Prof Syahrizal soal TWK KPK: Kebijakan Itu Tidak Bisa Diikuti Nalar Publik

Sebanyak 74 Guru Besar lintas kampus dan disiplin ilmu meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membatalkan hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Mereka menilai pelaksanaan tes itu melanggar hukum dan etika publik.
Guru Besar UIN Ar-Raniry sekaligus Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) Komisariat Provinsi Aceh, Prof Syahrizal Abbas, mengatakan TWK sebagai syarat alih status pegawai ASN ini di KPK perlu direview kembali.
Menurutnya, TWK bukanlah salah satu syarat dialih status KPK sebagaimana amanat Undang-Undang. Kemudian kebijakan ini juga dinilai berdampak pada gugurnya hak pegawai ASN di KPK.
"Oleh karena itu, apa yang disampaikan oleh para Guru Besar kita agar dipertimbangkan kembali," kata Prof Syahrizal saat dihubungi readers.ID, Senin (17/5/2021).
Ketua IKAL Aceh itu menuturkan, kebijakan memberhentikan 75 pegawai KPK termasuk Penyidik Senior Novel Baswedan, dinilai tidak bisa diterima nalar publik dan akan berdampak terhadap tubuh KPK itu sendiri.
"Kebijakan ini berdampak luas, dan narasi publik juga berdampak pada apresiasi masyarakat terhadap KPK bisa menurun. Karena, kebijakan-kebijakan itu tidak bisa diikuti nalar publik," kata Prof Syahrizal.
Guru Besar UIN Ar-Raniry itu percaya Ketua KPK Firli Bahuri punya komitmen untuk melakukan pencegahan tindakan korupsi di Indonesia.
"Tapi di satu sisi, memang perlu merespon situasi, perkembangan dan narasi publik, sehingga tidak bisa KPK itu berjalan sendiri tanpa didukung oleh publik," jelas Prof Syahrizal.
"Dan masyarakat publik itu punya konsen melakukan advokasi, pengawasan, memberikan catatan serta pandangan. Akhirnya, publik juga harus berpartisipasi terhadap kebijakan yang ada di KPK. Ini bentuk partisipasi publik terhadap KPK dan KPK tentu harus segera merespon hal yang seperti itu," pungkasnya.
Komentar