Vaksin Berbayar Makin Menguatkan Isu “Orientasi Bisnis”

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menegaskan tidak menerapkan kebijakan vaksinasi Covid-19 berbayar. Sejauh ini ditegaskan masyarakat masih bisa menikmati vaksin secara gratis dan tidak perlu harus bayar.
Penegasan itu disampaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyikapi rencana Pemerintah Pusat melaksanakan vaksinasi gotong royong berbayar. Hal ini seperti tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021.
Ia menilai kebijakan melakukan vaksinasi berbayar nantinya berasal dari Pemerintah Pusat, bukan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Itu nanti menjadi kebijakan dari pemerintah pusat," ucap pria yang biasa disapa Ariza itu Minggu (11/7/2021) dikutip dari Antara.
Keputusan Menteri Kesehatan tersebut berisi tentang sejumlah aturan terkait penetapan besaran harga pembelian vaksin produksi Sinopharm melalui penunjukan PT Bio Farma (Persero) dalam pelaksanaan pengadaan vaksin Covid-19 dan tarif maksimal pelayanan untuk pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong.
Sesuai dengan aturan tersebut, harga vaksin per dosis Rp321.660 ditambah dengan harga layanan Rp117.910 sehingga harga per dosis vaksin yang dibebankan kepada penerima manfaat seharga Rp439.570 per dosis. Total yang harus dibayar bila ingin mendapatkan dosis lengkap sebesar Rp 879.140 per orang.
Kebijakan vaksinasi berbayar kepada individu yang mulai digulirkan Senin (12/7/2021) ditentang pakar kesehatan masyarakat karena dikhawatirkan bakal menebalkan kecurigaan dan isu liar di tengah masyarakat bahwa pemerintah berorientasi pada bisnis di tengah pandemi Covid-19.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi daerah pertama menolak kebijakan vaksinasi berbayar. Suara penolakan juga didukung oleh sejumlah pihak, termasuk mahasiswa dan sejumlah pakar lainnya di Indonesia.
Menurut epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, vaksinasi berbayar baru bisa diterapkan jika seluruh masyarakat telah mendapatkan haknya dalam layanan kesehatan seperti vaksin.
Kendati Kementerian Kesehatan berdalih kebijakan ini bertujuan untuk memperluas cakupan vaksinasi demi mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity. Namun sejumlah pemangku kepentingan tetap menolak, karena pandemi Covid-19 merupakan bencana nasional dan bahkan secara global dan pemerintah harus hadir memberikan pelayanan secara gratis mencegah penyebaran virus corona.
Windhu Purnomo, menilai kebijakan vaksinasi berbayar kepada individu atau orang perorangan akan menguatkan isu yang berkembangkan di masyarakat bahwa pemerintah hanya berorientasi pada bisnis di tengah pandemi.
Ini karena program vaksinasi gratis yang tengah berjalan baru menyasar 14 juta orang atau belum memenuhi target yang ditetapkan pemerintah yakni 181 juta jiwa.

Menurut Windhu, vaksinasi berbayar baru bisa diterapkan jika seluruh warga telah mendapatkan vaksin.
"Artinya hak orang mendapatkan vaksinasi mandiri (berbayar) tidak apa-apa, asal bukan karena terpaksa, karena enggak dapat dari pemerintah. Itu yang enggak boleh. Karena setiap orang berhak mendapat layanan kesehatan saat pandemi," ujar Windhu kepada Quin Pasaribu kepada BBC News Indonesia, Minggu (11/7/2021).
Yang ia khawatirkan jika vaksinasi berbayar tersebut diminati, pemerintah akan lebih menggencarkan program tersebut ketimbang mengejar program vaksinasi gratis.
Sedangkan hingga saat ini kecepatan vaksinasi di Indonesia, kata Windhu, masih sangat lambat.
"Kecepatan vaksinasi Indonesia lambat karena bergantung dari luar negeri 100 persen. Yang sudah kita terima jumlah dosisnya kurang dari sepertiga dari target dosis yang harus kita dapatkan."
Dia juga menilai alasan pemerintah membuka ruang vaksinasi berbayar demi mengejar target sehingga mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity, tidak masuk akal.
Pasalnya jumlah dosis bahan baku vaksin dari Sinovac yang akan diterima Indonesia hingga Oktober tahun ini sekitar 140 juta dosis.
"Itu tak mungkin. Wong kita hanya punya 140 juta dosis saja. Itu nonsense. Alasan di balik itu mesti bukan itu, tapi mundurnya beberapa perusahaan untuk membeli (vaksin) bagi karyawannya," imbuhnya.
"Vaksinasi Gotong Royong itu kan sepertinya ada halangan, tak berjalan atau tersendat. Ya mungkin ada masalah finansial perusahaan."
Karena itulah Windhu meminta pemerintah agar menghentikan program vaksinasi gotong royong dan mengalihkan seluruh vaksinnya ke program vaksinasi gratis.

