Pelancong Padati Tempat Wisata, Indonesia Berpotensi seperti India

Waktu Baca 12 Menit

Pelancong Padati Tempat Wisata, Indonesia Berpotensi seperti India
Pelancong padati tempat wisata alam sungai Geunie, Kecamatan Tangse pada libur lebaran. Foto tangkap layar instagram readers.ID

Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman memperkirakan ledakan kasus positif Covid-19 di Indonesia bisa mencapai dua kali lipat dari tahun lalu, seperti yang terjadi di India.

Ledakan kasus positif ini disebutkan Dicky Budiman, seiring masih tingginya pergerakan orang dan membludaknya pengunjung di sejumlah tempat wisata akhir pekan lalu.

Kata dia, kebijakan pemerintah Indonesia yang membuka lokasi wisata sangat riskan karena potensi penularan virus corona sangat besar. Sementara pemerintah tidak bisa memastikan pengelola wisata menerapkan strategi keselamatan Covid-19 yang baik di lapangan.

Tapi Juru bicara Penanganan Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan kebijakan pemerintah pusat membolehkan tempat pariwisata beroperasi karena tidak ingin ada penumpukan masyarakat di satu tempat.

Sejumlah tempat pariwisata di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat seperti Taman Impian Jaya Ancol, Batu Karas di Pangandaran, dan Pantai Anyer-Carita, diserbu pengunjung sejak 14-16 Mei lalu.

Dalam video yang beredar di media sosial pelancong terlihat berkerumun tanpa jarak di pinggir pantai dan tidak memakai masker.

Kondisi serupa juga terjadi di Kebun Binatang Bandung Zoologi Garden.

Pada Minggu (16/5/2021), pelancong yang datang mencapai 5.500 orang yang berasal dari Cimahi, Kabupaten Bandung Raya, dan Kota Bandung.

Begitu juga di Aceh, sejumlah tempat wisata dipadati pengunjung. Seperti kawasan wisata alam sungai Geunie, Kemungkiman Beungga, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie.

Tempat wisata alam itu ada ribuan warga padati kawasan tersebut, Minggu (16/5/2021). Berdasarkan video yang beredar di media sosial, warga yang berkunjung di tempat wisata tersebut tanpa menerapkan protokol kesehatan.

http://www.instagram.com/p/CO7hg8PHrvX/?utm_source=ig_web_copy_link

Warga kerkerumun dan tanpa jarak dan tidak menggunakan masker. Kondisi inilah yang disebutkan Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, Indonesia berpotensi terjadi ledakan positif Covid-19, lebih parah dari India bila tidak segera diatasi.

Tempat wisata yang dipadati pengunjung di Aceh juga terjadi di sejumlah lokasi lainnya. Seperti pantai Lhoknga dan Pantai Kuala, Aceh Besar, provinsi Aceh.

Parahnya saat Direktorat Lalu Lintas (Dit Lantas) Kepolisian Daerah (Polda) Aceh melakukan tes swab antigen Covid-19 secara acak kepada para pengunjung di tempat wisata tersebut, pada Minggu (16/5/2021).

Petugas menemukan satu orang reaktif Covid-19 dari 160 orang yang dites swab antigen secara acak. Kondisi ini tentu semakin mengkhawatirkan Indonesia, khususnya Aceh terancam terjadi 'tsunami" Covid-19.

Keputusan pemerintah Indonesia yang tak melarang kegiatan pariwisata disebut epidemiolog Dicky Budiman sebagai kebijakan yang "tidak dipersiapkan dengan baik dan tidak berbasis pada manajemen risiko yang mumpuni".

Ini karena membuka lokasi wisata di tengah pandemi Covid-19 sangat berisiko dan berpotensi besar menularkan virus corona.

Menurut Dicky, jika pemerintah ingin membatasi pergerakan masyarakat dengan melarang mudik lebaran maka seharusnya sejalan dengan mencegah warga berwisata.

Begitu pula dengan menutup pintu masuk bagi warga asing dari luar negeri.

"Kalau kita ingin membatasi orang bergerak, maka jangan membuka sekecil mungkin celah. Pemerintah Indonesia harus memperbaiki manajemen risikonya," imbuh Dicky saat dilansir BBC News Indonesia, Minggu (16/5/2021).

Namun demikian jika pemerintah membuat pelonggaran dengan membolehkan aktivitas wisata maka harus dipastikan pemda menjalankan strategi keselamatan Covid-19.

Semisal daerah yang boleh membuka pariwisata adalah wilayah yang tingkat penularan virus coronanya tidak lebih dari lima persen. Kemudian, tidak ada kasus kematian akibat Covid-19.

"Kasus positifnya juga cenderung satu digit-an," kata Dicky.

Selain itu pengelola tempat wisata juga harus menerapkan sistem pendaftarkan berbasis daring atau online untuk menghindari kontak langsung.

