pancasila dengan bendera merah putih ini. Untuk lebih mengetahui informasi tersebut, berikut READERS ulas sekilas perjalanan sejarah tugu Radio Rimba Raya ini.

BANDA ACEH, READERS – Bertandang ke Bener Meriah, jangan lupa untuk mampir di wisata sejarah nasional monumen tugu Radio Rimba Raya. Situs ini berada di Desa Rimba Raya, Kecamatan Pintu Rime Gayo Kabupaten Bener Meriah.
Jika dari arah Bireuen ke pusat ibu kota Redelong, lokasi ini berada di sebelah kiri atau dapat melihat petunjuk arah bertuliskan, “Monumen Tugu Radio Rimba Raya”.
Tentu di tugu Radio Rimba Raya ini, akan disuguhkan indahnya pemandangan alam yang dibalut sederet gunung-gunung yang menjulang. Tak ketinggalan pula hawa sejuknya yang eksotis kala pagi dan sore hari.
Seperti diketahui, tugu nasional ini memiliki sejarah yang menarik dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Lebih tepatnya sebagai benteng pertahanan negara pancasila dengan bendera merah putih ini.
Untuk lebih mengetahui informasi tersebut, berikut READERS ulas sekilas perjalanan sejarah tugu Radio Rimba Raya ini.
Tepisan Untuk Belanda Pasca Merdeka
Pasca kemerdekaan RI, Belanda kembali melakukan invansi Indonesia dalam agresi militer Belanda. Pertama agresi militer melancarkan serangan pada 21 Juli - 5 Agustus 1947. Namun Belanda tidak berhasil dan gagal total. Setelahnya Belanda kembali menyerang Indonesia setahun kemudian pada 19-20 Desember 1948.

Nah pada tahun ini, ibu kota negara di Yogyakarta telah jatuh ke tangan sekutu Hindia Belanda. Penguasaan kekuasaan wilayah itu disampaikan secara total melalui radio milik Belanda ditambah dengan penguasaan Radio Republik Indonesia.
Namun hal itu kemudian ditepis oleh Radio Rimba Raya milik TRI Devisi X Komandemen Sumatera, Langkat dan Tanah Karo dibawah pimpinan Panglima Kolonel Hussein Joesoef yang berkedudukan di Bireuen-Takengon, Aceh.
Radio Rimba Raya menjawab suara radio Belanda Hilversum yang mengatakan Indonesia telah tiada, yang sebagian negara di dunia mempercayainya. Terkait dengan penyiarannya, setiap malam mengudara, Radio Rimba Raya menggunakan signal calling “Suara Indonesia Merdeka” dalam enam bahasa, yaitu, Inggris, Belanda, Indonesia, Urdu/ Hindustan, bahasa Arab, dan bahasa China.
Dengan kekuatan satu kilowatt pada frekuensi 19,25 dan 61 mhz yang disampaikan atau disiarkan enam bahasa ini disyiarkan langsung oleh Syarifuddin, Ramli Melayu, M Syah Asyek, Syarifuddin Thaif, Syamsudin Rauf, Raden Sarsono dan Agus Sam.
Sedangkan bahasa Arab disampaikan oleh Abdullah Arief, Inggeris dan Urdu disiarkan Abdullah dan Chandra dua tentara Sekutu kebangsaan Inggris dan India yang membelot ke TRI, bahasa Belanda oleh W Shutz, dan bahasa Cina disiarkan Hie Wun Fie (WNI Bireuen).
Selain itu, saat demikian memanasnya suasana antara melawan penjajah Belanda, Kolonel Hoessein Joesoef memutuskan untuk menyiarkan informasi keemerdekaan bahwa Indonesia masih ada pada pukul 16.00 WSU (Waktu Sumatera) sampai 00.00 WIB menggunakan teknologi pemancar telegrap oleh Gubernur Militer Aceh Mayjen Tituler Tgk Muhammad Daud Beureueh.
