Penutupan Objek Wisata Lampuuk Rugikan Pedagang Kecil

Waktu Baca 5 Menit

Penutupan Objek Wisata Lampuuk Rugikan Pedagang Kecil
Kawasan wisata pantai Lam Puuk yang ditutup untuk mencegah penyebaran COVID-19 lebih luas. Foto: Hotli Simanjuntak/readers.ID

Salah seorang pedagang di tempat wisata Pantai Lampuuk, Roza Sahputra, mengeluhkan keputusan pemerintah dalam melakukan penutupan lokasi wisata yang dinilai sangat terburu-buru dan dapat merugikan para pedagang kecil. 

Menurut Roza, pihaknya sebagai masyarakat sangat menghormati keputusan yang diambil oleh pemerintah. Hanya saja, keputusan tersebut membuat para pedagang terkejut karena tidak ada pemberitahuan resmi sebelumnya.

"Keputusan yang terkesan buru-buru ini memberikan dampak kerugian bagi kami sebagai pedagang kecil. Seperti yang saya dan keluarga alami sendiri, kami sengaja menyetok kelapa sebanyak 500 butir bernilai lebih dari 2 juta rupiah pada hari rabu lalu sebagai antisipasi di musim hujan," kata Roza, Minggu (30/5/2021).

Roza menilai, hal yang sama dengannya juga dilakukan oleh pedagang lainnya. Banyak pedagang telah berbelanja hingga jutaan rupiah untuk persiapan berjualan.

"Sampai saat ini kami bingung mau dikemanakan stok ini, apalagi kelapa dan ikan tidak akan bertahan lama," ujarnya.

Roza mengatakam, penutupan tempat wisata ini terdapat sedikit ketimpangan ketika peraturan hanya berlaku untuk pedagang kecil pesisir pantai seperti mereka. Sebab, menurutnya masih banyak tempat lain yang berpotensi menyebarkan Covid-19, seperti Mall dan berbagai tempat lainnya.

Ia menuturkan, berbeda dengan tempat-tempat lainnya yang kerap ramai setiap hari, tempat wisata hanya akan ramai pada saat hari libur saja, itupun hanya sampai magrib.

"Apalagi, keluarga saya termasuk salah satu yang terpaksa berhutang di bulan ramadan dikarenakan tidak ada pemasukan. Sangat berbeda dengan usaha lainnya bisa hidup kapan saja. Contohnya counter pulsa punya adik saya atau toko kelontong punya paman. Maka akan sangat menyakitkan kami jika peraturan ini dibuat seakan-akan hanya menargetkan kawasan wisata pesisir yang notabenya memang hidup di sabtu minggu, hari di mana kami menggantungkan harapan rezeki," tuturnya.

Lebih lanjut, kata dia, hal lain yang juga tidak berimbang dari aturan itu ialah pondok dan lapak tempat mereka berjualan tetap ditempati oleh pengunjung, sampah yang tinggal menjadi bukti kuat di mana pondok tidak kosong begitu saja.

"Tidak bermaksud membenturkan, tapi terlihat sedikit tidak nyambung saat beberapa minggu lalu Menteri Pariwisata Bapak Sandiaga Uno berkunjung ke Aceh bahkan langsung mempromosikan Lampuuk sebagai Sport Tourism, akan tetapi kenyataannya disambut dengan penutupan semua objek wisata di kawasan itu," katanya.

Ia menyebutkan, pihaknya sangat paham dengan data Covid-19 yang terus meningkat di Aceh Besar dan termasuk dalam zona merah, sehingga mereka berusaha menjalani protokol kesehatan dengan menyediakan tempat cuci tangan, hand sanitizer serta menjual masker sebagai antisipasi jika pengunjung lupa membawa.

"Jika memang instruksi ini harus tetap dijalani, kami berharap supaya ada sedikit solusi dari pihak terlibat untuk mempertimbangkan kompensasi bagi kami pedagang kecil yang telah dirugikan. Kami yakin tidak akan menjadi masalah besar jika hal ini dijalankan. Sedikit contoh dari negeri Jiran tempat saya tinggal selama lebih dari 10 tahun. Selain membuat instruksi total lockdown, seminggu sebelumnya juga menyiapkan bantuan uang tunai bagi masyarakat dan pedagang kecil agar bisa bertahan hidup," ucap Roza.

Ia mengatakan, pihaknya sedikit kecewa ketika ada oknum petugas yang terkesan meremehkan  mereka pada saat melakukan penutupan dengan berkata seolah merendahkan para pedagang.

"Seharusnya kata-kata ini tidak keluar dari petugas yang semestinya membimbing masyarakat. Kami memang pedagang kecil yang tidak sekolah setinggi bapak, tapi kami juga tidak selugu itu," pungkasnya.

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...