Pak Ryan dan Energi Pagi
Perjalanan selalu saja memberikan kejutan dan pelajaran. Kadang sering mendapat saudara baru, kadang mendapat rekan kerja baru dan tidak sedikit pula kesempatan perjalanan tersebut mendapatkan hikmah dan bekal kebaikan lain.

“Jangan keluar rumah bila hati gelisah. Jangan pergi dulu bila yang dipamiti belum rela. Selesaikan dulu semua, sampaikan dan bicarakan agar semua bisa saling mendukung dan bisa mengubah menjadi sebuah kekuatan. Seperti energi pagi.”
Begitu almarhum kedua orang tua saya berpesan suatu hari. Saya mengartikan petuah itu, “pastikan semua baik-baik, hati yang senang, agar apapun yang dilakukan menghasilkan sesuatu yang baik.” Konsep energi pagi ini selalu saya bawa seperti telah tertanam di alam bawah sadar.
Saat itu saya tidak terbayang di pikiran saat mendengarkan ucapan tersebut, apa artinya. Tapi sepanjang perjalanan menjalani kehidupan ini, saya mulai paham. Demikianlah konsep kebaikan yang dibangun dan dipelihara orang tua. Tanpa disadari anak-anak kemudian tinggal mengimplementasikannya dengan baik, tidak bersusah-payah.
Seperti nasehat itu, minggu lalu, energi pagi juga benar-benar saya rasakan. Setelah berpamitan dengan keluarga, menuju bandara dan terbang menuju Kota Medan, untuk sebuah undangan kegiatan literasi dan sharing of knowledge bersama teman-teman yang konsern di jalan itu.
Saya terbang dengan menggunakan maskapai Wings Air. Duduk di kursi nomor 1A. Seorang teman yang kebetulan bertemu di bandara mencandai saya. Dari nomor kursi itu membuat saya terkesan benar-benar haus berlibur dan seperti “balas dendam” karena nyaris tak pernah jalan-jalan menggunakan moda pesawat terbang sejak pandemi Covid-19 datang. Tiga tahun waktu yang cukup lama.

Duduk bersebelahan dengan seorang guru agama sebuah sekolah di Banda Aceh, kami ngobrol panjang lebar. Mulai dari saling sharing pengalaman masing-masing selama masa pandemi sampai berkisah tentang anak masing-masing. Bagaimana perjuangan menjadi orang tua.
Suara dari ruang kokpit memberitahu pesawat akan segera take off dalam waktu 15 menit lagi.
“Pak, saat saya berpergian ada seorang sahabat mengajak saya berdoa, mengingatkan kita pada sebuah kepasrahan dan berharap pertolongan Allah. Membaca ayat kursi. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya, saya juga mau ngajak bapak, saling mengingatkan,” begitu ucapan Pak Guru yang bernama Heri dengan senyum tulus.
Suaranya terdengar sangat lembut dan santun saat mengingatkan saya. Meski merasa sudah membaca doa, saya tetap mengikuti. Menambah tenang dan lega, apa salahnya. Bismillahirrahmanirrahim. Saya melanjutkan lafaz ayat kursi.
Roda pesawat terdengar lembut meninggalkan bandara. Pelan namun pasti. Membawa kami terbang ke angkasa biru.
Bagi saya perjalanan selalu saja memberikan kejutan dan pelajaran. Kadang sering mendapat saudara baru, kadang mendapat rekan kerja baru dan tidak sedikit pula kesempatan perjalanan tersebut mendapatkan hikmah dan bekal kebaikan lain.
Tidak terasa 1 jam 10 menit sudah berlalu. Pesawat yang kami tumpangi mendarat di Bandara Kuala Namu, Deli Serdang, Sumatera Utara. Di depan pintu kedatangan, suasana bandara yang mulai ramai seperti mengisyaratkan pandemi Covid-19 memang sudah benar-benar melandai. Tawa dan canda para penumpang yang menunggu jemputan di sebuah warung kopi dalam lingkungan bandara pun menjelma seperti sebuah tontonan yang mengasyikkan. Kami seperti terbawa suasana.