“Republik Indonesia masih ada, Pimpinan Republik masih ada, wilayah republik masih ada dan disini adalah Aceh,” demikian bunyi tepisan tersebut.
Sementara berita-berita Mancanegara dipasok oleh Letnan Syafrudin di Jakarta dalam bentuk data stenograf. Informasi inilah yang dipancarluaskan ke dunia selain merelai siaran radio Republik Indonesia (RRI) di Yogyakarta sebelum akhirnya ditutup Belanda.
Kegoyahan Belanda tentu semakin menjadi-jadi karena radio ini mampu menembus beberapa negara dunia. Bunyi itu juga menyebut Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Revolusi 1945 masih tetap menyala dari dataran tinggi Gayo, tepatnya dari Kecamatan Timang Gajah (Sekarang Pintu Rime Gayo) Kabupaten Bener Meriah.
Karena telah goya, Belanda pun segera melakukan antisipasi dan mencari pusat sumber radio ini menggunakan pesawat. Hingga keliling mencari sumber suara itu namun tidak ditemukan di mana sebenarnya pusat yang teknologi dan infrastrukturnya ini dipasok oleh mayor Laut Jhon Lie.
Sejak radio ini mengudara, Belanda terus mencari dan mengintai sumber Radio tersebut dengan mengirim pesawat-pesawat capungnya ke berbagai wilayah seperti di langit Cot Gue, Aceh Besar. Namun kolonel Hoessein Joesoef yang bergerilya di hutan-hutan menghalau masuknya Belanda. Hingga akhir Desember 1949 setelah setahun agresi II Belanda tak kunjung menemukan Radio Rimba Raya yang terus mengudara menyiarkan berita kemerdekaan Indonesia keseluruh dunia secara berkala.
Melihat jasa perjuangan tersebut, akhirnya monumen Radio Rimba Raya diresmikan oleh Menteri Koperasi/Kepala Buloq, Bustanul Arifin (Alm) pada 27 Oktober 1987 pukul 10.30 WIB di Kampung Rimba Raya, Kecamatan Pintu Rime Gayo.
Berpindah-Pindahnya Pemancar Radio Rimba Raya
Dalam riwayat sejarawan, keberadaan radio Rimba Raya ini tidak menetap di satu tempat melainkan ber[indaj-pindah dari tempat satu ke tempat lainnya.
Sebelumnya, Radio Rimba Raya diupayakan mengudara pada wilayah-wilayah yang menjadi perlintasan kota seperti lintasan di kota juang Bireuen. Namun dipandang tidak aman jika mengudara, akhirnya perangkat Radio Rimba Raya di gotong secara bersama ke tempat yang dianggap sangat aman yakni di Takengon.

Mahmud Ibrahim menyebut, prangkat pemancar Radio Rimba Raya dibawa dan mengudara pada wilayah Bur Bius. Kemudian di tempat ini sempat hendak dibangun tiang pemancar, namun terpaksa dibatalkan karena telah diketahui Belanda.
Selanjutnya di bawa ke Takengon, dan melanjutkannya ke kampung Ronga-Ronga (Reronga). Pada 19 Desember 1948, Gubernur Meliter Aceh, Langkat dan Tanah Karo, dalam sidang Dewan Pertahanan Daerah, memutuskan 20 Desember 1948 pemancar radio yang kemudian dinamakan Radio Rimba Raya harus telah mengudara secara berkala.
Dijadikan RRI Radio Rimba Raya
Berawal dari sejarah dan didirikannya Tugu Radio Rimba Raya membawa kabar baik bagi Kabupaten Bener Meriah dari LPP Radio Republik Indonesia. Pihak RRI menjadikan Radio Rimba Raya sebagai RRI Radio Rimba Raya ke 98 di Indonesia.