Lalu adanya pengukuran suhu tubuh untuk mendeteksi awal gejala Covid-19.

Yang terpenting, sambung Dicky, menyiapkan petugas di lapangan untuk memastikan pengunjung mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan rajin membersihkan tangan.

"Untuk tempat wisata yang terbuka bukan berarti lebih aman. Pengelola sebaiknya menyiapkan kipas angin untuk membantu sirkulasi udara. Karena kecepatan angin di bawah 50mph, risiko (penularan) relatif tinggi, kalau dibantu kipas angin membantu sirkulasi udara."

"Dan tetap berlaku aturan menjaga jarak lebih dari 1,8 meter dari orang lain. Selain tetap memakai masker dan rutin membersihkan tangan."

Jika semua panduan itu tidak bisa dipenuhi, maka ia menyarankan pemerintah menutup tempat wisata.

Sebab dampak dari kondisi tersebut, menurut Dicky, akan terjadi lonjakan kasus positif Covid-19 hingga dua kali lipat dalam dua hingga tiga bulan ke depan dengan sebagian besar ledakan kasus yang tidak terdeteksi terjadi di rumah tangga.

"Kalau tahun lalu kenaikan kasus sampai 93% dan angka kematian 66%, saat ini minimal bisa sampai dua kali lipat. Karena kita dalam situasi yang lebih matang penularannya. Sebab banyak klaster penularan tidak teridentifikasi dan ada varian baru virus corona dari Inggris yang lebih menular."

"Apalagi penularan virus corona di Indonesia sudah masuk ke level community transmission. Ini level terburuk yang artinya kita tidak bisa menemukan sebagian besar kasus infeksi dan tidak bisa melacak sebagian besar sumber infeksi."

"Nah artinya ini bom waktu di mana-mana. Ini yang saya sebutkan Indonesia sama kayak India."

Itu mengapa ia menyarankan pemerintah Indonesia agar bersiap menghadapi situasi terburuk dengan menguatkan fasilitas kesehatan dan program deteksi kasus secara aktif.

Kalau perlu, katanya, menyiapkan opsi Pembatasan sosial berskala besar di Indonesia (PSBB) di Jawa-Bali.

Juru bicara Penanganan Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan kebijakan pemerintah pusat membolehkan tempat pariwisata beroperasi karena pemerintah tidak ingin ada "penumpukan masyarakat di satu tempat".

Selain juga bagian dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro.

"Pemerintah kan tidak melakukan lockdown secara murni atau menutup atau melakukan pembatasan. Ada pelonggaran dalam PPKM skala mikro tapi tetap harus diiringi protokol kesehatan yang ketat," ujar Siti Nadia Tarmizi kepada BBC News Indonesia, Minggu (16/05).

"Kalau (tempat wisata) ditutup, mal buka terjadi penumpukan di sana dan pasti masyarakat nyolong-nyolong untuk wisata. Makanya harus diantisipasi oleh satgas daera untuk menegakkan aturan."

Namun begitu, jika pengelola tempat wisata dianggap tidak bisa menjalankan aturan protokol kesehatan yang ditetapkan dalam PPKM mikro, maka satgas daerah dalam hal ini pemda harus bertindak dengan menutup sementara lokasi tersebut sembari menyiapkan infrastruktur yang lebih mumpuni untuk menjalankan protokol kesehatan.

Sesuai aturan dalam PPKM skala mikro, pengelola wisata harus membatasi jumlah pengunjung maksimal 50% dari kapasitas normal.

Pengelola wisata juga harus memastikan pengunjung memakai masker, menjaga jarak dan yang utama tidak berkerumun.

Jika pengelola wisata tidak bisa menjalankan aturan tersebut, maka pemda bisa menjatuhkan sanksi semisal menutup tempat tersebut selamanya.

Bagaimanapun Nadia mengakui lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia tak bisa dihindari menyusul tingginya mobilitas masyarakat.

Catatan lembaganya sejak April ada 24 provinsi yang terjadi peningkatan kasus positif dengan rata-rata nasional antara 5.000 sampai 6.000 kasus setiap hari dan angka kematian melonjak di 17 provinsi.

Sebagai antisipasi kenaikan kasus yang akan terjadi pada 2 hingga 3 minggu ke depan, pihaknya menyiapkan beberapa strategi. Seperti pengetesan secara acak terhadap pengendara. Jika menemukan hasil pengetasan menunjukkan positif, maka akan langsung diisolasi.

"Di beberapa daerah dilakukan karantina mandiri. Orang yang datang melakukan karantina di rumah untuk menekan penularan. Jadi kita coba putus rantai penularan."

"Dari sektor kesehatan, kita siapkan RS, puskesmas yang dilengkapi antigen dan memastikan ketersediaan tempat tidur, ventilator. Sambil menyiapkan RS rujukan kalau melebihi kapasitas isolasi dan ICU hingga 80%. Itu sudah dibuat strateginya."[]

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...