Keputusan Pemerintah membuka peluang vaksinasi berbayar, selain ditentang oleh sejumlah pakar epidemiolog, juga ditentang oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara.
“Di saat mahasiswa dan seluruh elemen masyarakat bahu-membahu untuk menyukseskan program vaksinasi, namun ternyata hari ini pihak BUMN malah menjadikan vaksin sebagai komoditas bisnis,” kata Koordinator Pusat BEM Nusantara Dimas Prayoga, Minggu (11/7/2021) dilansir Antara.
Menurut Dimas, mahasiswa telah berupaya untuk mengedukasi masyarakat untuk terus menaati protokol kesehatan. Selain itu para mahasiswa juga sedang gencar memberikan edukasi tentang khasiat vaksin ke masyarakat.
Adanya vaksin berbayar dikhawatirkan membuat masyarakat justru akan memilih untuk tidak mau terlibat. Padahal Indonesia harus gencar melakukan vaksin sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo agar bisa terbebas dari virus Corona.
“Kami dari dari BEM Nusantara sudah bersusah payah untuk mengedukasi dan memberikan penyadaran kepada masyarakat agar mau melakukan vaksin dengan harapan Indonesia bisa pulih dari Covid-19,” kata Dimas menegaskan.
Menurut Dimas sikap BUMN mengecewakan para mahasiswa yang sudah membantu menyosialisasikan kebijakan pemerintah.
“Namun sikap dari BUMN hari ini sangat menciderai nilai-nilai kemanusiaan,” ujarnya.
Karena itu, Dimas dan para mahasiswa menolak adanya komersialisasi vaksin. Menurutnya sikap pemerintah sangat tidak berprikemanusiaan.
“Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan. Kami BEM Nusantara dalam hal ini tegas untuk menolak komersialisasi vaksin,” kata Dimas.
Kendati demikian, Dimas menilai niat Presiden Joko Widodo untuk membantu mempercepat program vaksinasi sudah baik. Sayangnya, menurut Dimas hal tersebut ternodai dengan komersialisasi vaksin tersebut.
“Kami mengapresiasi upaya Presiden Jokowi untuk penuntasan program vaksinasi nasional ini guna memutus rantai penyebaran Covid-19 menuju pemulihan ekonomi nasional, jangan sampai ada pihak-pihak yang justru ingin menjadikan ini sebagai lahan bisnis,” jelas Dimas.
Dimas meminta, Jokowi untuk menegur Menteri BUMN agar membatalkan kebijakan tersebut.