Hal ini muncul berawal dari program seminar peran dan fungsi radio Rimba Raya dalam agresi militer Belanda ke II tahun 1948-1949, pada 4 Juli 2018 lalu di tugu Rimba Raya. Saat itu panitia yang dipercaya adalah kepala Kadis Kominfo Kabupaten Bener Meriah, Irmansyah S.STP.
Waktu itu Irmansyah menceritakan riwayat sejarah dari Radio Rimba Raya yang pernah mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari kebohongan Belanda dengan lantang.
“Sehingga radio ini menyiarkan kebenaran Indonesia masih ada kepada dunia, dan merupakan satu-satunya titik terakhir bagi republik Indonesia. Tanpa radio Rimba Raya belum tentu republik ini ada seperti saat ini,” katanya waktu itu.
Kegiatan itu juga bertujuan agar pemerintah pusat melegitimasi tugu bersejarah ini, mengakui Radio Rimba Raya sebagai sejarah Republik Indonesia dan juga diakui oleh seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dari Mianggas hingga pulau Rotte.
“Pun Generasi muda dapat mendapat edukasi sebagai generasi bangsa, khususnya Aceh Tengah, Bener Meriah, bangsa Indonesia secara universal agar dapat mengetahui bahwa ada sejarah tersembunyi di Bener Meriah yang perlu di publikasikan dalam peran sejarah kemerdekaan,” tambahnya.
Untuk diketahui, saat itu Bener Meriah tengah memiliki dua agenda besar. Pertama seminar Radio Rimba Raya dan kedua kedatangan ustadz kondang Abdul Somad, Lc, MA.
Dalam seminar itu, turut dihadiri beberapa pejabat tinggi pusat seperti Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu yang disampaikan oleh asistennya dan Direktur Utama (Dirut) Lembaga Penyiaran Publik RRI, Muhammad Roharudin. Selanjutnya Pemkab Bener Meriah juga menghadirkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Legiun Veteran Provinsi Aceh, Kol. Purn H.M Djafar Karim.
Menurut M Rohanudin, setelah ia melihat kondisi dan suasana, Ia mengharapkan akan secepat mungkin dibangun dan diluncurkan lagi RRI dan menjadi RRI ke 98 di seluruh Indonesia.
“Kami akan berbincang kembali dengan badan pengawas RRI, dan bila diizinkan kami akan bangun Radio Republik Indonesia dengan nama RRI Radio Rimba Raya,” ujarnya.
Saya kira, lanjutnya, RRI dengan spirit yang tinggi ingin membangun lembaga RRI di Bener Meriah sekaligus harus berdekatan bersamaan dengan museum Rimba Raya, secara bersama-sama kita akan berbicara kepada pak Menhan atau pak Presiden untuk membicarakan bahwa harus ada Radio RRI di sini.
Saat itu Rohanudin tampak serius dan besar hati untuk menambah RRI ke 98 itu sebagai tanda jasa dan penghargaan kepada Radio Rimba Raya yang telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Karenanya Ia juga akan berusaha menyampaikan kepada Presiden republik Indonesia bahwa Tanoh Gayo adalah tanah yang sangat penting dan berguna bagi perjuangan Republik Indonesia bagi kemerdekaan.
Berdirinya RRI Radio Rimba Raya ini juga tidak luput dari kerjasama RRI Takengon, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bener Meriah dan dukungan masyarakat. Bahkan Dirut menyebutkan bahwa radio Rimba Raya akan dimasukkan kedalam aplikasi radio play, yang bisa didengarkan langsung diseluruh RRI di Indonesia.
Beranjak dari kegiatan tersebut, Pemkab Bener Meriah mengambil sikap dan keputusan untuk mengambil tawaran yang dikatakan Dirut RRI M. Rohanudin. Dari itu hingga peluncuran pertama, Pemkab terus berupaya pergi ke Jakarta, Solo, Bener Meriah bolak-balik untuk mengurus integritas dari RRI Radio Rimba Raya ini.

