Saber Pungli: Dari Ayunan Sampai ke Liang Lahat Rawan Pungli
Sekretaris Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli), Irjen Pol Agung Makbul, menyebutkan terdapat sejumlah titik yang menjadi rawan praktik pungli. Bahkan jika diurutkan, mulai dari lahir hingga meninggal dunia pun masih bisa terkena pungutan.
Agung mengatakan, titik rawan pungli ialah seperti siklus kehidupan yang membutuhkan pelayanan publik. "Pelayan publik itu ialah yang tentunya diberikan amanah berdasarkan undang-undang ASN untuk melayani masyarakat," kata Agung dalam acara Focus Group Discussion 'Pencegahan Pungli Pada Layanan Pendidikan Sekolah Tingkat SMA, SMK, dan PKLK Tahun 2021', di Aula Dinas Pendidikan Aceh, Senin (29/3/2021).
Agung menjelaskan, terdapat 8 titik rawan pungli pada siklus kehidupan yang membutuhkan pelayanan publik. Pertama dimulai dari lahir yakni pada pengurusan akte kelahiran, lanjut ke bidang pendidikan, serta pengurusan perizinan dan sertifikat. Pada bagian perizinan dan sertifikat biasanya menyangkut izin usaha, tanah, pembanguna dan lain sebagainya.
Kemudian, kata Agung, titik rawan pungli pada siklus kehidupan yang membutuhkan pelayanan publik menyasar saat proses mencari pekerjaan. Di mana persaingan dalam mencari pekerjaan tergantung siapa yang paling banyak membayar uang maka dia yang lolos.
"Kalau jumlah chipnya banyak maka akan sesuai diharapkan," sebut Agung.
Selanjutnya, siklus yang rawan pungli juga terjadi pada skep jabatan, urusan buku nikah, kepengurusan surat pensiun, serta surat meninggal.
"Yang lebih kejam lagi sudah meninggal dunia masih juga dipungli. Proses surat meninggalnya dipungli," ujarnya.
Sementara itu, Agung juga menyebutkan hukuman yang akan diterapkan bagi pelaku yang melakukan pungutan liar, yakni bagi pegawai sipil akan dikenakan pasal 423 KUHP.
"Pegawai negeri yang dengan maksud memguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu, melakukan suatu pembayaran, melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 tahun," jelas Agung.
Kemudian, sedangkan yang bukan PNS akan dikenakan pasal 368 KUHP. "Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, supaya memberikan hutang atau menghapus piutang, diancam, karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun," jelas Agung.[]