"Pak, ini Pak Ryan," kata Pak Marwajih, sahabat saya dalam perjalanan ke Medan. Ia memperkenalkan Pak Ryan kepada saya.
Assalamualaikum, Pak. Selamat datang di Medan. Kita akan menuju ke lokasi acara ya Pak. Di sekolah kita,” kata Pak Ryan.
Saya dan rombongan teman-teman meninggalkan bandara menuju lokasi tujuan kami. Di sepanjang perjalanan saya mengingat banyak hal, pertemanan dan hikmah. Perjalanan yang saya lakukan adalah sebagian dari perjalanan hikmah dan silaturahmi.

Pak Ryan adalah sosok muda yang bertugas sebagai humas dan koordinator parents club di sebuah sekolah bernama Prestige Bilingual School di Medan. Sekolah ini berdiri atas kerjasama antara Yayasan Fatih Indonesia, Banda Aceh dengan Yayasan Pendidikan Muda Kuala, Medan. Ia juga mengkoordinir program parents club, sebuah program yang dijalankan sekolahnya untuk menjembatani orang tua wali dengan sekolah dan guru. Program yang dirancang sangat baik dan telah dijalankan nyaris 5 tahun.
“Terimakasih Pak Ryan sudah diundang kemari,” saya membuka obrolan.
“Sama-sama, Pak. Selamat datang di Medan dan mari kita lihat kondisi sekolah kami,” katanya ramah.
Dengan khas gaya seorang anak muda, semangat dan attitude yang santun tentu akan membuat Pak Ryan mudah diterima di banyak kalangan. Ia tampak sangat bersahaja dan tertata dalam berbicara. Tanpa berlama-lama, sambil mengelilingi lingkungan sekolah, ia mulai berkisah tentang banyak hal yang dilakukan selama ini.
Pak Ryan bertutur bagaimana Direktur Pendidikan bersama Kepala Sekolah termasuk Pak Ryan mengelola parents club sebagai perkumpulan wali murid untuk membangun semangat yang tak boleh padam. Program ini membuat sekolah tidak hanya berjalan selayaknya sekolah saja. Tapi juga memberi jalan agar mereka bisa mengeksplorasi banyak hal untuk mengedepankan minat dan bakat siswa. Namun dukungan dan partisipasi semua pihak tetap diharapkan. Salah satunya adalah dukungan orang tua.
Kehadiran orang tua harus ada, tidak hanya sampai level terasa ada, tapi nyata adanya. Respon mereka membersamai sekolah melalui terjalinnya komunikasi dua arah bisa membuat orang tua lebih tenang menyekolahkan anaknya. Sekolah pun bisa memberi feedback positif terkait perkembangan muridnya.
“Kolaborasi sekolah tersebut dengan walid murid itu berjalan dengan baik. Selama ini kami selalu memberitahu para orang tua murid apapun yang program yang dijalankan dan dilakukan sekolah. Cara ini memberikan dampak yang positif,” kata Pak Ryan.
“Saya bersyukur bisa berada dalam sistem yang benar dalam mengelola sekolah ini. Selain mengajar, saya diserahkan tugas dan kepercayaan untuk menjalankan program parents club,” kata Pak Ryan.
Program parents club menurutnya sangat jitu untuk menyatukan banyak orang tua di dalamnya. Selain program seminar, parenting, serta acara menarik lainnya, juga disertai kegiatan oleh raga seperti tenis, bulu tangkis, sepak bola dan bersepeda.
Tak jarang, pihak sekolah pun sering mengunjungi orang tua siswa, agar anak-anak yang lain bisa melihat setiap profesi dari orang tua sahabat mereka. Disana mereka bisa belajar, saling dukung dan bisa berkenalan dengan orang tua sahabatnya, termasuk bangga dengan orang tua mereka.