Secara pelan-pelan, Pemkab memberikan Gedung RRI Radio Rimba Raya di Bener Meriah dengan memperbaiki gedung bekas kantor bupati lama. Gedung ini tidak jauh dari kota Simpang Tiga Bener Meriah Redelong, lebih tepatnya di jalan Buntul Nangka Paya Gajah, Simpang Tiga Redelong.
Sebelumnya salah satu tim Persiapan Pengembangan Kawasan Gayo-Alas Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Yusradi Usman Al-Gayoni, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Bener Meriah Irmansyah S.STP dan juga Kepala Stasiun RRI Takengon Aceh Tengah Agung dan Drs Gurniadi, meninjau Gedung bekas kantor ini yang akan dijadikan sebagai RRI Radio Rimba Raya sementara.
Seiring diperbaiki Gedung tersebut, peluncuran RRI Radio Rimba Raya Bener Meriah pun akan bersamaan langsung dengan hari ulang tahun RRI seluruh Indonesia ke-73 pada Rabu, 12 September 2018 di Jakarta, dengan tema "Dari sini (Gayo), Indonesia masih ada". Harapan itu berjalan mulus, namun disisi lainnya ada hal lain yang sangat penting untuk dijadikan sebagai momen istimewa yaitu peletakan batu pertama Gedung tersebut.
Serangkaian akan adanya acara pembukaan/kegiatan Gayo-Alas Mountain International Festival (GAMIFest) 2018, Pemkab ingin memanfaatkan momen ini sebagai peletakan batu pertama tadinya, karena GAMIFest akan dibuka langsung oleh Presiden RI, Ir H Joko Widodo pada 14 September 2018.
Rekaman di All India akan Dibawa Ke Indonesia
Menindaklanjuti adanya rekaman penyebaran atau memberantas hoax siaran terhadap Belanda pada tahun 1948-1949 oleh Radio Rimba Raya di AllIndia Radio, Pemerintah pun berupaya akan segera mengambil buktit tersebut untuk dijadikan fakta dan arsip sejarah kemerdekaan Indonesia.
Direktur Penyiaran Publik (DirPP) RRI, Soleman Yusuf saat MoU dengan Pemkab Bener Meriah dan RRI terkait pendirian RRI Radio Rimba Raya 25 Juli 2018 dan Dialog Interaktif Nasional RRI “Peran Radio dalam Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia”, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Bener Meriah, Irmansyah, S. STP langsung menyambangi Kementerian Luar Negeri untuk mendiskusikan langkah bersama guna mendapatkan rekaman tersebut.

Irmansyah yang ditemani anggota tim pengembangan kawasan Gayo-Alas (Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Gayo Lues, dan Bener Meriah) dan Gayo-Alas Mountain International Festival Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Yusradi Usman Al-Gayoni, sutradara film dokumenter Radio Rimba Raya, Ikmal Gopi, dan anggota tim riset film Radio Rimba Raya Zuhri Sinatra, menjelaskan bahwa kedatangan mereka untuk mengkonsultasikan proses dan mekanisme pengambilan bukti sejarah dari rekaman Radio Rimba Raya tersebut.
“Upaya ini harus kita lakukan karena bukti rekaman tersebut ada di All India Radio,” kata Irmansyah di Kementerian Luar Negeri di Jakarta, pada Rabu 5 September 2018.
Sementara, Direktur Asia Selatan dan Tengah Kementerian Luar Negeri, Ferdy Piay, yang menerima delegasi tersebut, menegaskan, Kementerian Luar Negeri akan segera menindaklanjuti masalah tersebut baik melalui Kedutaan India di Jakarta maupun melalui Kedutaan Indonesia di India.
Demikian sekilas ulasan mengenai sebagian sejarah Tugu Radio Rimba Raya di Kabupaten Bener Meriah. Tentu akan disayangkan dan akan membuat penasaran jika berkunjung ke Bener Meriah tanpa menghadiri wisata sejarah ini yang dikenal sebagai benteng pertahanan Kemerdekaan Indonesia di Gayo ini!
Komentar