Layanan vaksinasi berbayar dikritik sejumlah pihak. Rencananya layanan ini akan dimulai atau bisa didapatkan hari ini, Senin (12/7/2021), namun Kimia Farma telah menunda pelaksanaannya.
Kendati penundaan yang disampaikan Kimia Farma bersifat sementara, karena akan memperpanjang masa sosialisasi program vaksinasi tersebut terlebih dahulu.
"Kami mohon maaf karena jadwal Vaksinasi Gotong Royong Individu yang semula dimulai hari Senin, 12 Juli 2021 akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya," ujar Corporate Secretary Kimia Farma Ganti Winarno Putro dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin (12/7/2021) dilansir Antara.
Ganti mengatakan besarnya animo serta banyaknya pertanyaan yang masuk atas pelaksanaan VGR Individu membuat manajemen memutuskan memperpanjang masa sosialisasi serta pengaturan pendaftaran calon peserta.
"Terima kasih atas pemahaman para pelanggan serta animo untuk bersama-sama mendorong tercapainya kekebalan komunal (herd immunity) yang lebih cepat di Indonesia," katanya.
Sebelumnya, PT Kimia Farma Diagnostika (KFD), cucu usaha KF, menyediakan 40.000 dosis vaksin individu berbayar untuk tahap pertama penyaluran vaksinasi di enam kota Jawa dan Bali.
Plt Direktur Utama KFD Agus Chandra mengatakan pihaknya membuka delapan titik penjualan vaksin Covid-19 melalui jaringan klinik perusahaan, yakni tiga di Jakarta, lalu satu di Bandung, Solo, Semarang, Surabaya, dan Bali.
Berdasarkan aturan pemerintah, harga vaksin berbayar per dosis Rp321.660 ditambah dengan harga layanan Rp117.910, sehingga harga per dosis vaksin yang dibebankan kepada penerima manfaat seharga Rp439.570 per dosis.
Dengan setiap orang mendapatkan suntikan sebanyak dua kali, maka harga paket lengkap vaksin mencapai Rp879.140 per individu.
KFD rencananya membuka akses bagi masyarakat yang ingin membeli vaksin impor jenis Sinopharm tersebut mulai Senin ini, namun kemudian ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan.

Program vaksinasi berbayar kepada individu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Dalam aturan terbaru yang keluar 5 Juli 2021, dikatakan bahwa program tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan vaksinasi Gotong Royong yang sedianya ditujukan kepada perusahaan swasta untuk diberikan kepada karyawannya secara gratis.
Secara lebih rinci, permohonan pengadaan vaksin oleh PT Bio Farma untuk individu atau orang perorangan tertuang dalam Pasal 6A ayat 2(a).
Staf ahli Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menyebut program vaksinasi berbayar adalah "pengembangan dari vaksinasi gotong royong" dengan tujuan "agar mudah diakses, masyarakat mempunyai pilihan vaksin, dan mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity".
"Kan banyak orang enggak bisa akses (vaksin) karena antre panjang, harus ke puskesmas..." ujar Arya dikutip dari BBC Indonesia.
"Yang pasti vaksin ini pilihan bagi individu dan warga negara asing. WNA kan susah dapat akses yang gratis," sambungnya.
Kendati demikian, ia tak merinci berapa banyak vaksin yang disiapkan untuk program tersebut. Ia pun menampik anggapan yang menyebut BUMN "mencari celah bisnis dengan menjual vaksin".
"Enggak sudah dicurigai (vaksin) komersil. Kan harganya sudah ditentukan pemerintah."
Senada dengan Arya, juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, berkata sasaran utama vaksinasi berbayar ini warga negara asing di Indonesia dan mengejar target vaksinasi sampai dua juta dosis per hari.
"Untuk memperluas vaksinasi, terutama untuk WNA ya. Tapi warga Indonesia juga boleh membeli," ujar Nadia seperti yang dilansir Pikiran Rakyat.com, Minggu, 11 Juli 2021.
Nadia juga memastikan, vaksinasi berbayar kepada individu ini hanya untuk suntikan 1 dan 2, bukan booster.
Karena banyak mendapat kritikan rencana pemerintah melakukan vaksinasi berbayar. Pihak Kimia Farma yang diberikan kewenangan untuk menjalankan kebijakan ini menunda impelemtasinya.
Kimia Farma berdalih akan memperluas dan memperbanyak terlebih dahulu sosialisasi vaksinasi gotong royong berbayar hingga waktu yang belum ditentukan.[]
Komentar