“Biasanya disanalah para orang tua bertemu, berkisah tentang anak mereka masing-masing,” tutur Pak Ryan.
Dalam setiap sesi pertemuan kegiatan parents club, banyak orang tua sharing masalah yang mereka hadapi dalam mendidik anak. Mereka sering tersenyum karena memiliki masalah yang sama dalam mendidik anak mereka, lalu saling sharing menemukan jalan keluarnya.
“Kami di sekolah memfasilitasi dan juga memberikan masukan,” kata Pak Ryan lagi.
Benar adanya. Zaman bertambah maju, teknologi semakin canggih pula. Tantangan mendidik anak tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun kita tidak boleh menyerah. Bukan mengalah, tapi harus mengambil peran.
Di tengah kencangnya arus informasi, tingginya penggunaan gadget, membuat anak yang mulai remaja tidak bisa lepas dari penggunaan gawai, yang kadang malah membersamai mereka di saat belajar. Terlebih kondisi pembelajaran online yang nyaris terjadi tiga tahun ke belakang akibat dampak pandemi Covid-19.
Untuk itu kehadiran orang tua membersamai sekolah dan guru dalam proses pendidikan anak-anak mereka menjadi sesuatu yang bernilai baik dan sangat penting.
“Guru adalah pekerjaan yang mulia. Kita tidak saja menjaga amanah orang tua, namun juga mendorong anak-anak tersebut bertemu dengan minatnya masing-masing, sehingga terus senang menjalankan aktivitas belajar tanpa tertekan,” kata Pak Ryan, ketika kami sampai di sekolah tempat ia bekerja.
Sambil mempersiakan tempat untuk saya memberikan materi, Pak Ryan meninggalkan saya ngobrol bersama Pak Sabar. Sosok guru dan direktur pendidikan di sekolah tersebut. Sosok disiplin ini pernah meraih Juara 1 Kepala Sekolah SMP Berprestasi se-Aceh tahun 2018. Sosok yang teratur dalam bicara dan benar-benar penyabar. Ia alumni Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia dari Universitas Indonesia. Kegemarannya pada dunia sastra dan teater membuatnya memiliki cara ampuh melihat setiap bakat dan keunikan siswanya.
Bertemu Pak Ryan dan Pak Sabar saya teringat suatu hal. Dunia pendidikan memang butuh orang yang bersungguh-sungguh dalam mendidik agar semua murid yang sedang diampu bisa mengubur bayangan ketakutan mereka dan membangunnya dengan keberanian menatap masa depan.
Selepas memberikan materi kepada para guru TK dan SD di lingkungan sekolah tersebut, malam harinya saya dan teman-teman diajak Pak Ryan dan Pak Sabar bertemu para wali murid dalam sebuah acara silaturahmi yang mereka siapkan.
Dalam pertemuan tersebut saya melihat dengan jelas, bagaimana sebuah konsep parents club yang Pak Ryan dan Pak Sabar kisahkan diimplementasikan dalam aksi nyata berbalut hikmah yang besar. Hikmah dimana kesungguhan dan kepedulian benar-benar dibalut dalam silaturahmi bermakna.
Jika ini dilakukan akan benar-benar bisa mengubah semua kecemasan peserta didik terkait masa depan mereka atau pilihan yang akan diambil menjadi sebuah keberanian yang positif dan “energi baru” dalam perjalanan mereka.
Energi baru yang tidak hanya dirasakan baru ketika pagi hari, namun akan bekerja selamanya dalam perjalanan berpikir, bertindak serta mewujudkan kebermanfaatan diri.
Mengajar memang gampang diucapkan secara verbal. Namun tanggung jawabnya tidak semudah mengucapkannya. Tapi jalan kesungguhan masih terbuka lebar bagi siapapun yang sedang menjalani profesi ini.
Mengajar dengan panggilan hati dan kesungguhan untuk menyelamatkan anak negeri yang akan memimpin dunia ini di masa depan dengan bermiliaran bahkan tak terhingga sebuah energi pagi.[]
Komentar