Tragedi Jambo Keupok: Kisah Mengerikan yang Tak Terlupakan

Waktu Baca 7 Menit

Tragedi Jambo Keupok: Kisah Mengerikan yang Tak Terlupakan
Silva Namira (Ist)

Oleh: Silva Namira*

Tragedi Jambo Keupok Aceh Selatan merupakan suatu peristiwa tragedi kemanusiaan yang menyedihkan dan tak akan pernah terlupakan. Dimana peristiwa tersebut terjadi pada 17 Mei 2003 silam setelah dicabutnya status Daerah Operasi Militer (DOM) dan sebelum Darurat Militer terjadi. 

Peristiwa Jambo Keupok ini merupakan bagian dari tindakan aparat TNI yang melakukan pencarian terhadap para anggota GAM di Jambo Keupok, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan. Awal mula peristiwa ini berawal dari informasi yang disampaikan seorang informan kepada anggota TNI bahwa Desa Jambo Keupok merupakan basis wilayah dari anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Isu mengenai hal ini pun telah tersebar sekitar tahun 2001-2002. 

Mengetahui hal tersebut, pihak aparat TNI dengan senjata lengkap segera melakukan penyisiran terhadap rumah-rumah penduduk di Desa Jambo Keupok guna mencari para anggota dan pendukung GAM. Para TNI memasuki setiap rumah di desa tersebut, memeriksa seluruh tempat, memaksa para penghuni rumah baik itu laki-laki, perempuan, dan anak-anak untuk keluar dari rumah dan dikumpulkan di depan rumah warga, yang kemudian dipisahkan antara perempuan, laki-laki dan anak-anak.

Berdasarkan catatan sejarah, dalam operasi ini aparat TNI melakukan tindakan di luar batas kemanusiaan. Hal ini diketahui sebagaimana pengakuan korban tragedi tersebut bahwa TNI telah melakukan penembakan terhadap sejumlah warga serta membakar korban lainnya yang masih dalam keadaan hidup, melakukan penyiksaan serta pembakaran terhadap rumah penduduk.

Tragedi ini mengakibatkan banyak korban yang meninggal dunia, maupun luka-luka serta banyaknya rumah penduduk yang hancur. Dua hari pasca tragedi, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tercantum dalam Keputusan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pernyataan Keadaan Bahaya dengan Tingkatan Keadaan Darurat Militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah kegagalan perundingan damai antara RI-GAM di Tokyo. 

Pada saat itu, lembaga masyarakat sipil di Aceh sempat dituduh bekerja sama dengan GAM dan dibungkam agar berhenti menginformasikan situasi Aceh ke dunia luar. Oleh sebab itu, status Darurat Militer pun dicabut. Meskipun status Darurat Militer telah dicabut, para korban dan pemerintah masih gagal memberikan hukuman kepada para pelaku dan memberi keadilan bagi para korban dan keluarganya.  

Tragedi ini termasuk ke dalam pelanggaran HAM berat, seperti yang disimpulkan oleh Komnas HAM bahwasanya terdapat tiga bentuk pola kejahatan yang melanggar HAM dalam tragedi ini seperti kekerasan, pembunuhan, dan penyiksaan. 

Sekarang kita mengenang kembali kejadian ini setelah 20 tahun lamanya, dimana para korban yang ada pada saat kejadian tersebut masih mengalami trauma yang berkepanjangan. Tidak adanya keadilan yang didapatkan oleh para korban dan keluarganya usai kejadian tersebut. Melainkan hanya mendapatkan bantuan berupa makanan, kompensasi uang, setelah beberapa hari tragedi tersebut terjadi.

Pemerintah memang telah bertanggung jawab atas konflik ini, namun peran pemerintah dalam tragedi ini tidak ada kemajuan, pemerintah hanya bisa meremehkan kejadian ini dengan dalih bahwa berkas yang diajukan pada Kejaksaan Agung tidak lengkap dan tidak adanya penyelesaian dari kejadian ini. 

Jika kita lihat dari tragedi ini, sungguh miris melihat manusia yang diperlakukan secara tidak adil dan mendapatkan banyak perlakuan yang diluar batas kemanusiaan. Akan tetapi pemerintah melakukan pengabaian terhadap apa yang dialami . Mungkin mereka tidak bisa mengembalikan nyawa yang hilang, tapi setidaknya korban beserta keluarganya mendapatkan suatu bentuk penghormatan dan pengakuan atas hak asasi manusia yang mereka miliki.

Tragedi Jambo Keupok ini juga mengajarkan betapa pentingnya menjaga prinsip-prinsip hak asasi manusia, kebebasan warga sipil, dan perlindungan terhadap warga sipil selama konflik bersenjata. Pemerintah Indonesia dan semua pihak terkait harus belajar dari tragedi Jambo Keupok dan memastikan perlindungan terhadap warga sipil menjadi prioritas utama dalam situasi konflik. Diperlukan komitmen yang kuat untuk membangun perdamaian yang berkelanjutan, menghormati hak asasi manusia, dan memastikan keadilan bagi korban tragedi ini.

Dari tragedi Jambo Keupok ini dapat disimpulkan bahwa perlunya penegakan hukum yang adil, perlindungan hak asasi manusia, dan penyelesaian konflik yang damai. Penulis berharap agar tragedi serupa tidak terjadi lagi di masa depan, dan upaya dilakukan untuk memastikan agar para korban mendapatkan keadilan yang pantas serta upaya perdamaian yang terbuka dan inklusif dilakukan untuk memperbaiki hubungan di masyarakat.

“Jika Trauma Masa Lalu Belum Selesai, Bagaimana Mungkin Menjalani Hidup di Masa Depan”

*Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES) UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Editor:

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Loading...