Tren Bunga Kredit Menurun, Kenapa Permintaan Lemah?
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo berulang kali mengeluhkan lambatnya perbankan merespons penurunan bunga acuan bank sentral.
Penurunan bunga menjadi harapan untuk menggenjot permintaan kredit yang tengah lesu sehingga ekonomi lebih cepat pulih. Meski demikian, ada harapan bank mempercepat penurunan bunga kredit yang dimulai dari kelompok bank BUMN.
Hingga Januari 2021, rata-rata penurunan suku bunga dasar kredit perbankan baru mencapai 0,78 persen dibandingkan Januari 2020, masih jauh dibandingkan penurunan BI 7 days reverse repo rate yang mencapai 1,25 persen.
"Dari sisi kelompok bank, SBDK tertinggi hingga Januari 2021 dicatatkan oleh bank-bank BUMN sebesar 10,80 persen," ujar Perry dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (18/3) melansir Katadata.
Perry menjelaskan, rata-rata SBDK kelompok bank pembangunan daerah sebesar 9,79 persen, bank umum swasta nasional 9,46 persen dan kantor cabang bank asing 6,58 persen.
Namun demikian, menurut dia, SBDK bank-bank BUMN akan menurun pada Maret 2021 seiring keputusan penurunan yang telah diumumkan masing-masing bank.
"BI mengharapkan bank-bank lain dapat mempercepat penurunan suku bunga kredit sebagai upaya bersama untuk mendorong kredit dan pembiayaan bagi dunia usaha dalam rangka pemulihan ekonomi nasional," kata Perry.
Di sisi lain, kendati tren bunga kredit mulai menurun sejak tahun lalu, permintaan kredit tak serta merta meningkat. BI mencatat penyaluran kredit per Februari 2021 minus 2,15 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kontraksi tersebut lebih dalam dibandingkan Januari 2021 yang tercatat 1,92 persen.
Hasil survei kebutuhan pembiayaan korporasi yang dilakukan BI pada Februari 2021 mengindikasikan kebutuhan pembiayaan korporasi pada bulan lalu melambat.
Namun, terdapat beberapa sektor yang masih mengalami peningkatan kebutuhan pembiayaan, yakni sektor pertanian, perikanan dan kehutanan, pertambangan dan penggalian, serta pengadaan listrik.
Peningkatan kebutuhan pembiayaan terutama diperlukan untuk aktivitas operasional, membayar kewajiban yang jatuh tempo, dan mendukung pemulihan usai new normal.
Terkait aktivitas ekonomi tersebut, Ekonom Indef Eko Listiyanto kepada Kontan.co.id, awal Maret lalu pernah memprediksi, meskipun bank telah menurunkan bunga kreditnya namun hal ini tidak akan menggairahkan kinerja sektor riil lantaran kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi.
"Karena sektor swasta tetap akan berhati-hati dalam ekspansi (apalagi kalo sumbernya utang perbankan, akan lebih hati-hati lagi karena ada kewajiban cicilan). Di saat seperti ini kebijakan fiskal perlu jalan duluan, mengatasi pandemi dan mendorong daya beli, baru kemudian sektor perbankan akan mengikuti seiring optimisme yang mulai pulih. (Stimulus kebijakan fiskal) salah satunya stimulus penanganan krisis kesehatan," jelasnya.
Senada dengan Eko, Chief Economist BRI Anton Hendranata menuturkan, penurunan suku bunga kredit tidak akan cukup mendongkrak pertumbuhan kredit untuk menopang pemulihan ekonomi.
Jika kita mau mengakselerasi pertumbuhan kredit, syarat kecukupan dan tambahannya ialah dorong kenaikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan daya beli secara signifikan.
Chief Economist BRI Anton Hendranata, dikutip dari laman Kontan.
"Oleh karena itu, mendongkrak kembali permintaan masyarakat dan daya belinya, serta pengendalian pandemi Covid-19 adalah kunci utama mendorong pertumbuhan kredit," ucap Anton dihubungi terpisah.
Itu artinya, stimulus ekonomi melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 masih sangat dibutuhkan. Bantuan sosial, bantuan langsung tunai, dan program padat karya adalah jalan terbaik, cepat, dan relatif mudah implementasinya di lapangan.
"Hal ini cukup efektif mendorong kembali belanja masyarakat level bawah karena kecenderungan mengonsumsi (marginal propensity to consume/MPO)-nya tinggi. Masyarakat level bawah dan rentan miskin jika mendapatkan uang akan langsung dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya," imbuh Anton.
Lebih lanjut, katanya, pengalaman tahun 2020 menjadi pelajaran berharga agar realisasi dana PEN 2021 lebih baik dibandingkan 2020. PEN 2021 harus bisa mengakselerasi permintaan yang relatif lemah di 2020. Realokasi anggaran ke sektor yang terbukti ampuh mendorong permintaan domestik menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi.
Data OJK perbankan telah menurunkan suku bunga kredit produktif yang sudah terus turun sejak tahun 2016 menjadi di bawah 10 persen. Suku bunga kredit modal kerja turun mulai Mei 2016 dari 11,74 persen menjadi 9,27 persen di Januari 2021.
Suku bunga kredit investasi posisi Mei 2016 di 11,42 persen turun menjadi 8,83 persen di Januari 2021. Sementara suku bunga kredit konsumsi sudah turun dari Mei 2016 di posisi 13,74 persen menjadi 10,95 persen di Januari 2021.
Sumber: Katadata, Kontan