Pakar Ungkap Munculnya Isu Tunda Pemilu 2024, Faktornya Negara Dikuasai Koalisi

"Bendera eksekutif dan bendera legislatif itu sama, jadi majority di sana sama, jadi pendukung di eksekutif juga sama benderanya dengan pendukung di legislatif. Dengan kata lain oposisi lemah," kata Nurliah dalam diskusi virtual bertajuk Telaah Kritis Usul Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

Warga memasukkan jarinya ke dalam tinta usai Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Jalan Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Rabu, 24 April 2019. Pemilu ulang tersebut dilakukan kembali karena pada pemungutan suara 17 April lalu terdapat pemilih pemegang form A5 yang mencoblos 5 surat suara. TEMPO / Hilman Fathurrahman W (TEMPO.CO)
Penulis:

Jakarta – Mengenai munculnya isu penundaan pemilu 2024 mendatang membuat sejumlah pihak tidak setuju. Berkaitan dengan itu, para pakar pun menganalisis faktor munculnya isu yang sedang hangat ini.

Seperti yang Readers.ID kutip dari Tempo.co, Rabu (9/3/2022), salah satu faktor dan penyebab isu itu muncul karena negara dinilai telah dikuasai oleh koalisi. Hal itu dikatakan Dewan Pakar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia, Nurliah Nurdin.

Ia menilai isu ini muncul akibat sistem pemerintahan Indonesia saat ini masuk pada era unified government, yaitu eksekutif dan legislatif dikuasai oleh partai yang sama sehingga mereka leluasa mengubah konstitusi maupun regulasi.

"Bendera eksekutif dan bendera legislatif itu sama, jadi majority di sana sama, jadi pendukung di eksekutif juga sama benderanya dengan pendukung di legislatif. Dengan kata lain oposisi lemah," kata Nurliah dalam diskusi virtual bertajuk Telaah Kritis Usul Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

Selain itu ia mengungkap, pada sistem pemerintahan sekarang tidak ada lagi keseimbangan kekuasaan. Nurliah juga memberi contoh seperti regulasi atau undang-undang yang strategis bisa tercipta dalam waktu singkat, seperti Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja, Minerba, serta Ibu Kota Negara (IKN).

Akibat hal ini Presiden Joko Widodo melontarkan pernyataan yang kurang tegas dan cenderung bersayap pada isu tersebut. Jokowi, sambung Nurliah, hanya menyebutkan kalau sudah ada pelaksanaan, semua harus tunduk dan taat pada konstitusi, padahal konstitusi bisa saja diubah.

"Masalahnya pernyataan ini memang dari berbagai sumber, kita membaca juga, oke konstitusi yang menyatakan hanya 2 periode, tapi apakah bisa diubah? bisa, karena saat ini kita dalam posisi pemerintahan yang unified government," kata Direktur Politeknik STIA Lembaga Administrasi Negara itu.

Dia juga menyebutkan bahwa munculnya isu ini juga karena sosok negarawan tidak lagi ada di jajaran pemerintahan. Dalam kata lain, saat ini Indonesia tengah kehilangan pejabat-pejabat negarawan sehingga pemerintahan di Indonesia saat ini cenderung dikuasai oleh para politikus yang tak kunjung berubah menjadi seorang negarawan.

Seorang negarawan itu, kata Nurliah memiliki ciri-ciri yang baku. Misalnya, ketika diajukan regulasi baru maka dia akan mendasari keputusannya pada hak orang lain, apakah ada yang tertindas atau tidak, lalu disaring lagi dengan konstitusi sebagai dasar bernegara.

Menurutnya satu-satunya yang bisa menyelesaikan isu penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden adalah Presiden Joko Widodo dan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan yang merupakan partai penguasa. 

"Jadi demokrasi kita ini bergantung pada partai, maka kita harap partai kita menjaga proses demokrasi, artinya setelah menduduki jabatan publik, menjadi negarawan. Negarawan itu seorang yang concern terhadap generasi berikutnya," kata dia.

Untuk diketahui, jika Penundaan Pemilu 2024 diundurkan juga akan mengalami dampak bagi negara dan bangsa sehingga banyak pihak yang menolak pengunduran pelaksanaan pemilu.

Dilansir dari Sindonews.com, Wakil Ketua Umum Partai Ummat Chandra Tirta Wijaya menyebut bahwa dampak buruk jika Pemilu 2024 ditunda mengakibatkan terjadinya perpecahan di masyarakat.

"Cepat atau lambat mengakibatkan kehidupan berbangsa dan bernegara terganggu," ujarnya pada 28 Februari lalu.

Selain itu, penundaan Pemilu 2024 juga akan mengakibatkan terjadinya ketidakpastian hukum sehingga “Eksekutif dan legislatif jadi ilegal”.[]

Editor: Junaidi
Sumber: Tempo.co, Sindonews.com